Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Hari Selasa (3/5/2016) silam, dalam perjalanan bermobil dari Jakarta menuju Yogyakarta, Bapak ngajak istirahat di Kota Purwokerto. Rencananya, perjalanan bakal dilanjutkan lagi pada esok hari.
Sekitar pukul 2 siang kami tiba dengan selamat di Kota Purwokerto. Berhubung matahari masih terang-benderang Bapak ngajak mampir ke Baturaden. Jaraknya lumayan dekat. Sekitar 15 km saja.
Baturaden adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Wilayah di kaki Gunung Slamet ini terkenal karena punya banyak lokasi wisata.
Aku sendiri sudah lama tahu tentang Baturaden. Tapi, seumur-umur ya baru sekali ini ke sini. Lha kan Baturaden itu jaraknya 170 km dari Jogja! Mau bersepeda ke sini ya pakai mikir-mikir dulu.
Berbeda denganku, Bapak bilang bahwa sewaktu masih duduk di bangku SMP beliau pernah diajak ke Baturaden oleh almarhum kakak tertuanya (berarti, pakdhe tertua-ku ). Jadi, mungkin Bapak ingin sedikit bernostalgia dengan kenangan semasa kecilnya di sini.
Aku sendiri malah lupa dulu pas SMP pernah main ke air terjun mana, hahaha.
SILAKAN DIBACA
Perjalanan dari Kota Purwokerto ke Baturaden berlangsung lancar dengan menyusuri Jalan Raya Baturaden ke arah utara. Di sepanjang jalan terdapat banyak papan petunjuk yang mencantumkan arah ke Baturaden. Jadinya, kemungkinan nyasar amat terminimalisir.
Mendekati ujung Jalan Raya Baturaden, papan petunjuk menuju ke berbagai lokasi wisata terlihat di mana-mana. Bagi kami, lokasi yang menjadi tujuan pemberhentian adalah Lokawisata Baturaden. Seingat Bapak, di situ ada air terjun.
Kami sampai di area parkir Lokawisata Baturaden bertepatan dengan waktu asar. Jadi, kami mampir dulu ke Masjid As-Syafir yang lokasinya dekat dengan parkiran. Hal yang buatku paling terkenang dari masjid ini adalah air berwudu yang DINGIN BANGET!
Eh, mungkin karena pas itu aku lagi kurang enak badan jadinya ya airnya terasa dingin banget.
Harga tiket masuk Lokawisata Baturaden adalah sebesar Rp14.000 per orang. Walaupun nggak semahal harga tiket masuk Curug Bidadari di Sentul, aku tetap merasa harga tiketnya ini lumayan mahal. Mungkin karena aku kebiasaan masuk curug nggak pakai bayar.
Akan tetapi, harga tiket yang segitu itu rupanya sepadan dengan suasana di dalam Lokawisata Baturaden. Aku perhatikan, Lokawisata Baturaden nggak ubahnya taman bersih yang tertata apik. Bahkan di salah satu sudut ada air mancur berukuran raksasa!
Karena suasananya yang bersih dan asri, sekelompok pengunjung (ibu-ibu + anak-anak) terlihat menggelar acara piknik di atas rumput. Kalau di Jogja apa ada ya tempat untuk piknik semacam itu?
Wahana permainan anak di Lokawisata Baturaden juga cukup beragam. Ada komedi putar, kereta-keretaan, ayunan, jungkat-jungkit, dsb. Buat para orang tua yang membawa anak kecil, sepertinya ini adalah sarana untuk memudahkan kegiatan menyuapi makanan.
Di dalam Lokawisata Baturaden terdapat banyak pedagang kaki lima. Mereka menjual makanan, minuman, dan suvenir. Untungnya mereka ini terkonsentrasi di sejumlah tempat. Jadi, nggak membuat Lokawisata Baturaden terlihat semrawut.
