Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Salah satu alasan kenapa aku bersedia menemani Bapak dan Ibu nilik sepupu di Kampung Inggris Pare adalah karena ada candi di dekat sana. Salah dua alasannya adalah karena aku memang hobi lari dari kerjaan keluyuran, hehehe.
Eh iya! Yang disebut Kampung Inggris Pare itu adalah suatu kampung di Kediri, Jawa Timur yang menjadi lokasi favorit bagi para kawula muda untuk kursus bahasa Inggris. Tapi, sekarang di sana juga sudah banyak tempat kursus bahasa asing lain sih. #intermeso
Perjalanan ke Candi Surowono
Candi Surowono namanya. Letak situs purbakala ini lumayan dekat dengan Kampung Inggris Pare. Paling jaraknya ya sekitar 6 km dengan waktu tempuh kurang dari setengah jam perjalanan.
Ngerti jaraknya “sedekat itu”, awalnya aku berencana nyewa sepeda ke Candi Surowono. Sayangnya, karena kondisi yang kurang mendukung akhirnya aku ke sananya naik mobil sewaan . Sebab ya biasalah... nggak ada angkutan umum ke arah Candi Surowono.
SILAKAN DIBACA
Rute ke Candi Surowono sebetulnya gampang banget. Tapi, kalau pakai arahan Google Maps boleh jadi bakal bingung. Soalnya, posisi Candi Surowono di Google Maps sepertinya agak ngaco deh.
Jadi, gimana caranya ke Candi Surowono? Berikut ini panduannya.
- Kalau bertolak dari Kota Kediri, langsung saja menempuh jarak 25 km ke Kampung Inggris Pare.
- Di Kampung Inggris Pare ikuti Jl. Brawijaya ke arah timur sampai berpindah ke Jl. Yos Sudarso.
- Di Jl. Yos Sudarso masih lurus terus sampai ketemu perempatan dengan lampu lalu lintas. Dari perempatan ini masih ambil lurus dan berpindah ke Jl. Gajah Mada.
- Di Jl. Gajah Mada lurus terus sekitar 600 meter. Nanti ketemu pertigaan dengan Tugu Pancasila. Belok kiri (utara) di pertigaan ini nanti bakal melewati gapura Desa Lamong.
- Ikuti jalan aspal dari gapura Desa Lamong sekitar 2 km nanti bakal ketemu sama pertigaan ke Jl. Candi Surowono.
- Ya sudah. Ikuti saja Jl. Candi Surowono. Sekitar 300 meter setelah pertigaan Kantor Desa Canggu nanti bakal kelihatan Candi Surowono di sisi kiri jalan.
Kalau mengikuti Jl. Surowono nanti bertemu dengan gapura wisata Surowono ini.
Dari Kantor Desa Canggu, Candi Surowono lumayan dekat.
Sampai deh di kompleks Candi Surowono!
Secara administatif, Candi Surowono terletak di Dusun Surowono, Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Eh, sekedar info. Kecamatan Badas itu kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan Pare pada tahun 2008.
Sambutan Arca di Candi Surowono
Hari Rabu (7/9/2016) pukul setengah 11 siang, mobil sewaan terparkir dengan selamat di luar pagar kompleks Candi Surowono. Aku segera turun dari mobil, melangkah masuk ke gerbang kompleks candi, dan mengucap salam,
“Kula nuwun. Ajeng ninggali candi Bu!”
Bu Bin, juru pelihara Candi Surowono yang sedang menyapu jalan setapak berkonblok melihatku dan menghentikan aktivitasnya. Ia kemudian mengajakku masuk ke pos jaga. Setelah berbasa-basi ringan disusul mengisi buku tamu #as.always, beliau pun mempersilakan aku melihat-lihat Candi Surowono.
Pemandangan asri taman arca di Kompleks Candi Surowono.
Sebelum mendekati bangunan Candi Surowono, pemandangan menarik yang pertama kali aku lihat adalah taman arca. Rupanya, kompleks Candi Surowono juga turut digunakan sebagai tempat penampungan arca-arca yang ditemukan di sekitar sana.
Dari sekilas pengamatanku, arca-arca yang ditampung di taman arca ini adalah yang terbanyak untuk candi seukuran Candi Surowono. Jumlah arcanya mungkin lebih dari seratus! Wow!
