Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Sebagai orang yang punya hobi blusukan ke air terjun, singgah di Dieng lebih dari tiga kali tapi BELUM PERNAH ke Air Terjun Sikarim itu tergolong DOSA BESAR!
Buat Pembaca yang belum tahu, di Dieng itu juga ada air terjun lho! Namanya ya itu tadi, Air Terjun Sikarim. Letak air terjun ini ada di Desa Mlandi, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Garung itu sebenernya bukan termasuk wilayah Dieng. Tapi rute paling enak buat ke air terjun Sikarim ini ya mesti lewat Dieng. Eh, lebih tepatnya sih lewat Desa Sembungan di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.
Desa Sembungan ini berjarak sekitar 8 km dari kawasan wisata Dieng dan punya julukan sebagai desa tertinggi di pulau Jawa. WOW! Berarti Air Terjun Sikarim ini air terjun tertinggi di Jawa ya?
Selamat datang di Desa Sembungan! Desa tertinggi di pulau Jawa.
Weits... jangan ambil kesimpulan dulu sebelum selesai baca ceritaku ini, hehehe.
Kabur Ngojek dari #FamTripJateng
Pada Kamis sore (4/12/2014), pas sehabis Ashar, aku memantapkan niat busukku buat “membelot” dari rombongan #FamTripJateng yang rencananya bakal melanjutkan perjalanan menuju Telaga Warna. Oleh karena aku nggak mau kawan-kawan travel blogger ikut terpapar dosa beratku selama ini #halah, aku memutuskan untuk pergi ke air terjun Sikarim sendiri saja.
Yes Pembaca! Sen-di-ri ... kurang kerjaan toh? Hehehe.
Sementara itu di tempat lain...
Pinjem fotonya mbak Siti Hajar.
Di pos ojek wisata Dieng itu aku pisah sama kawan-kawan yang lain. Entah apa yang ada di otak mereka pas melihat seorang blogger tiba-tiba kabur dari rombongan hanya demi melihat air terjun, hahaha. Karena nggak ada angkot ke arah Desa Sembungan, aku nyewa jasa ojeknya Mas Jamal buat nganter aku ke sana. Tarif resmi ojek (ditempel di pos ojek) ke Desa Sembungan itu Rp13.000 saja.
Butuh waktu sekitar 15 menit dari pos ojek wisata ke Desa Sembungan. Di gerbang masuk Desa Sembungan ditarik retribusi masuk sebesar Rp5.000 per orang. Sebenarnya, di tiket tertulisnya Rp6.000 per orang lho! Mungkin karena aku datang pada hari kerja jadinya dapet diskon yah?
Nggak bawa kendaraan tapi pingin keliling Dieng? Ojek solusinya!
Rute ke Air Terjun Sikarim menurutku sih lebih gampang daripada rute ke Bukit Sikunir. Persis di dekat pos retribusi Desa Sembungan, di seberangnya masjid, di dekat bak sampah, ada pertigaan kecil dengan papan arah ke Air Terjun Sikarim.
Katanya, untuk pergi ke Air Terjun Sikarim ya tinggal mengikuti jalan aspal saja. Nanti air terjunnya ada di pinggir jalan. Hmmm, sepertinya gampang ya?
Mas Jamal pun berbaik hati menawarkan diri untuk nganter aku supaya bisa lebih dekat sama Air Terjun Sikarim. Aku sih fine-fine saja. Paling ya nanti nambah ongkos ojek. Lagipula aku juga sudah sudah minta tolong juga ke Mas Jamal buat mengantar aku pergi-pulang dari pos ojek wisata – Desa Sembungan.
Kalau ke air terjun begini ceritanya kan enak, hahaha.
Mas Jamal yang berbaik hati mengantarkan sampai dekat air terjun.
Tapi, setelah melihat kondisi jalan 100 meter ke depan, pikiran enakku perlahan-lahan mulai sirna. Soalnya, jalan ke Air Terjun Sikarim ini RUSAK PUARAH!
Jalannya sih ya jalan aspal. Tapi mayoritas aspalnya sudah mengelupas. Yang tersisa tinggal batu besar-besar. Ditambah lagi kontur jalannya berwujud turunan tajam. Aku sendiri kalau disuruh bersepeda ke sini OGAH! Males nanti baliknya pasti harus nanjak jalan rusak...wew...
“Mas, saya sampai sini saja ya? Masnya nanti jalan kaki ke bawah ya?”, Mas Jamal pun berhenti di tengah jalan
“Lho? Motornya nggak bisa sampai bawah po Mas?”
“Takut nanti naiknya nggak kuat Mas”
Weh! Yang aku khawatirkan kejadian juga! Nasib apes ini mesti jalan kaki sampai bawah... doh!
“Lha dari sini sampai ke air terjunnya masih jauh Mas?”
