Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Pada hari Rabu pagi (4/5/2016), dalam kondisi yang masih setengah tidur, sayup-sayup aku mendengar Bapak bertanya,
“Hunting curug, Mas?”
Beberapa tahun silam, ajakan yang seperti itu, boleh jadi bagaikan godaan yang mampu menyadarkanku secara kilat dari alam mimpi. Suatu hal yang bisa memompa semangat dari ujung kaki hingga ke pucuk kepala.
Akan tetapi, kali ini kalau aku boleh jujur, sebetulnya aku lebih memilih tidur daripada harus menyambangi air terjun. Apalagi kalau nanti harus berbasah-basahan.
Lha yo adegan langka banget toh, seumpama ke air terjun nggak pakai acara basah?
Mumpung di Banyumas Sekalian ke Curug Cipendok
Setelah menuntaskan misi “keluyuran” dari Riau, dilanjut ke Kepulauan Riau, dan pada akhirnya mendarat di Jakarta, aku merasa kondisi fisikku mulai nge-drop. Staminaku sepertinya terjun bebas sampai batas 50%.
Tenggorokan rasanya nggak enak.
Pas menelan agak sakit.
Ingus meler.
Plus, dua gigi yang bolong cenat-cenut dari semalam.
Gimana? Banyak kan penyakitnya?
Tapi ya Alhamdulillah, suhu badan nggak panas dan kepala nggak pusing. Tambah satu penyakit lagi, bakal KO-lah diriku....
Pagi ini bangun tidur langsung disapa sama si Slamet. Gunung Slamet maksudnya.
Tapi ya, berhubung sedang singgah di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kalau dipikir-pikir ya sayang juga bilamana melewatkan kunjungan ke air terjun. Dengar-dengar, Banyumas itu gudangnya air terjun eksotik. Salah satunya adalah Curug Cipendok, yang konon merupakan air terjun tertinggi dan terbesar se-Banyumas.
Wow....
Oleh sebab itu, dengan sisa-sisa nyawa yang berhasil aku kumpulkan, aku bangun dan lantas bersiap-siap. Aku memilih nggak mandi. Sebab, pas berwudu untuk salat Subuh saja aku menggigil. Semoga nanti setelah sarapan dan terkena sinar matahari pagi, kondisi badan jadi agak baikan.
Ya... semoga....
Rute Perjalanan ke Curug Cipendok
Di perjalanan kali ini, kami bepergian naik mobil yang bertolak dari Jakarta. Rute perjalanan ke Curug Cipendok yang akan aku jelaskan di bawah ini, ideal bila ditempuh menggunakan kendaraan pribadi.
Curug Cipendok terletak di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dari penginapan yang terletak di kawasan wisata Baturaden, kami terlebih dahulu meluncur menuju Kota Purwokerto. Dari Kota Purwokerto barulah kami mengarah ke Curug Cipendok.
Dari Kota Purwokerto lurus saja ke arah Ajibarang.
Rute termudah menuju Curug Cipendok adalah melalui Jl. Raya Cipendok. Pertigaan dengan cabang jalan ke Jl. Raya Cipendok terletak di ruas jalan raya kabupaten yang menghubungkan Desa Pernasidi di Kecamatan Cilongok dengan Kota Purwokerto. Jalan ini sekaligus merupakan jalan raya yang menghubungkan Kecamatan Ajibarang dengan Kota Purwokerto.
Jalan raya kabupaten ini nggak seberapa lebar dan banyak dilintasi oleh bus dan truk. Alhasil, melaju dengan kecepatan tinggi serta mendahului kendaraan merupakan atraksi yang lumayan sulit dipraktekkan. Kota Purwokerto dan pertigaan dengan cabang jalan ke Jl. Raya Cipendok itu berjarak sekitar 12 km.
Ikuti Jl. Raya Cipendok ke utara sampai mentok ketemu pertigaan.
Usai tiba di Jl. Raya Cipendok, panduan arah menuju Curug Cipendok terbilang mudah. Cukup ikuti Jl. Raya Cipendok sampai ke ujungnya (utara, arah Gunung Slamet). Jarak dari ujung ke ujung Jl. Raya Cipendok ini sekitar 7 km.