Arca-arca diletakkan di atas pondasi semen supaya nggak rusak tergenang air.
Apa dahulu kala arca ini berada di Candi Surowono ya?
Bila aku perhatikan lagi, sebagian besar arca yang ada di taman arca adalah batu-batu penyusun candi. Yang menarik, sebagian besar batu-batu penyusun candi ini berelief! Selain itu, di taman arca juga terdapat arca dewa-dewi yang sayangnya tak lagi berwujud utuh.
Hmmm, apa mungkin arca-arca ini adalah bagian dari suatu candi lain ya?
Candi Surowono dan Bhre Wengker
Bangunan Candi Surowono sendiri terletak sekitar 50 meter dari taman arca. Di antara taman berumput yang terkesan gersang itulah Candi Surowono berdiri anggun.
Candi Surowono yang kini hanya menyisakan bagian kaki candi saja.
Bentuk Candi Surowono agak tambun bila dibandingkan candi Majapahit yang terkesan ramping.
Berdasarkan keterangan di papan informasi dan juga Wikipedia, para ahli purbakala menduga bahwa Candi Surowono merupakan tempat pendharmaan bagi Bhre Wengker. Yang dimaksud dengan Bhre Wengker adalah raja di Kerajaan Wengker. Kerajaan Wengker sendiri adalah bawahan Kerajaan Majapahit.
Menurut Kitab Negarakertagama, Bhre Wengker mangkat pada tahun 1388 dan didharmakan di tempat yang bernama Currabhana atau Wishnubhawanapura. Sesuai tradisi Jawa kuno, apabila seorang raja mangkat, maka 12 tahun setelahnya bakal digelar upacara Sradha agar rohnya naik ke kahyangan. Selain itu, didirikan pula suatu bangunan untuk memuliakan mendiang raja. Berdasarkan hal itulah maka Candi Surowono diperkirakan didirikan pada tahun 1440.
Duh! Mestinya penyajian di papan informasi bisa dibuat lebih bagus dari ini!
Minta tolong anak-anak yang kursus di Kampung Inggris Pare saja semestinya bisa.
Secara fisik Candi Surowono berdenah persegi dengan ukuran 7,8 m x 7,8 m. Candi Surowono berdiri “sendirian” tanpa ditemani oleh bangunan candi perwara. Candi Surowono memiliki pintu masuk dan tangga di sisi barat. Berdasarkan arca dan reliefnya, Candi Surowono merupakan candi Hindu.
Seperti yang tampak pada foto, Candi Surowono disusun dari batu andesit. Meski demikian, bagian pondasi Candi Surowono terbuat dari batu bata. Menarik kan?
Iseng-iseng, aku mencoba naik ke puncak Candi Surowono (nggak ada larangannya ). Di puncak candi aku menjumpai susunan batu bata kuno tersebut. Seakan-akan, Candi Surowono ini adalah suatu bangunan dari batu bata yang dinding-dindingnya ditutupi oleh casing batu andesit.
Holadala! Di puncak candi berlapis lantai batu bata kuno!
Batu bata kuno ukurannya lebih besar dan terasa lebih berat.
Meskipun sekarang Candi Surowono hanya menyisakan bagian kaki dan separuh bagian tubuh, pesona Candi Surowono masih terpancar kuat dari relief-relief yang terpahat di dindingnya.
Sebagai orang yang jarang menjumpai relief-relief pada candi di seputaran Yogyakarta, melihat relief Candi Surowono yang sebagian besar kondisinya masih bagus dan utuh ini adalah sesuatu hal yang cukup menakjubkan, hahaha.
Dan tentu, keberadaan relief pada candi menandakan adanya suatu pesan yang ingin disampaikan oleh mereka yang hidup ratusan tahun silam kepada generasi di masa mendatang.
Yoni kecil yang sepertinya bukan yoni di dalam bilik Candi Surowono.
Arca dewa yang dahulu kala mungkin bagian dari atap atau tubuh Candi Surowono.
Sejumlah batu-batu penyusun candi yang mungkin membentuk bagian tubuh dan atap Candi Surowono.
Nah, sanggupkah kita meneruskan pesan tersebut kepada generasi setelah kita? Yuk, kita lihat relief apa yang terukir di Candi Surowono ini!
Relief Cerita Tantri di Candi Surowono
Berdasarkan posisinya aku membagi relief di Candi Surowono ke dalam dua kelompok, yaitu relief bagian atas dan relief bagian bawah.
