Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Aku nggak menghitung sudah berapa kali Pak Izul aku berondong dengan satu pertanyaan yang sama,
“Bisa Pak?”
Sambil terus berusaha mengendalikan laju motor RX King-nya, Pak Izul selalu dan selalu menjawab pertanyaanku itu dengan jawaban yang sama,
“Tenang Mas! Bisa, bisa!”
Mendengar jawaban yang seperti itu, aku hanya bisa membatin,
“Semoga nggak ada musibah atau ban bocor di tengah hutan Ya Allah!”
Pak Izul sepertinya paham bahwa laki-laki yang diboncengnya ini sedang dirundung cemas. Ya, gimana nggak cemas!? Lha wong medannya seperti foto di atas itu kok!? Untung sepanjang perjalanan beliau masih sempat berujar untuk menenangkan suasana,
“Untung semalam tidak hujan Mas!”
dan
“Bebek lewat sini mati Mas!” katanya terkekeh.
Kalau aku pikir-pikir lagi, memang sepertinya hanya orang-orang yang niat, nekat, dan kurang kerjaan saja yang sudi menyambangi Air Terjun Panisan, hahaha.
Alasannya jelas! Jalan hutan yang bentuknya nggak karu-karuan seperti foto di atas itu kan bukan medan jalan yang wajar untuk dilalui sepeda motor! Pantas saja Pak Izul ngomong kalau “bebek” lewat sini mati. Maksudnya itu sepeda motor jenis bebek, hehehe.
Menurutku kalau medannya seperti itu, berjalan kaki adalah satu-satunya pilihan yang “logis” untuk menuju Air Terjun Panisan. Tapi, Pak Izul tetap yakin ke sana dengan bersepeda motor. Mungkin karena warga setempat bilang bahwa jarak ke air terjun hanya tinggal sekitar 2 km lagi.
Sambil “menikmati” perjalanan sejauh 2 km di dalam hutan , pikiranku pun melayang-layang. Pas dulu menyambangi air terjun di Batu Mentas Belitung, sepertinya medan jalan hutannya jauh lebih manusiawi dari ini deh, hahaha.
Tapi, sepertinya petualangan masuk hutan ini ya akibat aku yang kurang kerjaan memilih Air Terjun Panisan sebagai target blusukan. Soalnya, selain karena medan jalan yang sangat mencemaskan, air terjun ini termasuk air terjun yang jauh dari rumah.
Air Terjun Panisan berada di Provinsi Riau. Jaraknya sekitar 130-an km dari Kota Pekanbaru. Jelas jauh banget kan dari rumah di Jogja?
Pemilihan Air Terjun Panisan sebagai target blusukan itu ibarat pepatah “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Menurut informasi yang aku peroleh, katanya air terjun ini terletak 7 km dari Kompleks Percandian Muara Takus. Jarak yang segitu itu kan lumayan dekat kan?
Nah, karena pada hari Rabu pagi (27/4/2016) aku sudah sampai di Desa Muara Takus, pikirku ya sekalian saja toh menyambangi ke Air Terjun Panisan? Oleh sebab itu, dari Kompleks Percandian Muara Takus aku bersama Pak Izul melanjutkan perjalanan ke sana. Untung beliau berbaik hati mengantarkan aku naik sepeda motor.
Secara administratif, Air Terjun Panisan terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Dari Kota Pekanbaru, Air Terjun Panisan bisa dicapai dengan patokan arah seperti di bawah ini:
Kota Pekanbaru → Kota Bangkinang → Simpang Tiga Batu Basurat → Desa Muara Takus → Desa Tanjung → Air Terjun Panisan
Di Pekanbaru ada angkutan umum berjenis superben dengan trayek yang melewati Desa Muara Takus. Tapi, dari Desa Muara Takus ke Air Terjun Panisan ya harus naik kendaraan pribadi. Seenggaknya, minta diantar ojeklah sama warga setempat.
Akses jalan yang menghubungkan Desa Muara Takus dan Desa Tanjung adalah jalan beraspal yang lebar. Setiap hari banyak truk-truk yang hilir mudik lewat jalan ini. Mungkin itu yang menyebabkan banyak aspal jalan yang bolong-bolong.
Selain aspal yang bolong-bolong, ada pula ruas jalan yang rusak parah karena longsor! Jalan yang longsor ini berada di ruas jalan yang menghubungkan Desa Gunung Bungsu dan Desa Tanjung.
Yah, semoga saja kondisi jalan yang seperti ini nggak memakan korban. Aamiin....
Desa Tanjung dapat ditempuh sekitar 15 menit perjalanan dari Desa Muara Takus. Sama seperti Desa Muara Takus, Desa Tanjung juga terletak di dekat jalan raya. Walaupun begitu pada siang itu suasana jalanannya sepi. Mungkin karena truk-truk pengangkut batu baru beroperasi menjelang sore.
Kalau mau menimbun cemilan, mengisi minyak (bensin) kendaraan, atau buang air harap dieksekusi di Desa Tanjung. Soalnya, desa ini adalah pemukiman penduduk terdekat dari Air Terjun Panisan.
Dari Desa Tanjung dimulailah petualangan seru menuju Air Terjun Panisan.
Eh, sebetulnya perjalanan bersepeda motor di dalam hutan seperti yang aku ceritakan di awal artikel ini adalah petualangan seru “jilid kedua”. Petualangan seru “jilid pertama”-nya adalah ketika aku melihat tulisan ini dari kejauhan.
Yang mana jika diamati lebih teliti, ternyata tulisan itu terpajang pada benda di bawah ini.