Ujung dari Jl. Raya Cipendok berwujud suatu pertigaan yang dikenal dengan nama Pertigaan Menggala. Di Pertigaan Menggala ini ambil cabang jalan ke arah kanan (timur). Sekitar 1 km dari pertigaan ini nanti sudah berjumpa dengan gerbang masuk ke kawasan wisata Curug Cipendok. Horeee!
Jadi, bila ditotal jarak dari Kota Purwokerto menuju gerbang masuk ke Curug Cipendok ini ada kurang-lebih ya sekitar 20 km. Bila kondisi lalu lintas lancar (dan hapal jalan ), boleh jadi hanya membutuhkan waktu tempuh kurang dari 45 menit.
Tantangan Menuju Curug Cipendok
Yang menjadi tantangan mendebarkan di Jl. Raya Cipendok ini adalah tanjakan-tanjakan yang silih berganti datang menghadang! Seingatku, untuk bisa sampai ke gerbang masuk Curug Cipendok harus melewati sekurang-kurangnya 8 tanjakan! Sebagian besar tanjakan itu pun wujudnya jalan yang meliak-liuk. Wew...
Meskipun kemiringan tanjakan-tanjakan ini nggak sekejam Tanjakan Cinomati, bagi Pembaca yang berniat berkunjung ke Curug Cipendok harap pastikan kendaraan berada dalam kondisi prima. Soalnya ya bukan cerita baru bilamana kendaraan mogok pas dipakai nanjak ke Curug Cipendok.
Satu dari sekian banyak tanjakan yang menggoda buat dilibas pakai sepeda, hohoho.
Selain tanjakan, tantangan mendebarkan berikutnya adalah jalan yang rusak! Ini kami alami sewaktu melintasi ruas jalan dari Pertigaan Menggala menuju gerbang masuk Curug Cipendok.
Untungnya, ruas jalan rusak ini sedang dalam proses perbaikan. Tapi ya itu, berhubung saat kami ke sana ruas jalannya sedang diperbaiki, alhasil kami harus bersabar menunggu hingga para pekerja-pekerja rampung menyelesaikan pekerjaan agar jalan bisa dilewati mobil.
Nunggu aba-aba sampai jalan bisa dilewati.
Semoga setelah jalannya diperbaiki nggak rusak-rusak lagi ya.
Cara Alternatif ke Curug Cipendok Naik Angkutan Umum
Sepengamatanku, pengunjung juga bisa menuju ke Curug Cipendok dengan menggunakan angkutan umum. Ini untuk menghindari kejadian seumpama kendaraan pribadi nggak kuat dibawa nanjak.
Angkot yang wira-wiri di Jl. Raya Cipendok ya hanya angkot biru ini.
Dari Kota Purwokerto bisa naik bus yang ke arah Ajibarang dan turun di pertigaan Jl. Raya Cipendok. Di pertigaan Jl. Raya Cipendok itu ada terminal angkot desa. Di sana naik angkot biru ke kantor desa. Setelahnya, dari kantor desa menuju Curug Cipendok bisa dengan berjalan kaki (agak jauh sekitar 5 km) atau menyewa jasa ojek.
Penginapan Murah Tersebar di Sekitar Curug Cipendok
Bila kecapekan, kemalaman, atau memang ingin berniat bermalam di kawasan wisata Curug Cipendok, di sepanjang jalan menuju Curug Cipendok ada banyak pondok penginapan sederhana yang menawarkan kamar dengan tarif Rp40.000 per malam. Semoga betulan ya ini, bukan malah penginapan “abal-abal”.
Kalau menyimak daftar fasilitas yang tercantum di spanduk promosi sih sepertinya penginapan-penginapan murah ini lumayan oke. Ada air panas (penting banget), televisi, spring bed, parkir mobil, dan kamar mandi dalam.
Penawaran-penawarannya sepertinya menarik.
Semisal Pembaca pernah bermalam di salah satu penginapan dekat Curug Cipendok tersebut, boleh juga cerita-cerita pengalamannya. Aku penasaran soalnya, hehehe.
Tantangan Berlanjut Selepas Gerbang Masuk Curug Cipendok
Kawasan wisata Curug Cipendok berada di bawah pengelolaan Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Timur. Oleh sebab itu, boleh dikata kawasan wisata Curug Cipendok sudah tertata lumayan apik. Untuk memasuki kawasan wisata Curug Cipendok, pengunjung dipungut retribusi Rp7.000 per orang dan Rp10.000 untuk mobil.
