Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Pada suatu malam di penghujung Januari 2016. Dalam suatu obrolan menjelang tidur, Dimas dengan tegas bilang kepadaku,
“Pokoknya harus ke (Candi) Borodubur Wis!”
Mendengar yang seperti itu, aku terkekeh dan membalasnya dengan pertanyaan,
“Lha kenapa Dim? Emangnya loe belum pernah ke (Candi) Borobudur?”
Dimas pun menjawab,
“Ya pernah sih. Tapi dulu banget pas gue kecil. Sekarang, mumpung gue lagi di sini, kan bisa mampir.”
SILAKAN DIBACA
Dan begitulah. Selepas menikmati pemandangan pagi dari Bukit Kendil, kami pun lanjut meluncur menuju Candi Borobudur. Sambil diselilingi foto-foto di pinggir sawah, sekitar pukul setengah 8 pagi akhirnya kami sampai juga di loket masuk Candi Borobudur.
“Loe bilang (Candi) Borobudur buka jam 7 Wis? Ini jam 6 udah buka!”, kata Dimas sambil menujuk papan keterangan jam kunjungan candi.
Ups!
Buat Pembaca yang belum kenal, sini aku kenalin dulu ini teman satu sekolah dari SD, SMP, sampai SMA dulu di Jakarta yang namanya Dimas itu.
Sebelum apply ke kerjaan baru touring dulu katanya.
Di penghujung Januari 2016 silam, Dimas ini dengan sepeda motornya melakukan perjalanan panjang dengan rute Jakarta – Bali – Jakarta. Nah, saat perjalanan pulang dari Bali menuju Jakarta, Dimas menyempatkan diri bermalam di kediamanku di Jogja. Akhirnya, ya kami jalan-jalan deh!
Kunjungan kami ke Candi Borobudur ini mengingatkanku pada salah satu fragmen cerita yang tertuang dalam buku Borobudur yang ditulis Pak Daoed Joesoef. Beliau bercerita, kunjungannya ke Candi Borobudur terjadi pada tahun 1953 bersama sahabatnya, Pak Prof. Adi Putera Parlindungan, yang kala itu sedang kuliah di Yogyakarta.
Mirip-mirip kan dengan kisahku dengan Dimas ini? Hanya saja, bedanya kami sudah bukan lagi anak kuliahan, hehehe.
Dulu beli cetakan pertama. Beberapa waktu lalu ke toko buku lihat yang cetakan kesekian.
Yang menarik untuk disimak dari cerita Pak Daoed Joesoef adalah saat beliau memaparkan bagaimana kondisi Candi Borobudur di tahun 1953 tersebut. Berikut adalah cuplikannya.
Kliping
Kami dapati Candi Borobudur dalam keadaan yang memprihatinkan. Lorong-lorongnya, yang penuh bertaburkan relief, tidak ada satu pun yang tegak lurus. Semuanya serba miring dan berlumut. Di sana-sini bahkan bermunculan tunas-tunas kecil pohon kayu yang tumbuh dari kotoran burung atau kelelawar.
Ketika kami tiba di situ, di halaman candi yang relatif luas, sepasukan TNI sedang latihan berbaris. Ada anak-anak desa yang bergerombol menonton latihan ini. Ada pula yang sedang bermain sepak bola atau sekadar berkejar-kejaran. Umumnya hanya bercelana tanpa berkemeja. Kemudian ada kambing, domba, dan ayam yang berkeliaran dengan bebas tanpa menghiraukan keberadaan candi.
Karena mengetahui sedang musim bulan purnama, sejak berangkat dari Yogyakarta kami sudah berniat untuk bermalam dan menikmati sinar bulan penuh di puncak candi. Rupanya, yang berniat begitu tidak hanya kami berdua. Sejak magrib, di halaman candi semakin ramai dengan penjual makanan dan minuman. Jumlah orang yang menaiki candi juga tidak sedikit. Maka dari itu, tidak mengherankan bila lorong-lorong candi menjadi kotor, penuh dengan buangan daun dan kulit pisang, kertas pembungkus, puntung rokok, tongkol jagung, dan sisa-sisa makanan lainnya, bagai tempat sampah saja.