Betul sekali! Barangsiapa yang ingin menyambangi Air Terjun Panisan, wajb hukumnya menyeberangi Sungai Kampar dengan naik rakit!
Eh lagi, sebetulnya cara menyeberangi Sungai Kampar nggak hanya bisa pakai rakit sih. Tapi nantilah aku ceritakan caranya yang bakal jadi petualangan seru “jilid ketiga”, hehehe.
Setelah tiba di sisi seberang Sungai Kampar maka dimulailah perjalanan melintasi jalan hutan sebagaimana yang aku ceritakan di awal artikel ini.
Untungnya sih jalannya nggak bercabang-cabang. Kalaupun jalannya “dirasa” bercabang ya pilih saja jalan yang bentuknya sering dilewati kendaraan atau jalan yang banyak batang-batang kayu sebagai pijakan.
Ajaibnya, di beberapa pohon di dalam hutan terpasang papan arah ke Air Terjun Panisan! Waow!
Kalau begini, seenggaknya perjalanan ke Air Terjun Panisan nggak seperti mencari jarum di antara tumpukan pohon… eh jerami.
Perjalanan bersepeda motor di dalam hutan ini berujung di suatu tempat di tengah hutan. Wujud tempatnya adalah lahan bersemak yang agak luas tanpa himpitan pohon-pohon besar. Pak Izul menyuruhku turun. Beliau kemudian memarkirkan sepeda motornya.
Akan tetapi, di tempat ini aku sama sekali nggak “mengendus” adanya tanda keberadaan air terjun. Sekadar gemericik air sungai pun nggak. Papan petunjuk arah juga nggak ada di sekitar sana.
Rupanya, perjalanan ke Air Terjun Panisan harus berlanjut dengan berjalan kaki menembus lebatnya hutan. Aku berjalan mengekor di belakang Pak Izul. Kami menapaki jalan setapak yang berawal dari dekat tempat sepeda motor diparkir.
Di dalam hutan Pak Izul menunjukkan bongkahan-bongkahan batu tufa. Sekadar info, beberapa bangunan di Kompleks Percandian Muara Takus dibangun dari batu tufa. Mungkin di dalam hutan seperti inilah orang-orang zaman dulu menambang batu candi.
Sama seperti tadi, selama menyusuri jalan setapak masuk hutan ini aku sama sekali nggak “mengendus” tanda-tanda keberadaan air terjun. Untungnya di sini ada banyak benda buatan manusia. Misalnya jembatan kayu atau pagar kayu. Jadi, ya masih ada pikiran positif lah kalau jalan setapak ini benar-benar mengarah ke air terjun, hehehe.
Setelah berjalan kaki selama kira-kira 15 menit, akhirnya tibalah kami di Air Terjun Panisan. Inilah air terjun yang tersembunyi di dalam hutan yang nggak begitu jauh dari Kompleks Percandian Muara Takus.
Dengan ini misi menyambangi air terjun di Riau sukses terlaksana! Alhamdulillah!
Air Terjun Panisan adalah air terjun yang nggak begitu tinggi. Air terjun ini terdiri dari beberapa tingkatan. Dalam pandanganku, wujud air terjun ini mirip seperti air terjun pelengkap kolam ikan, hehehe.
Aliran Air Terjun Panisan nggak begitu deras. Airnya pun berwarna kekuningan. Itu karena air yang mengalir di sungai ini adalah air gambut. Sebagian besar hutan di Riau kan hutan gambut.
Aku agak kesulitan memotret Air Terjun Panisan. Selain karena sulit untuk dibingkai secara horisontal , pada waktu itu teriknya cahaya matahari pas menyinari air terjun. Jadinya cahanya benar-benar melimpah sehingga susah untuk dipotret secara slow speed.
Meskipun begitu Air Terjun Panisan adalah tempat yang cocok untuk bersantai sambil menikmati syadhunya suasana hutan. Aku cukup takjub dengan keberadaan sejumlah gubuk beratap terpal di sekitar air terjun. Itu tanda bahwa air terjun ini sudah diperhatikan sebagai lokasi wisata.
Di dekat gubuk aku melihat adanya tumpukan botol minum plastik. Mungkin setelah cukup banyak sampah plastik tersebut bakal dibawa untuk dibuang atau mungkin dibakar. Yang jelas, kawasan air terjun lumayan bersih dari sampah.
Mengikuti jejak Pak Izul, aku ikut-ikutan bersantai di dalam gubuk. Sungguh adem rasanya mendinginkan tubuh di dalam gubuk setelah sekian lamanya berjalan kaki menembus hutan yang panas dan lembap.
Tapi, di saat aku sedang duduk-duduk mengistirahatkan badan, tiba-tiba dengan agak panik Pak Izul menyuruhku untuk pindah ke gubuk lain. Hooo, rupanya gubuk yang kami tempati sudah lebih dulu dihuni oleh “pengunjung” lain. Daripada nanti si pengunjung ini berbuat hal-hal yang mengkhawatirkan mending kami saja deh yang pindah, hahaha.
Nah, dari Air Terjun Panisan saatnya menjajal petualangan seru “jilid ketiga”.
Masih di Kabupaten Kampar di Provinsi Riau.
NIMBRUNG DI SINI
dari Pekanbaru sepeda di angkat pakai mobil ke desa terdekat dan sissanya 15 Km baru
dilanjutkan dgn bersepeda.
tlg rincikan rute yg akan kami lalui dan kalau 15 sampai 20 Km tsb dimana akan kami
parkirkan kendaraan kami ?