Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Di hari Minggu siang (14/12/2008), pas melihat langit Kota Yogyakarta yang cerah sehabis hujan, tiba-tiba muncul rasa ingin keluyuran ke candi. Aku sempat mengontak Andreas, minta ditemani. Tapi dirinya menolak, karena langit di tempat tinggalnya mendung. Sedangkan menurutnya, cerahnya langit Kota Yogyakarta adalah pertanda hujan segera turun. Beh!
Ya sudah lah. Kalau begitu aku keluyuran ke candinya sendirian saja. Tapi... ke candi yang mana ya? Soalnya hampir semua candi yang ada di seputar Prambanan sudah aku "jajah". Pas lagi mikir-mikir, mendadak aku teringat isi e-mail yang dikirim Bapak tempo hari, tentang Candi Gunung Wukir di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Hmmm, kenapa nggak dicoba ke sana saja ya?
Seorang Diri ke Candi di Magelang
Setelah browsing-browsing sebentar di internet, aku dapat informasi letak Candi Gunung Wukir, yaitu berada di Dusun Carikan, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dari hasil browsing-browsing itu pula lah aku jadi tahu ada banyak pilihan candi di kabupaten Magelang yang sepertinya menarik untuk dijelajahi. Sebut saja Candi Ngawen, Candi Asu, Candi Lumbung, Candi Pawon, dsb.
Akan tetapi, mengingat cuaca, waktu, personil, dan alasan-alasan lain, maka candi yang aku pilih untuk aku jelajahi di hari Minggu siang itu ya tetap Candi Gunung Wukir. Faktor utamanya sih karena Candi Gunung Wukir tergolong dekat dari kota Yogyakarta, yaitu hanya sekitar 22 km.
Nah, berikut ini adalah panduan rute menuju Candi Gunung Wukir dari Yogyakarta.
- Karena tujuannya ke Magelang, ya ikuti saja Jl. Raya Yogyakarta – Magelang sampai melewati gapura perbatasan provinsi Yogyakarta – Jawa Tengah.
- Selepas melewati gapura perbatasan provinsi ini kita sudah masuk wilayah Kecamatan Salam, Magelang. Nah, sekarang tinggal mencari Dusun Carikan di Desa Kadiluwih.
- Ikuti terus Jl. Raya Yogyakarta – Magelang, sampai bertemu dengan Kantor Kecamatan Salam di sisi kiri jalan. Selang beberapa meter setelah kantor kecamatan itu ada pertigaan yang dijaga lampu lalu lintas. Tepatnya, ini lampu lalu lintas pertama setelah melewati gapura perbatasan Yogyakarta – Jawa Tengah. Di pertigaan tersebut belok ke kiri.
- Nah, sekarang sudah masuk wilayah di Desa Kadiluwih, tepatnya di Jl. Nglurak. Ikuti terus jalan tersebut sekitar 2 km. Nanti bakal bertemu dengan pertigaan kecil yang di sisi kanan jalannya terdapat toko kelontong "Thimur".
- Dari toko kelontong belok ke arah kanan. Beberapa meter setelahnya nanti ada pertigaan ke arah kiri di mana jalannya nggak beraspal. Ya, belok kiri masuk ke jalan tersebut dan sampai deh di Dusun Carikan! #senyum.lebar
Candi di Atas Bukit di Tengah Hutan
Candi Gunung Wukir berada di suatu perbukitan yang terletak di "belakang" Dusun Carikan. Pengunjung harus berjalan kaki untuk sampai ke lokasi. Jadi, silakan menumpang parkir kendaraan di kediaman warga setempat. Aku sih memarkir mobil di salah satu rumah warga yang merangkap menjadi bengkel. Eh iya, jangan lupa minta ijin lho! #hehehe
Menurut ibu yang aku temui, untuk menuju ke Candi Gunung Wukir lebih baik ditemani bapak juru kunci yang bernama Pak Widodo. Letak rumah beliau nggak jauh dari rumah ibu itu. Sayangnya, aku urung bertemu Pak Widodo karena sepertinya rumah beliau kosong. Menurut ibu itu, mungkin Pak Widodo kelelahan karena sedari pagi mengikuti pengajian. Weh!
Apa boleh buat. Aku terpaksa berjalan kaki sendirian ke Candi Gunung Wukir mengikuti petunjuk yang diberikan oleh ibu itu. Pas aku sedang jalan ke lokasi, beberapa anak dusun tertarik dan ikut menemaniku pergi ke candi. Ada Ahmad, Yuli, dan Wisnu. Wah, serasa seperti bersama anak-anak desa Kebondalem Kidul saja.
