Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Bagiku, salah satu hal yang menarik dari Kompleks Candi Muaro Jambi adalah saat menyusuri jalan kecil yang menghubungkan antara satu candi dengan candi lainnya.
Bentuk jalan kecil tersebut seperti foto di bawah ini.
Jalan setapak yang menghubungkan satu candi dengan candi lain.
Jalannya bukan jalan tanah yang berbatu-batu, melainkan sudah diperkokoh dengan semen. Alhasil, menyusurinya dengan berjalan kaki bukanlah sesuatu hal yang menyulitkan.
Eh, meski demikian, aku sih menyarankan untuk menyusuri jalan kecil ini dengan bersepeda saja. Sebab, jarak dari satu candi ke candi lain terpisah jarak 1 hingga 2 kilometer.
Nggak bisa dibilang dekat juga kan?
Jembatan yang melintasi bekas parit buatan.
Di zaman dahulu, saat Kompleks Candi Muaro Jambi masih difungsikan sebagaimana mestinya oleh para pendahulu kita, cara berpergian dari satu candi ke candi yang lain adalah dengan menggunakan perahu.
Itu karena candi-candi yang ada di Kompleks Candi Muaro Jambi ini sebetulnya berdiri di atas “pulau-pulau” yang dikelilingi oleh parit buatan. Sayangnya, sekarang ini parit-parit tersebut tak lagi berisi air. Perahu ya nggak bisa lagi lewat situ dong?
Selamat datang di Candi Astano Muaro Jambi!
Salah satu candi yang masih sangat jelas terlihat berdiri di tengah pulau yang dikelilingi oleh (bekas) parit buatan adalah Candi Astano. Candi ini terletak kira-kira 1 kilometer dari Candi Tinggi. Ya dengan menyusuri jalan kecil di atas itu.
Katanya di dekat Candi Astano ini ada danau yang namanya Danau Kelari. Tapi, sayang aku nggak sempat untuk menginvestigasi lebih jauh.
Berdasarkan informasi yang termuat di papan keterangan candi, dilihat dari bentuk dan struktur susunan batu batanya, bangunan Candi Astano yang bisa kita saksikan saat ini merupakan hasil pengembangan dan perluasan bangunan candi.
Bangunan Candi Astano yang pertama kali dibangun berada di tengah. Ukurannya 6 x 13 meter dengan tinggi 3.5 meter. Bangunan pendahulu ini dibangun memanjang dari utara ke selatan.
Saat ini yang bisa kita lihat dari bangunan pendahulu ini adalah bagian tubuh yang “menyembul” di tengah bangunan candi.
Bangunan Candi Astano yang pertama kali dibangun. Sisanya adalah perluasan bangunan awal.
Sedangkan bangunan perluasan Candi Astano mengapit bangunan pendahulu di sisi timur dan barat. Ukuran bangunan perluasan di sisi timur adalah 2,9 x 3,65 meter dengan tinggi 3 meter. Untuk ukuran bangunan perluasan di sisi barat adalah 8,75 x 7,85 meter dengan tinggi 3 meter.
Aku amati bangunan Candi Astano tidak dihiasi relief dan tidak juga memiliki lekuk sebagai tempat arca. Bahkan bangunan Candi Astano sama sekali tidak memiliki struktur tangga! Aku sih menduganya dahulu tangganya terbuat dari struktur kayu.
Jadi, untuk bisa naik ke bangunan candi mau tidak mau ya harus memanjat dinding candi. Berhubung aku nggak hobi manjat memanjat bangunan purbakala, alhasil ya aku nikmati saja dari bawah.
Candi Astano dilihat dari berbagai sisi.
Di sekitar Candi Astano tidak tampak adanya reruntuhan bangunan lain. Katanya, di lokasi ini pernah ditemukan 2 padmasana dari batu, 14 potongan arca batu, pipisan, lesung batu, manik-manik, serta keramik lokal dan asing.
Sesuai judul artikel ini, yang menyita perhatianku dari Candi Astano adalah hamparan padang bunga yang menghiasi jalan setapak menuju “gerbang” masuk candi. Lumayan indah kan?
Apa di zaman dahulu di sekeliling Candi Astano juga dipenuhi padang bunga seperti ini ya?
Candi-candi Buddha kan sering memakai relief bunga sebagai ornamennya. Apakah mungkin bunga yang sebetulnya juga menjadi penghias candi ini?
Bunganya kuning kecil-kecil. (Entah apa nama ilmiahnya)
Terus terang di dalam bayanganku selama ini candi-candi ya hanya sebatas bangunan purbakala dari batu yang disusun menumpuk. Nggak ada bayangan akan bunga hidup sama sekali.
Sayangnya, karena ukuran bunga-bunga kuning ini mungil, alhasil lumayan sulit untuk menghasilkan foto Candi Astano yang berhiaskan hamparan padang bunga.
Tapi, jujur deh. Semisal Pembaca bisa membayangkan hadir di sini, duduk di dekat hamparan bunga, kemudian memandang lepas Candi Astano....
“Oh, ternyata ada candi yang dikelilingi oleh hamparan bunga!”
Sesuatu hal sederhana yang bisa membuat senyum mengembang....
Sumber lain:
http://aktualsdn2.blogspot.co.id/2012/08/candi-astano.html
NIMBRUNG DI SINI
Candinya cakep ya. Kayaknya dikelola cukup baik dengan penataan bunga menjadi pekarangannya. Namun sayang, generasi kita hanya tau candi sebagai tempat wisata untuk foto, pacaran. padahal sejarahnya itu menarik ketika diulas. BIJAKsithikwae.
Yang jelas, ini candi untuk pemujaan, hehehe.
Btw, dengan bentuk dan luasan wilayahnya bikin keinget Candi Jiwa di Karawang yang terbentang luas bahkan jadi pulau-pulau di baratnya..
Memang sih kalau jauh dan agar bisa menyusuri kompleksnya yang luas yaitu dengan naik sepeda.
Selain bangunan candi utama, adakah candi-candi lain seperti candi-candi kecil yang bisa di tengok dengan berjalan kaki?
Candi-candi kecilnya tersebar di mana-mana. Yang dalam jangkauan 500 meter dari candi utama bisa dijangkau dengan berjalan kaki. :)
Keknya kalo ada kesempatan, mau nyoba ke tempat ini deh. Penasaran sama candi unyu ini.