“Ya kira-kira dari Desa Sembungan sampai kemari lah Mas. Nanti saya tunggu di sini aja ya.”
Lewat jalan kayak beginian sendirian. Kalau cewek mesti ga berani.
Jalan Sendirian ke Air Terjun Sikarim
Hatiku agak lega karena Mas Jamal bersedia nunggu aku di jalan antah berantah itu. Tapi ya aku masih was-was. Berapa lama lagi ya aku mesti menyusuri jalan rusak ini buat sampai ke Air Terjun Sikarim? Apalagi waktu itu sudah sore, kabut mulai turun, kadang-kadang gerimis, dan hawanya bukan main dinginnya...
Sekitar 20 menit jalan kaki, aku mulai dengar ada gemuruh air terjun. Tapi ya nggak kelihatan karena waktu itu kabutnya tebal banget. Pokoknya aku yakin saja buat ngikutin jalan aspal. Selang beberapa saat, kabut menghilang dan Air Terjun Sikarim pun mulai terlihat jelas dari kejauhan. Memang betul itu air terjunnya ada di pinggir jalan. Ayo semangat! semangat! yosh!
Air terjunnya sih kelihatan. Tapi jalan ke sananya kayaknya masih panjang.
Sekitar 10 menit kemudian aku “mengendus” ada jalan setapak untuk bisa lebih mendekat ke air terjun. Jalan setapak ini tanpa petunjuk arah lho Pembaca. Kalau bisa, mbok ya warga ngasih petunjuk arah gitu ya? Kan kasihan kalau ada pengunjung yang nyasar karena nggak punya bekal “ilmu penerawangan” kayak aku ini, hehehe.
Akhirnya ada adegan masuk hutan juga.
Kurang dari 100 meter melewati jalan setapak itu akhirnya sampai deh di dasar Air Terjun Sikarim. Alhamdulillah ya Gusti Allah SWT! Akhirnya, setelah berkali-kali ke Dieng sampai juga di Air Terjun Sikarim.
Misiku sukses! Yes!
Duduk dulu, memandangimu dari kejauhan sambil ngos-ngosan. Fiuh...
Air terjunnya merambat di sisi Bukit Sikunir. Kalau didaki jangan-jangan sampai Puncak Sikunir?
Kalau dipotret vertikal lumayan bagus juga, jadi lebih terlihat aliran airnya.
Air Terjun Sikarim itu kalau menurutku sih kurang fotogenik. Debit airnya kecil dan aliran airnya merambat di Bukit Sikunir. Alhasil kurang sip buat objek slow-speed. Apalagi pas itu lumayan banyak sampah di sana. Jadi ya seperti kebiasaan lama, aku panen sampah lagi deh di sana.
Tolong ya! Kalau berkunjung ke air terjun itu mbok ya JANGAN NYAMPAH lho! #emosi
Hasil panen di sore hari itu.
Nikmatnya Penderitaan Hanya Untuk Orang Sabar
Sekitar jam 5 sore aku cabut dari lokasi karena situasi mulai nggak kondusif. Kabut mulai tambah tebal dan gerimis turun lebih deras. Yang kurang sih tinggal bunyi sirene, biar mirip sama adegan di film Silent Hill. Terus habis itu muncul deh dhemit-dhemitnya, hahaha.
Tapi jujur. Walau di sini suasananya sepi, tapi aku nggak merasakan hawa dhemit yang mencekam. #sok.paranormal
Situasi yang kondusif untuk dhemit datang menyergap...
Selanjutnya adalah perjuangan berat jalan kaki kembali ke tempat di mana Mas Jamal berhenti nunggu aku. Seperti yang Pembaca tebak, medan jalan berubah jadi tanjakan terjal dan itu harus dilalui dengan ja - lan ka - ki. Duh!
Jadi, aku sarankan buat Pembaca yang fisiknya lemah, jangan coba-coba jalan kaki ke air terjun Sikarim karena medan pulangnya bakal berat banget! Padahal ya cuma jalan aspal lho... tapi tanjakannya bukan main...
Aku sampai lagi di tempat Mas Jamal nunggu dengan pakaian yang basah kuyup keringat seperti orang habis kehujanan. Total waktu 1,5 jam aku jalan kaki PP ke Air Terjun Sikarim sambil motret-motret. Lama juga ya?
Setelah ini pun penderitaan masih belum selesai, karena beberapa kali aku masih harus jalan kaki. Soalnya, motornya Mas Jamal nggak kuat nanjak di jalan rusak sambil boncengan.
Duh, nasib...
Nasib para pembonceng motor ya kayak gini... doh...
Tapi ya jangan terus-terusan meratapi nasib buruk gitu ah! Ingat dengan stiker yang nempel di helmnya Mas Jamal ini lho!