Sesuai penyebutannya, relief bagian bawah terletak pada bagian dasar kaki candi. Posisi relief bagian bawah ini sejajar dengan posisi relief Gana yang terletak di sudut-sudut candi. Sedangkan relief bagian atas terletak di bagian atas kaki candi.
Sudut-sudut di dasar kaki Candi Surowono dihiasi relief Gana.
Relief bawah aku golongkan lagi ke dalam dua jenis, yaitu relief dalam panel persegi panjang kecil dan relief dalam panel persegi besar.
Relief dalam panel persegi panjang kecil (kalau aku nggak salah hitung ) jumlahnya ada 30 buah. Menurut pengamatanku yang diperkuat oleh informasi dari buku Tantri relief on Javanese Candi karya Marijke J. Klokke, sebagian besar relief ini menceritakan kisah yang bersumber dari Kidung Tantri.
Kidung Tantri sendiri adalah kidung yang mengisahkan Tantri, seorang wanita pencerita (story teller) yang menceritakan kisah-kisah yang sarat dengan ajaran kebajikan. Ya, mirip-mirip sama cerita 1001 malam gitu lah. Kidung Tantri ini merupakan karya sastra yang sudah ada sejak zaman Jawa kuno.
Tokoh-tokoh dalam cerita Tantri ini umumnya adalah hewan. Jadi, cerita Tantri ini sering diidentikkan dengan cerita fabel. Tanpa disadari, kita sendiri mungkin sudah akrab dengan kisah-kisah dari cerita Tantri ini seperti cerita “Buaya dan Kera”, “Lomba Lari Garuda dan Kura-Kura”, “Pendeta dan Kepiting”, dan lain sebagainya.
Relief yang mengisahkan cerita kerbau dan buaya.
Relief yang mengisahkan cerita ular yang memperdaya kodok.
Relief yang mengisahkan cerita harimau yang tidak membalas budi.
Salah satu cerita Tantri yang termuat dalam relief Candi Surowono adalah kisah burung bangau, ikan, dan kepiting. Ceritanya seperti di bawah ini.
Alkisah, di suatu hutan tersebutlah seekor burung bangau tua. Karena sudah berusia lanjut, si bangau tua pun kesulitan menangkap ikan di sungai.
Si bangau tua pun memutar otak. Ia mendapat ide menyamar sebagai seorang pendeta. Di tepi sungai, si bangau tua kemudian berceramah. Ia berkata kepada para ikan bahwasanya dalam waktu dekat serombongan manusia akan datang untuk menjaring seisi sungai.
Para ikan pun ketakutan. Mereka percaya akan omongan si bangau tua karena penampilannya itu.
Para ikan kemudian meminta untuk diselamatkan. Si bangau tua menyanggupi dengan cara terbang membawa ikan satu per satu untuk berpindah ke sungai sebelah. Tanpa para ikan ketahui, di tengah perjalanan bangau tua memangsa ikan yang dibawanya tersebut.
Relief yang menggambarkan si bangau tua menyaru sebagai pendeta (memakai tutup kepala) berbicara pada ikan di sungai.
Ikan-ikan yang ada di sungai pun habis “terselamatkan” oleh si bangau tua. Sampai pada akhirnya, datanglah seekor kepiting yang rupanya juga menghuni sungai. Si kepiting juga minta diselamatkan. Si bangau tua menyanggupi karena tergiur menyantap daging kepiting. #tamak
Dalam perjalanan mendekati sungai sebelah, si kepiting curiga karena ia sama sekali tidak berjumpa dengan para ikan yang dahulu hidup bersama dengannya di sungai. Si kepiting pun kaget ketika ia melihat banyak bangkai para ikan bergeletakan di dekat sungai sebelah.
Tahu bahwa dirinya ditipu dan hendak dimangsa si bangau tua, si kepiting pun memberontak dan mencapit leher si bangau tua hingga tewas. #rasakno!
Relief yang menggambarkan kepiting mencapit leher si bangau tua.
Pesan moral dari cerita ini adalah janganlah kita sekali-kali menipu untuk mendapatkan untung karena nanti bisa-bisa kita sendiri yang rugi.