Dari gerbang masuk ke lokasi parkir kendaraan jaraknya sekitar 1 km. Medan jalan juga belum sepenuhnya “jinak” alias masih diselingi oleh turunan – tanjakan yang untungnya nggak begitu tajam.
Untuk sampai ke lokasi parkir medannya masih roller-coaster.
Hari itu, mungkin kami datang bukan di waktu yang tepat. Lagi-lagi, di tengah jalan kami “dihadang” oleh para pekerja yang sedang mempersiapkan pekerjaan mengaspal jalan. Jadi ya, terpaksa kami harus bersabar (lagi) menanti para pekerja ini merampungkan pekerjaannya agar mobil bisa lewat.
Hadeh....
Nunggu lagi deh sampai mobil bisa lewat....
Apa karena beberapa hari lagi long weekend ya? Jadinya banyak proyek perbaikan jalan untuk memfasilitasi wisatawan?
Dilanjut Jalan Kaki ke Curug Cipendok
Dari lokasi parkir kendaraan menuju ke lokasi Curug Cipendok, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 500 meter. Medan jalan yang harus dilalui berupa jalan batu yang berundak-undak.
Muat untuk parkir bus juga lho!
Aku senang karena di kawasan wisata Curug Cipendok ini lumayan bersih dari sampah!
Warung-warung sekaligus lapangan rekreasi anak letaknya berada di dekat lokasi parkir kendaraan, sebelum menapak ke jalur hutan. Ini adalah satu-satunya lokasi warung yang terdekat dari Curug Cipendok. Jadi, kalau mau membeli bekal, di sinilah tempatnya.
Satu-satunya lokasi pengisian bahan bakar perut.
Dahulu, pernah ada masanya ketika aku senang lari-lari dan main mainan yang seperti ini.
Aku yang masih merasa badannya belum fit, berjalan gontai di belakang menemani Ibu yang juga berjalan pelan. Ibu sudah nggak melangkah selincah dulu bila dibandingkan saat ke Curug Cilember beberapa tahun silam. Semestinya, kalau di sepanjang jalan ini dilengkapi dengan beberapa bangku, kan ya lumayan bisa dipakai untuk duduk-duduk istirahat.
Benar-benar mendamba ada 1-2 lokasi berbangku di sepanjang jalan ini.
Toilet di Dekat Curug Cipendok dan Peristiwa Itu...
Kira-kira setelah 15 menit berjalan kaki dari lokasi parkir, akhirnya sampai juga di titik istirahat. Di sini ada sejumlah bangku dan juga bangunan permanen yang tidak lain adalah... toilet!
Di sinilah terjadi peristiwa yang nggak aku sangka-sangka...
Perutku mendadak mules....
Aku pingin NGENDOG!
Doh!
Masuk toiletnya gratis, jadinya bebas ngendog sesuka hati!
Kok ya bisa-bisanya aku kebelet ngendog di tengah perjalanan ke air terjun?
Kok ya bisa-bisanya di dekat air terjun ya ada toilet?
Ini benar-benar suatu kebetulan yang seumur-umur hidup baru sekali ini aku alami.
Tanpa pikir panjang, langsung aku masuk ke salah satu dari dua bilik toilet yang seluruhnya available. Begitu masuk dan menatap tempat di mana aku bakal “bertelur”, aku memutuskan untuk keluar lagi dan melongok ke bilik sebelah.
Beh! Ternyata kondisinya sama saja!
Berhubung darurat jadi nggak sempat mencari inspirasi sambil ngendog.
Semisal aku ini cewek, mungkin ya nggak bakal aku bisa ngendog di toilet semacam ini. Mana pintunya nggak bisa dikunci pula!
Tapi, berhubung aku cowok dan sudah merasa-harus-sangat-amat-perlu untuk melakukan “pembuangan”, jadinya ya...
Bodo amat mau jorok, mau kotor kek!
Perkara cebok-nya, nanti lah dipikir belakangan.
Pokoknya ada lubang kloset, ada air... aman!
Kemudian....
Aduh...
Kok endog-nya encer...
Aku DIARE!
Ya Allah SWT, cobaan apa lagi ini?
Sudah tenggorokan sakit, pilek, gigi cenat-cenut, ditambah diare pula...
Tapi aku harus SETRONG!
Soalnya aku belum motret Curug Cipendok, hehehe.
