Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Yang terbayang di kepala begitu mendengar kata “pulau” adalah “pantai”.
Yang terbayang di kepala begitu mendengar kata “pulau” adalah daratan yang tak seberapa luas, di tengah laut, dikelilingi rimbun pohon kelapa, dan berbataskan pantai-pantai berpasir putih.
Begitu pula ketika mendarat di Pulau Lingga. Pulau terbesar di wilayah Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau.
Satu pertanyaan seakan muncul secara otomatis,
“Pantai di Pulau Lingga kayak apa ya?”
SILAKAN DIBACA
Berdasarkan hasil penelusuran via Google, sepertinya Pulau Lingga kurang begitu tenar di jagat maya. Demikian pula untuk urusan pantai-pantainya.
Dari sebaran informasi yang serba minim itulah aku ngerasa kalau pantai-pantai di Pulau Lingga ini amat sangat misterius. Alhasil, muncullah ekspektasi yang lumayan tinggi, hahaha.
Mbuh pantai yang mana dan di sudut pulau yang sebelah mana. Pokoknya, aku wajib menginvestigasi pantai di Pulau Lingga! Semuanya aku serahkan kepada Mawan, pemuda asli Lingga yang menjadi teman blusukan-ku pada hari Rabu (30/4/2016) silam.
Mawan, kawan baru di Pulau Lingga.
Jadi, selepas berkunjung dari Benteng Bukit Cening aku bilang ke Mawan kalau aku ingin menyambangi pantai. Pikirku, dari puncak Benteng Bukit Cening kan hamparan laut sudah kelihatan. Mestinya, lokasi pantai ya nggak begitu jauh dari situ toh?
Tanpa banyak bertanya Mawan menyanggupi permintaanku. Untuk yang kesekian kalinya, aku pun kembali duduk manis di jok belakang sepeda motor yang dikemudikan Mawan.
Sepeda motor pun kembali melaju menyusuri jalan raya Pulau Lingga yang lebar, beraspal mulus, dan amat sangat lenggang. Saking lenggangnya jumlah kendaraan yang berpapasan saja bisa dihitung dengan jari!
Serasa jalan raya milik simbah sendiri pokokmen. #eh
Pemandangan jalan raya di Pulau Lingga.
Semak belukar adalah pemandangan yang umum di sepanjang jalan. Eh, boleh juga sih kalau disebut hutan. Rumah-rumah warga juga jarang banget. Jadinya kalau di tengah jalan mau nanya orang ya repot.
Aku pun sempat kepikiran, kalau ada orang yang mengeluh susah nyari tanah buat bangun rumah, mungkin dia sekali-kali perlu main ke Pulau Lingga. Tanah kosongnya masih banyak! Hahaha.
Di tengah jalan, tiba-tiba Mawan membelokkan sepeda motornya keluar dari jalan aspal dan berpindah ke jalan berkerikil merah. Mawan bilang kalau mau ke pantai ya lewatnya jalan offroad ini. Waduh!
Sama sekali nggak ada petunjuk ini jalan menuju pantai...
Perlu diketahui, di sepanjang jalan aspal aku sama sekali nggak melihat papan petunjuk yang mencantumkan arah dan nama pantai! Jadi, seandainya aku nggak diantar sama Mawan mungkin 100% aku bakal nyasar!
Nggak seberapa lama menyusuri jalanan offroad, kami pun tiba di hamparan tanah berumput. Mawan memarkirkan sepeda motornya dan mengajakku berjalan kaki menembus semak-semak rindang.
Ternyata, di balik semak-semak itulah pantainya berada! Waow!
Akhirnya bisa menapakkan kaki di pantai di Pulau Lingga.
Mawan bilang inilah salah satu pantai tersohor di Pulau Lingga. Namanya Pantai Pasir Panjang. Sesuai namanya (yang juga bisa dicermati pada foto di atas), bisa jadi pantai ini diberi nama demikian karena garis pantainya yang lumayan panjang.
Pantai Pasir Panjang sejenis dengan pantai-pantai di Pulau Belitung. Pasir pantainya putih. Ombaknya lembut. Cocoklah sebagai tempat main anak-anak. Ditambah lagi, Pantai Pasir Panjang ini bersih dari sampah! #senang
Serupa seperti objek-objek wisata di Pulau Lingga yang hari ini aku sambangi, Pantai Pasir Panjang sepi orang! Pengunjung pada saat itu ya hanya kami berdua thok. Meski demikian, Mawan bilang kalau pas musim libur lebaran pantai ini bakal ramai banget.
Apa iya ya? Penasaran deh.
Belum sempat keliling-keliling pantai lebih jauh tahu-tahu...
Pas aku sedang asyik-asyiknya memotret pemandangan Pantai Pasir Panjang di atas, eh, tiba-tiba hujan turun! Hujannya nggak begitu deras sih, tapi males aja kan kalau basah.
Untung di dekat tempat sepeda motor diparkir ada bangunan kedai. Jadi, aku dan Mawan pun numpang berteduh di kedai tak berpenghuni tersebut.
Sambil menunggu hujan reda aku sempat melihat-lihat isi bangunan kedai. Yang aku dapati hanya meja-meja kayu yang berdebu. Di dalam dapur juga nggak ada satu pun peralatan masak. Aku jadi menduga kalau bangunan kedai ini sudah lama nggak dipergunakan.
Apa mungkin karena pengunjung pantai sepi jadinya tutup?
Apa mungkin hanya buka pada saat musim liburan saja?
Oooh! Jadi nama lengkapnya Pantai Pasir Panjang Karang Bersulam.
Eh, tapi mana karang-karangnya ya?
Pikirku, seumpama Pantai Pasir Panjang ini ada di Pulau Jawa pasti kondisinya bakal lebih hidup. Di sepanjang pantai pasti banyak kedai-kedai yang berdiri. Orang-orang yang singgah pasti juga lebih banyak. Alhasil, sampah-sampah yang berceceran pun jadi banyak deh. #eh
Mungkin, seperti inilah wujud pantai yang masih alami.
Mungkin, seperti inilah wujud pantai sebelum terkenal.
Mungkin, seperti inilah kondisi pantai yang terabadikan waktu.
Lha, bisa jadi toh kondisi Pantai Pasir Panjang setahun, dua tahun, tiga, empat, sampai lima tahun yang lalu nggak berubah sama sekali dari foto di atas itu toh?
Kira-kira kapan ya Pantai Pasir Panjang bakal berubah drastis?
Apakah bakal terjadi?
NIMBRUNG DI SINI
bikin artikel tentang pemandangan disana
hihi
cocok juga buat para APai ....
Padahal pantai bagus gitu di Jawa mah nggak bakal sepi hehehe.