Relief Candi Surowono yang Masih Tanda Tanya
Seperti yang aku singgung di paragraf atas, selain relief dalam panel persegi panjang kecil pada relief bagian bawah juga terdapat relief dalam panel persegi besar.
Sayangnya, aku kurang paham dengan apa dikisahkan oleh relief-relief ini. Sejumlah relief dalam panel persegi panjang kecil juga sulit diterka kisah ceritanya.
Berikut ini adalah sejumlah relief yang buatku masih memendam tanda tanya.
Relief dua orang sedang mengadu ayam (kiri) dan anjing (kanan)?
Relief orang sedang memancing ikan?
Relief dua orang sedang berkelahi?
Relief Kakawin Arjunawiwaha di Candi Surowono
Berbeda dengan relief bagian bawah yang bersumber dari Kidung Tantri, relief bagian atas sebagian besar berumber dari Kakawin Arjunawiwaha. Kakawin itu adalah teks atau syair yang sumbernya dari epik Sansekerta atau Purana dengan metrum yang berasal dari India.
Seperti yang bisa ditebak dari namanya, tokoh utama dalam Kakawin Arjunawiwaha adalah Arjuna, sang handsome dari Pandawa Lima yang mahir memanah. Ah, siapa sih yang nggak kenal sama tokoh pewayangan Mahabharata ini?
Relief raksasa Niwatakawaca beserta pasukannya.
Jadi, cerita versi singkat dari Kakawin Arjunawiwaha itu seperti berikut. Alkisah, tersebutlah seorang raksasa bernama Niwatakawaca. Si Niwatakawaca ini berencana untuk mengacau kahyangan tempat tinggal Batara Indra.
Batara Indra yang mengetahui niat busuk Niwatakawaca pun berusaha untuk mencegahnya. Sayangnya, Niwatakawaca termasuk raksasa “spesial”. Dia hanya bisa dikalahkan oleh manusia. Dan bisa ditebak, manusia yang dipilih oleh Batara Indra untuk mengenyahkan Niwatakawaca nggak lain adalah Arjuna.
Kebetulan, pada waktu itu Arjuna sedang bertapa di Gunung Indrakila. Tahu akan hal tersebut Batara Indra berpikir,
“Oh, si Arjuna sedang bertapa. Boleh juga nih diuji, tapanya sukses atau nggak. Kalau sukses, ya ready lah dia buat melawan si Niwatakawaca.”
Batara Indra menugaskan Dewi Supraba beserta para bidadari untuk menggoda Arjuna.
Nah, untuk menguji kesuksesan tapa Arjuna, Batara Indra pun memanggil tujuh bidadari kahyangan. Apalagi tujuannya kalau bukan untuk menggoda dan merayu si Arjuna supaya tapanya gagal berantakan.
Salah satu dari tujuh bidadari yang ditugaskan untuk menggoda Arjuna adalah Dewi Supraba. Dia ini adalah putri Batara Indra sekaligus ratu bidadari se-kahyangan. Nggak hanya itu, Dewi Supraba ini konon adalah tokoh tercantik sedunia pewayangan. Wuihhh, berat toh godaan Arjuna?
Arjuna yang sedang bertapa digoda oleh para bidadari kahyangan.
Dipimpin oleh Dewi Supraba, pergilah ketujuh bidadari kahyangan ke gua tempat Arjuna bertapa. Sayangnya, meski sudah dibujuk, dirayu, dan digoda dengan berbagai macam cara, Arjuna tetap bertahan dalam tapanya.
Para bidadari pun putus asa. Mereka kembali ke kahyangan dan melapor ke Batara Indra. Mendengar laporan kegagalan ini Batara Indra bergembira ria. Itu tandanya tapa Arjuna sukses.
Babi hutan mengamuk di dalam hutan tempat Arjuna bertapa.
Selain Batara Indra, rupanya Batara Guru (Siwa) juga tertarik dengan apa yang dilakukan Arjuna. Menyamarlah Batara Guru menjadi seorang pemburu.
Kebetulan, hutan tempat Arjuna bertapa sedang diributkan oleh babi hutan yang membabi buta. Arjuna pun turun tangan untuk meredam amukan si babi hutan. Tanpa disangka, si pemburu (Batara Guru yang menyamar) juga sedang memburu si babi hutan tersebut.
Arjuna dan si Pemburu terlibat adu mulut tentang siapa pembunuh si babi hutan.
