Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Jumat, 22 November 2019, 21:02 WIB

Empat hari keluyuran di Pulau Lombok. Sudah empat hari pula perkara makan menganut paham “seketemunya-seadanya”.

 

Oleh sebab hal langka singgah di Lombok, semestinya pula dipuaskan menyantap makanan khas sana.

 

Tapi, apa boleh dikata....

 

Empat hari berlalu, dengan urusan makan mendapat prioritas yang kurang begitu signifikan dibanding menempuh perjalanan berjarak puluhan kilometer.

 

 

Sarapan

Akan tetapi, pada akhirnya kesempatan mengunyah makanan khas Lombok datang juga.

 

Tepat pada hari kelima. Pada Rabu pagi (9/5/2018), beberapa jam sebelum terbang meninggalkan Nusa Tenggara Barat.

 

Oleh karena hotel tidak menyediakan sarapan cuma-cuma, jadilah pada pukul 07.00 WITA, aku dan sang istri terlucyu berjalan kaki dari Jl. Palapa menyeberangi Jl. Panca Usaha. Semata-mata, demi menyambangi tempat makan dengan nama yang cukup menggoda.

 

Rumah Makan Sederhana

Murah Meriah

 

rumah makan sederhana mataram di jalan panca usaha

 

Singkat cerita, dipesanlah dua porsi nasi campur dan segelas teh panas. Air putih berwujud kemasan 240 ml. Adapun kerupuk dicomot guna membungkam orkes perut.

 

Singkat waktu, hadirlah dua piring nasi campur di meja makan. Kering tempe, abon daging (sepertinya ), tumis wortel & labu siam, serundeng-kacang, dan suwiran ayam pedas menjadi selimut nasi.

 

Mirip seperti nasi rames yang jadi santapan ketiga terfavorit di Warmindo. Tapi, nasi campur ini beserta jumlah lauk dan rasanya lebih bisa dipertanggungjawabkan.

 

Enak. Skornya 7,5 dari 10 lah.

 

Aku lagi nggak mood makan yang pedas-pedas pagi hari.

 

nasi campur khas lombok

 

Sepuluh menit kemudian makanan habis. Perut kenyang. Tibalah saatnya membayar.

 

Lumayan kaget. Dengan semua yang kami santap, satu lembar uang biru menyisakan kembalian selembar uang cokelat.

 

Sayang tak ada sesi tanya-jawab dengan ibu warung. Jadi, diasumsikan seporsi nasi campur setara dengan selembar uang hijau.

 

Benarkah segitu?

 

Jajanan

Misi Rabu pagi berlanjut dengan berburu jajanan. Perjalanan pulang masih panjang. Di tengah jalan, siapa tahu perut butuh camilan?

 

Jadi, disusurilah Jl. Palapa II ke selatan, menuju Pasar Karang Jasi. Sepanjang jalan banyak juga warung nasi. Mungkin harga nasi campur di sana lebih miring.

 

Tapi ya sudahlah....

 

Nggak ada lima menit, kami pun tiba di muka pasar. Di sana banyak cidomo terparkir. Sayang sekali sang istri belum berkesempatan menikmati sensasi naik cidomo.

 

tampak depan pasar karang jasi mataram

 

Pasar Karang Jasi pun dimasuki. Berkelilinglah kami melihat-lihat suasana pasar tradisional di pulau seberang.

 

Dibanding pasar tradisional Jogja, perbedaan yang mencolok adalah adanya lapak yang menjajakan perabot sesaji umat Hindu. Lapak hasil laut juga lebih banyak.

 

suasana di dalam pasar karang jasi mataram

 

Tak seberapa lama, ditemukanlah lapak jajanan pasar. Ia seakan terasing di antara lapak-lapak sayur-mayur dan hasil laut.

 

Jujur apa adanya, terbongkarlah kami sebagai warga negara bukan dengan nomor awal KTP 52. Sempat terpikir harga jajanan bakal berfluktuatif. Apalagi jika mempertimbangkan kamera yang sedari tadi terkalung.

 

penjual jajanan pasar karang jasi mataram

 

Akan tetapi, kembali terkejutnya ketika sang ibu bilang bahwa boleh membeli jajanan seharga berapa pun. Beli Rp2.000 diperbolehkan oleh sang ibu.

 

Hmmm, inilah nikmatnya pasar tradisional!

 

Sang istri pun membeli tiga jenis jajanan pasar. Masing-masing seharga Rp2.000. Mereka terbuat dari olahan singkong, jagung, dan kelapa.

 

jajanan tradisional pasar mataram yang terbuat dari jagung

jajanan tradisional pasar mataram yang terbuat dari singkong

jajanan tradisional pasar mataram yang terbuat dari ubi

 

Menjelang pukul delapan kami pun kembali ke hotel. Barang-barang bawaan masih menanti untuk dikemas.

 

Hikmah yang didapat pada pagi ini adalah pasar tradisional tetap menjadi tempat mencari makanan dengan harga yang ekonomis.


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!