Ada juga sejumlah bapak-bapak berseragam yang menjajakan jasa foto langsung jadi. Melihat keberadaan mereka aku jadi gumun. Pada zaman ini ketika orang-orang lebih senang berfoto selfie pakai kamera smartphone, seberapa banyak sih pengunjung yang tertarik memakai jasa mereka? Toh, untuk menebus jasa mereka kan ya harus merogoh kocek yang nggak sedikit kan?
Ke-gumun-anku itu muncul salah satunya karena mendapatkan tatapan kurang enak dari mereka. Apa mungkin karena aku wira-wiri di sekitar mereka sambil mengalungkan DSLR ya?
Setelah menyusuri jalan yang membentang dari gapura masuk, tibalah aku di tepian sungai. Tepian sungai ini dipenuhi beragam batu-batu sungai berukuran cukup besar. Jika melihat dari bentuk dan jenis batuannya, sepertinya berjuta-juta tahun yang lalu sungai ini adalah jalur lahar dari Gunung Slamet purba.
Sayangnya, suasana alami di sungai ini terasa kurang syahdu. Selain karena banyaknya pengunjung, aku amati beberapa bebatuan sungai sudah terkena “campur tangan manusia”. Yah, mungkin semata-mata demi membuat pengunjung menjadi lebih nyaman.
Di sekitar tepian sungai juga terdapat sejumlah papan peringatan agar pengunjung berhati-hati karena banjir bisa sewaktu-waktu datang. Wah, ternyata ya ngeri juga ya sungai di Lokawisata Baturaden ini? Apa di sini juga bersiaga tim SAR atau keamanan yang sewaktu-waktu bisa datang menolong pengunjung pada saat banjir mendadak datang ya?
Nggak seberapa jauh menyusuri aliran sungai, terlihatlah air terjun yang mengalir di antara tebing. Mungkin karena hari sudah beranjak sore jadinya nggak ada pengunjung selain aku yang menjamah kawasan air terjun. Suasana sepi seperti ini jelas memudahkan untuk memotret.
Pada waktu itu air terjunnya nggak begitu deras. Aku sih menduga, pada puncak musim hujan pun air terjun ini juga nggak bakal terlalu deras sehingga bisa membuat kamera basah kuyup.
Di dasar air terjun terdapat kolam yang lumayan luas. Semakin ke tengah kedalamannya semakin dalam. Dengan senantiasa berhati-hati, kolam di dasar air terjun ini cocok sebagai tempat bermain air.
Jujur, sebetulnya aku agak malas buat memotret air terjun ini. Malasnya bukan karena air terjunnya terlihat kurang fotogenik, tapi karena aku malas menceburkan kaki di dalam sungai. Lha, tadi air buat berwudu di masjid saja dingin banget, apalagi air sungai ini?
Nggak ada sudut pemotretan yang sip kalau memposisikan diri di pinggir sungai. Karena itu, untuk menghasilkan foto di atas, mau nggak mau aku harus berbasah-basahan ke arah tengah kolam. Karena memang pada dasarnya malas aku memotret air terjun itu tanpa tripod dan filter ND.
Nah, pas aku mau bersiap menyudahi motret, datanglah seorang bapak-bapak mendekati kolam air terjun. Si bapak kemudian mengeluarkan alat pancing dan melayangkan umpan ke tengah kolam.
Pikirku, kok bisa si bapak pemancing diperbolehkan masuk ke Lokawisata Baturaden? Apa dia juga membayar tiket masuk? Dan yang penting, memang boleh ya mancing di kolam air terjun ini?
Yang jelas, si bapak pemancing itu membuat pemotretan air terjun menjadi sedikit lebih menarik.
Selesai memotret air terjun, aku menghampiri Bapak dan Ibu yang sedang duduk-duduk di salah satu gazebo. Rupanya Bapak sedang men-googling-googling hotel mana yang menjadi tempat peristirahatan kami pada sore ini.
Aku sendiri hanya ingin segera tidur ditutupi selimut tebal. Badanku rasanya dingiiin banget setelah mencemplungkan kaki ke sungai.
Semoga besok kondisiku segera baikan. Belum sampai di Jogja masak sakit?
NIMBRUNG DI SINI