Arjuna dan si Pemburu akhirnya berkelahi. Punakawan berusaha mencegah.
Akhirnya, si babi hutan tewas dengan panah dari kedua belah pihak. Arjuna dan si pemburu berselisih paham dan berkelahi menentukan siapa yang benar-benar membunuh si babi hutan tersebut.
Di tengah perselisihan itulah kemudian Batara Guru menampakkan wujud aslinya. Ia pun menganugerahi Arjuna dengan sepucuk panah sakti untuk membunuh Niwatakawaca.
Si Pemburu kembali ke wujud aslinya sebagai Batara Guru.
Arjuna dan Dewi Supraba melapor kepada Batara Indra untuk penugasan menyusup ala James Bond.
Raksasa Niwatakawaca berusaha menggoda Dewi Supraba.
Bersama Dewi Supraba, Batara Indra kemudian menugaskan Arjuna untuk menyusup ke dalam istana Niwatakawaca. Di dalam istana, Dewi Supraba menggoda Niwatakawaca yang akhirnya bebeberkan kelemahan dirinya yang terletak di lidah.
Pada pertempuran dengan Niwatakawaca, Arjuna pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melepaskan anak panah sakti pemberian Batara Guru ke lidah Niwatakawaca. Matilah Niwatakawaca. Sebagai penghargaan atas aksi heroiknya, Batara Indra kemudian menikahkan Arjuna dengan ketujuh bidadari termasuk Dewi Supraba.
The end.
Relief Candi Surowono yang Tidak Diceritakan
Terakhir, sebelum aku menutup artikel yang terlalu banyak foto ini (34 foto dengan total file size 3 MB!), aku mau memberi tahu kalau selain relief Kakawin Arjunawiwaha, di relief bagian atas Candi Surowono juga terdapat relief yang menceritakan kisah Sri Tanjung dan Bubuksah – Gagak Aking. Akan tetapi, aku mohon maaf karena kalau aku ceritakan kisah keduanya di artikel ini nanti bakal tambah panjang, hahaha.
Jadi, aku stop saja cerita tentang relief Candi Surowono sampai di sini. Kalau Pembaca penasaran dengan kisah Sri Tanjung dan kisah Bubuksah – Gagak Aking silakan googling sendiri yah!
Posisi relief Bubuksah dan Gagak Aking di Candi Surowono.
Relief Sri Tanjung juga di posisi serupa namun pada dinding sebaliknya.
Akhir kata, Candi Surowono buatku ibarat novel, ibarat buku cerita, ibarat medium yang dipergunakan oleh para story teller lokal sejak zaman dahulu kala. Dari relief-relief Candi Surowono kita bisa belajar bagaimana ajaran tentang kebajikan di bumi pertiwi sudah tersiar sejak ratusan tahun silam.
Dengan demikian bolehlah disimpulkan bahwa candi nggak hanya berfungsi sebagai tempat peribadatan, melainkan juga sebagai tempat untuk mewariskan kebajikan. Niscaya, dengan mengunjungi Candi Surowono dan menceritakan kembali kisah pada relief-reliefnya, kita sudah turut berpartisipasi dalam pelestarian benda cagar budaya.
Eh, omong-omong. Candi Surowono ini adalah candi kedua yang aku kunjungi di Kediri. Candi pertama yang aku kunjungi adalah....
KATA KUNCI
- arjuna
- arkeologi
- badas
- batara guru
- batara indra
- batu bata kuno
- bhre wengker
- bubuksah
- candi canggu
- candi hindu
- candi jawa timur
- candi kediri
- candi surawana
- candi surowono
- canggu
- cerita tantri
- currabhana
- dewi supraba
- gagak aking
- jawa timur
- kakawin arjunawiwaha
- kampung inggris pare
- kediri
- kerajaan majapahit
- kerajaan wengker
- kidung tantri
- mahabharata
- negarakertagama
- niwatakawaca
- purbakala
- raksasa
- relief
- relief arjunawiwaha
- relief tantri
- sri tanjung
- taman arca
- upacara sradha
- wishnubhawanapura
NIMBRUNG DI SINI
mengenai cagar budaya. Nantinya akan saya cantumkan sumbernya kok Kak..
informasinya jadi pengen kesanaa huwaaaa
menyusur sejarah kuno...
dari Tegowangi dan 3 km dari surowono.