Candi Borobudur yang kami kunjungi di hari Kamis (21/1/2016) itu jelas dalam kondisi yang sangat-sangat jauh lebih baik dari yang cerita pengalaman muda Pak Daoed Joesoef. Tidak ada lagi batu-batu miring, sampah-sampah, hingga kambing yang asyik merumput di halaman candi. Orang-orang pun tidak lagi bebas untuk beraktivitas di sekitar candi. Meskipun rasa-rasanya kok ya kepingin juga menikmati bulan purnama dari puncak Candi Borobudur ya? Hahaha.
Di tahun 1953, pas kamera masih jadi barang langka, pasti jarang yang foto-foto.
Berpuluh-puluh tahun selepas kunjungan perdananya ke Candi Borobudur, Pak Daoed Joesoef menginisiasi proyek besar pemugaran Candi Borobudur. Dengan dibantu sokongan dana dari UNESCO, proyek pemugaran yang dimulai sejak tahun 1973 ini rampung pada tahun 1983. Yup! Butuh waktu 10 tahun untuk memugar sang mahakarya sehingga wujudnya menjadi elok seperti yang saat ini kita saksikan.
Pada tahun 1991, UNESCO menetapkan Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia (world heritage site). Itu artinya, dunia internasional kini juga menaruh perhatian kepada Candi Borobudur. Ibaratnya, tidak hanya anak sekolahan yang penasaran dengan Candi Borobudur, melainkan juga orang-orang dari seluruh penjuru dunia.
Merekam dan melestarikan warisan budaya dan sejarah bangsa sudah menjadi suatu keharusan bagi setiap warga Indonesia. Termasuk kita yang sekarang sedang membaca artikel ini, hehehe.
Seperti apa peran yang bisa kita ambil untuk turut melestarikan Candi Borobudur?
Nah, Komunitas Yogyakarta Night at the Museum berupaya untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan menggelar sejumlah rangkaian acara berjudul “Aksi Untuk Borobudur” dari Jumat, 27 Mei 2016 hingga Minggu, 29 Mei 2016.
Pada Jumat, 27 Mei 2016 akan diselenggarakan sejumlah acara di Benteng Vredeburg Yogyakarta yaitu:
- Pameran “Wajah dan Cerita Borobudur” yang bakal menampilkan aktivitas pemugaran dan perawatan Candi Borobudur serta sketsa-sketsa karya Komunitas Indonesia’s Sketcher Jogja.
- Talkshow “Membangun Kebersamaan dalam Pelestarian Candi Borobudur” yang bakal mengupas perihal konservasi Candi Borobudur bersama para ahli arkeologi.
- Bedah Film “Access 360 World Heritage Borobudur” yang merupakan salah satu film produksi National Geographic bersama konservator Candi Borobudur.
Pada hari Sabtu, 28 Mei 2016 akan diadakan kampanye “Cinta Borobudur” di Titik Nol KM Yogyakarta. Ini adalah salah satu upaya untuk membenahi anggapan keliru yang menjangkiti benak sebagian besar masyarakat kita yang memandang Candi Borobudur hanyalah sebagai tempat wisata.
Sedangkan acara puncaknya di hari Minggu, 29 Mei 2016 adalah #KelasHeritage “Merawat Borobudur”. Pada acara ini para peserta akan diajak mengunjungi Candi Borobudur menggunakan kendaraan yang sudah disiapkan. Para peserta akan diajak berkeliling mengenal sejarah dan seluk-beluk Candi Borobudur. Selain itu, para peserta juga akan diajak untuk melakukan aksi bersih-bersih candi. Tentu bukan hanya memunguti sampah, melainkan juga membantu membersihkan lumut-lumut yang menempel di batu candi. Harapannya para peserta bisa lebih mengenal proses konservasi Candi Borobudur.
Nanti bisa main semprot-semprotan air juga nggak ya? #eh
Pembaca yang berminat mengikuti acara "Aksi Untuk Borobudur" (khususnya untuk #KelasHeritage) bisa menghubungi Komunitas Yogyakarta Night at the Museum di nomor handphone 0899 500 7066 atau twitter/instagram di @malamuseum.
Semoga, kelak acara ini juga akan menyasar candi-candi lain selain Candi Borobudur. Mungkin Pembaca sudah tahu ya kalau Indonesia ini punya seabrek warisan sejarah yang wujudnya candi beserta “sisa-sisanya”. Bisa dibilang, semua candi di Indonesia itu sama-sama butuh perhatian dalam hal pelestarian. Karena lambat laun kondisinya mengalami degradasi. Baik karena faktor alam maupun ulah manusia.
Sebagian candi-candi yang ada di Indonesia bisa Pembaca simak di tautan berikut ini.