Medan menuju Candi Gunung Wukir adalah menembus hutan bambu. Jalannya ya jalan setapak yang licin. Untung saja ada anak-anak itu. Jadinya nggak perlu ada adegan nyasar, hehehe. #hehehe
Candi Gunung Wukir yang Terawat Baik
Kira-kira setelah 10 menit berjalan kaki, akhirnya sampailah di lokasi Candi Gunung Wukir. Bayanganku sebelumnya akan wujud candi yang ditumbuhi ilalang dan rumput liar hilang. Jujur aku lumayan kaget. Nggak menyangka, di puncak bukit ada kompleks candi yang bersih dan rapi. Ada pos jaga lengkap dengan papan informasi.
Menurut informasi yang aku dapat dari internet, Candi Gunung Wukir adalah candi Hindu tertua di Kabupaten Magelang. Ditambah lagi, dari ceritanya Ahmad, sebelum aku ada sejumlah umat Hindu yang bersembahyang di sini. Pantas saja kompleks candi ini terawat baik. Bisa jadi karena masih dipergunakan untuk ibadah.
Candi Gunung Wukir terdiri dari satu bangunan candi induk yang menghadap ke arah timur dan tiga candi perwara (pendamping). Di candi perwara yang tepat menghadap ke candi induk, berisi arca Nandi yang merupakan tunggangan Dewa Siwa. Candi perwara di kiri dan kanannya, diduga berisi arca angsa (tunggangan Dewa Brahma) dan arca garuda (tunggangan Dewa Vishnu). Sayang arca angsa dan arca garuda tersebut sudah tidak ada. #sedih
Tidak ada satupun bangunan di kompleks Candi Gunung Wukir yang berdiri utuh. Bangunan candi induk hanya menyisakan bagian lantainya saja dan yoni di tengah-tengahnya. Kalau dilihat dari ukurannya, kemungkinan bangunan candi induk ini hampir sama besarnya dengan candi induk di Candi Sambisari.
Di sekitar candi induk terdapat batu-batu candi yang ditempatkan dengan rapi. Selain arca nandi, aku tidak menemukan adanya arca lain. Ada hanya beberapa wadah air purba yang berbentuk semacam lumpang. Mungkin ini terkait dengan upacara sembahyang umat Hindu yang menggunakan air.
Asal-Usul Candi Gunung Wukir dari Prasasti Canggal
Salah satu keunikan lain dari Candi Gunung Wukir adalah keberadaan Prasasti Canggal. Oleh sebab itu, beberapa ada yang menyebut Candi Gunung Wukir sebagai Candi Canggal.
Prasasti Canggal merupakan prasasti bertanggal 732 Masehi yang ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Isi dari prasasti Canggal menceritakan keagungan Raja Sanjaya yang gagah berani menaklukkan musuh-musuhnya. Sebagai tanda kemenangannya, Raja Sanjaya kemudian mendirikan sebuah lingga di atas puncak suatu bukit.
Diduga kuat, lokasi lingga yang dimaksud adalah Candi Gunung Wukir ini. Sayang, lingganya sendiri sudah tidak ada. Prasasti Canggal sendiri kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Petualangan Selesai Saat Hujan
Karena hujan mulai turun, sudah saatnya aku menggiring anak-anak Dusun Carikan untuk mengakhiri petualangan di siang hari itu. Minimnya literatur di internet mengenai Candi Gunung Wukir ini membuatku bersemangat untuk pergi kemari. Ada juga sih blogger yang mengulas Candi Gunung Wukir, walau jumlahnya relatif sedikit.
Kadang aku berharap ada banyak literatur mengenai candi. Entah itu di toko buku atau di internet. Yah, semoga artikelku ini bisa membantu memperkaya khazanah literatur tersebut. Terutama tentang Candi Gunung Wukir.
Petualangan berikutnya masih di Magelang lho Pembaca! Nantikan ya! #senyum.lebar
Ah, gerimis memang menjadi musuh utama no.1 perkara fotografi di luar ruangan. Kalau terpaksa, ya bungkus saja kameranya rapat-rapat dengan lapisan kedap air semisal plastik. Kenapa juga hati menjadi gerimis? Mungkin karena momen yang diharap-harapkan sirna akibat tetesan air hujan, atau mengharapkan momen yang tidak tentu ditengah cuaca yang tidak pasti? Yang jelas tidak lucu kalau harus berbasah-basahan di tengah hutan kala hujan!
rasanya tdk nyaman gitu,pdhal siang hari lho...