Menahan Diare Sampai ke Dasar Curug Cipendok
Bapak dan Ibu memilih untuk menikmati Curug Cipendok dari bangku-bangku di dekat bangunan toilet. Di lokasi ini, pengunjung bisa menikmati pemandangan Curug Cipendok dari ketinggian.
Hanya saja lokasinya nggak banget. Dekat toilet gitu lho!
Misalkan pohon-pohon pisangnya ditebang mungkin pemandangannya lebih sedap dipandang.
Aku sendiri kurang puas memotret Curug Cipendok dari dekat toilet. Sehingga, aku pun masih lanjut “nyari perkara” dengan terus menyusuri jalan batu yang mengarah ke dasar Curug Cipendok.
Seumpama nanti di tengah perjalanan aku kebelet ngendog lagi ya...
Dipikir nanti sajalah!
Aku sudah ikhlas dan menerima resiko seumpama ada musibah “bocor” di tengah jalan.... #plis.jangan.dibayangkan
Untung turun ke dasarnya nggak jauh-jauh amat seperti di Curug Cimahi, Bandung.
Selain aku, hanya ada sepasang muda-mudi di dasar Curug Cipendok.
Eh, berarti akunya sebagai yang ketiga itu setan dong?
Dari toilet menuju ke dasar Curug Cipendok hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit dengan berjalan kaki. Semakin ke bawah, angin berhembus semakin kuat. Butiran-butiran air Curug Cipendok pun ikut berterbangan terbawa angin. Alhasil, selain bikin pakaian basah, juga bikin kamera ikut basah.
Jaga jarak dari Curug Cipendok. Semakin dekat ke air terjun, anginnya semakin bikin basah.
Di tengah kondisi yang benar-benar nggak nyaman untuk memotret ini, aku sukses mengabadikan Curug Cipendok dengan teknik slow-speed selama 4 detik. Kebetulan di waktu itu angin mendadak berhenti bertiup. Di luar kebetulan itu, nggak ada jaminan kalau lensa kamera bakal bersih dari terpaan air yang terbawa angin.
Ada air terjun lain!? Tapi kalau ke sana, nanti pantat keburu jebol ini. Hadeh....
Sebetulnya, aku masih penasaran untuk menjelajah dasar Curug Cipendok untuk menemukan sudut-sudut fotografi yang cantik. Akan tetapi, berhubung kena sedikit air saja aku masih menggigil, ditambah perut sudah mulai “bergejolak” lagi, terpaksalah aku mengurungkan niat dan buru-buru balik ke... toilet!
Alhamdulillah, untuk yang kedua kali aku masih bisa selamat sampai ke dalam bilik toilet.
Ya, ngendog lagi lah!
Masih diare pula....
Kemudian merenung,
salah makan apa ya aku kok bisa-bisanya sampai diare begini....
Menutup Kunjungan ke Curug Cipendok
Dengan langkah gontai aku balik menyusuri jalan hutan, kembali ke warung, tempat di mana Bapak dan Ibu menunggu anak sulungnya selesai motret sambil meneguk teh hangat.
Perjuanganku bersakit-sakit ria ini masih jauh dari kata selesai. Sebab, dari Curug Cipendok menuju Yogyakarta, aku menahan diri supaya nggak kentut. Takutnya, kalau aku kentut, nanti “telur”-nya ikut keluar dan berceceran. #plis.ini.juga.jangan.dibayangkan
Secara umum, aku senang berkunjung ke Curug Cipendok. Air terjunnya menurutku lumayan fotogenik. Tapi terutama karena di dekat lokasi air terjun ada toilet! Jadinya kan aku bisa ngendog DUA KALI! Hahaha. XD
Jarang-jarang kan ada toilet di dekat air terjun?
Paling kan hanya sebatas bilik istirahat atau bilik untuk berganti pakaian saja.
Di dekat kawasan wisata Curug Cipendok ini juga ada obyek menarik lain yaitu Telaga Pucung. Konon kabarnya, Telaga Pucung ini juga fotogenik, tapi ya aku nggak sempat ke sana. Mungkin lain kali deh ya. Semoga kalau ke sini lagi pas nggak sakit.
Pembaca pernah bersakit-sakit ria ke air terjun juga?
NIMBRUNG DI SINI
Jadi kepengen kesana besok. Hehehehe.