Mari kita hayati bersama-sama. Benarkah demikian?
Penderitaan seperti ini memang harus dinikmati. Jangan terus dibuat mumet dengan mendambakan yang enak-enak. Huahahaha
Nah! Buat Pembaca yang mau menguji kesabaran, cobalah singgah ke Air Terjun Sikarim ini dengan berjalan kaki. Pekerjaan rumah buat Pemda setempat adalah memperbaiki jalan aspal menuju air terjun ini biar nggak rusak-rusak banget. Seenggaknya motor gampang lewat lah. Soal kemiringan jalan yang terjal... mmm... biarlah itu jadi urusan lain.
Eh, Pembaca percaya nggak sih kalau “Urip iki nikmat. Ra sah digawe mumet”?
Catatan:
Kalau Pembaca mau baca-baca cerita perjalanan temen-temen travel blogger yang lain di acara #FamTripJateng kemarin boleh juga lho:
- Alid Abdul – Bermain Sambil Belajar di Perkebunan Teh Tambi
- Andika Awan – Keseruan #FamTripJateng 2014
- Ari Murdiyanto – Pondok Wisata Tambi, Tempat Bermalam di Tengah Kebun Teh
- Dzofar – Wisata Jawa Tengah: Keajaiban Rambut Gimbal di Dieng
- Fahmi Anhar – Kumpul Travel Bloggers di Wonosobo
- Firsta – From Plant to Pot: Tambi Tea Plantation
- Halim Santoso – Perjalanan Manis Buah Carica
- Idah Ceris – Bonus Plus-Plus Dari Bukit Sidengkeng
- Indri Juwono – Janji Kelak Menuju Dieng
- Krisna KS – Carica?? Ya Dieng!!
- Oryza – Kisah Kyai Kolodete dan Rambut Gimbal di Kalangan Masyarakat Dieng
- Putri Normalita – Visit Jateng : Anak Gimbal dan ‘Warna’ di Telaga Warna
- Rijal Fahmi – Kisah Perjalanan Teh Tambi
- Rinta Dita – Mencari Hangat dalam Semangkok Mie Ongklok
- Yofangga Rayson – Ayo Piknik, Jangan Kaya Orang Susah
- Yusmei – Rambut Gembel, Antara Rezeki dan Cobaan
NIMBRUNG DI SINI
Kapan ke sini lagi?
Sikon waktu itu jalanan yang menurun tajam plus tikungan-tikungan yang sudah tidak mesra lagi. Ditambah lagi bebatuan tajam dan licin (karena memang saat itu hujan) menjadi jalan yang harus dilalui. Batas kiri dan kanan jurang tanpa ada pengaman sama sekali.
Silent Hill. Sikon yang sangat cocok untuk menggambarkan suasana jalanan sore hari di tempat tersebut dengan gerimis berkabut tebal, perkebunan yang (sepertinya) sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun, beberapa jembatan yang kesanya hampir rubuh, jalanan yang sesekali dipenuhi dengan rumput gajah, serta bangunan lawas yang bikin merinding ketika melewatinya.
Saran jika ingin melalui jalan ini:
1. Urungkan niat atau pikir 100 kali terlebih dahulu.
2. Apabila memang ingin merasakan sensasi ngetrip yang ekstrim dan sedikit mistis, pastikan motor Anda dalam kondisi fit 100 (terutama rem dan ban).
Buat Mas Penulis, You are Rock !!
Kira2 2017 ini jalanannya masih rusak gak ya?
inihh...oooemmjii moga pas qkesna udah bagusan
dikit jalannya.hehe
\"gembrobyos\"...hehehe...atau malah keringatnya keluar berbentuk es
batu...hehehe...piss...
tapi keren juga kok mas,,, ajak\" dunk. heheh
capek dan belum sampai tujuan utama lagi, cuma nginep di homestay disana.. wacana ke
beberapa tempat menarik pun batal.. duh..
ke Kawah Chandradimuka mas
eh kemarin sempet dicari anak-anak pas di penginapan gara-gara kamu melipir ke sini :P
Maaf ya kalau tersinggung anggap sj sy yg jadul :)
Sipawon, Banjarnegara, yg dr Pejawaran.
Syahdu sekaliii aksesnya. . . :D
Yang penasaran itu sarung tangan karet buat pungut sampahnya, Ehmm bawa dari rumah
ata pinjem punya Mas Jamal kah?
Duh, yg buang sampah sembarangan itu benar-benar biadab....
Mbulusk resposive bangeettt kerennn ams Wijna.... wah saya jabat tangan bangett dah...
kalo samapi ada acara Travel Blogger Jogja..mas Wijna wajib jadi pembicaranya ini....
wajib....
Btw blognya habis di-salon to, kliatan rodok kriting... but its faster thou
kesabarannnya, hehehehe