Petugas dari Balai Konservasi Borobudur sedang beristirahat di sela-sela tugas mereka merawat Candi Borobudur.
Andaikan setiap candi memiliki petugas konservasi seperti ini...
Oh oh oh iya! Balik lagi ke ceritanya aku dan Dimas.
Kami berdua pun naik menuju puncak Candi Borobodur. Masih di tingkatan arupadhatu. Bukan ke puncaknya stupa induk lho.
Di sana kami foto-foto dan ngobrol-ngobrol. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk turun karena hari itu kami masih punya destinasi berikutnya.
Pas turun candi itulah aku nggak menduga Dimas bakal ngomong,
“Wis, keliling (candi) dulu yok!”
Kalau sesuai diktum pradaksina, kita berjalan kaki dengan relief ada di sisi kanan.
Awalnya, aku pikir Dimas seperti layaknya turis-turis kekinian yang hanya singgah di suatu tempat untuk foto-foto selfie. Jarang-jarang ada wisatawan yang mau berkeliling lorong-lorong di candi Borobudur yang ukurannya terbilang luas.
Kami pun mengelilingi sejumlah tingkatan di rupadhatu. Nggak mengikuti diktum pradaksina yang jelas . Ya, hanya sekadar berkeliling sambil mengamati relief-relief yang terpahat di dinding candi. Sayang aku nggak hapal dengan cerita di balik panel-panel relief kisah jataka dan gandawyuha. Andaikan tahu ceritanya, mungkin aku bisa bercerita ke Dimas. Ah, di saat-saat seperti ini kok aku jadi kepingin punya kamus khusus yang mengulas seluruh relief candi-candi di Indonesia.
Paling senang motret candi pas langitnya biru bersih.
Sayang foto-foto Borobudur di zaman dulu masih hitam-putih.
Menurutku, salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk melestarikan Candi Borobudur adalah dengan mempelajari nilai-nilai yang dimilikinya. Baik itu nilai arkeologis, nilai historis, nilai spiritual, nilai budaya, nilai keilmuan, dan lain sebagainya. Minimal seperti yang tercantum di buku-buku pelajaran sekolah itu lah.
Aku merasa cukup puas. Candi Borobudur di bulan Januari 2016 silam tetap berdiri megah seperti kunjunganku yang lalu-lalu. Semoga Candi Borobudur tetap lestari sehingga bisa disaksikan oleh generasi penerus kita. Semoga para pengunjung yang datang jauh-jauh demi menyaksikan Candi Borobudur seperti Dimas ini terpuaskan.
Terutama ya jangan sampai kejadian ngawur pemboman Candi Borobudur seperti yang terjadi di tahun 1985 silam terulang kembali hanya karena pandangan bahwa Candi Borobudur itu tidak lain merupakan... berhala raksasa.
Menurut Pembaca, apa sekiranya yang bisa kita lakukan agar candi-candi tetap lestari?
NIMBRUNG DI SINI
Terakhir kesini 4 tahun lalu ... sudah jauh lebih terawat dari kunjungan sebelumnya.
Hehehe....Semoga saya juga bisa mewujudkan impian tersebut. Sangat senang dengan ide Aksi Untuk Borobudurnya Mas. Semoga semakin banyak lagi orang yang menaruh peduli untuk setiap warisan budaya di negeri ini.
Aamiin, semoga pada masa mendatang orang-orang semakin peduli dengan kelestarian mahakarya peninggalan purbakala ini. :D
salam kenal mblusuk
Salam kenal juga! :D
Jika berkenan berkunjung ke blog saya ya...di imeher dot blogspot dot co dot id. :)
Siap! Segera meluncur! :D
BTW, sepi banget yaaaa, nek aku pas ke borobudur mesti tumplek blek wisatawan.
Harapannya sih, bisa terus ada dan dilestarikan ya Mas. Soalnya aku juga belum pernah ke situ... Hiks.. Doain deh... punya rezeki dan bisa dateng ke Jogja. :D
Aku doakan semoga dirimu bisa ke Jogja sekaligus mampir ke sini Ru. Aamiin. :D
Suka candi, tapi masih kesulitan untuk menceritakan...
Baru tau pernah ada pengeboman Borobudur. :o
Buat rekomendasi agan-agan yang mau ke Jogja, mungkin bisa beli tiket di sini Gan.. Ane kemarin beli murah banget dibanding tetangga yang lain. Semoga bisa membantu. :D