Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Pas menghadiri acara Kupas Tuntas Candi Sojiwan bersama Pak Timbul, aku mendengar beliau menyebut nama Candi Gana. Yang bikin aku penasaran adalah letaknya yang katanya nggak begitu jauh dari Taman Wisata Candi Prambanan. Bahkan nggak seberapa jauh dari Candi Sewu.
Weh? Candi apa lagi itu? Kok aku baru tahu?
Selidik punya selidik, dari internet aku mendapat informasi kalau Candi Gana terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Untungnya, letak Candi Gana ini ada di luar kompleks Candi Prambanan. Jadinya, bebas dikunjungi tanpa perlu mengeluarkan uang sepeser pun maupun memakai "jurus sakti", hahaha.
Candi Gana yang tidak lagi berbentuk utuh itu.
Dari Lokasi KKN ke Candi Gana
Di hari Sabtu (26/7/2008), dengan tetap setia pada sepeda onthel tua milik keluarganya Teguh, aku berangkat menuju Desa Bugisan dari pondokan Sentul. Waktu tempuh terbilang singkat. Hanya sekitar 10 menit. Sesampainya di wilayah Desa Bugisan, aku sempat kebingungan karena di sana nggak ada papan petunjuk arah ke Candi Gana. Terpaksa deh tanya-tanya warga di sekitar sana untuk lokasi persisnya.
Secara garis besar sih, rute perjalanan menuju Candi Gana ini sangat mudah. Kalau Pembaca datang dari arah Jogja via Jl. Raya Yogyakarta – Solo, Pembaca harus melewati gapura perbatasan provinsi DI Yogyakarta – Jawa Tengah terlebih dahulu. Selepas itu kan nanti Pembaca bertemu dengan pertigaan jalan raya yang dijaga oleh lampu lalu lintas. Di pertigaan itu Pembaca belok ke kanan (arah utara), arah ke gerbang masuk Taman Wisata Candi Prambanan.
Eh, tapi Pembaca jangan masuk ke Taman Wisata Candi Prambanan lho! Ikuti Jl. Prambanan – Sewu yang menyusuri pagar kompleks Taman Wisata Candi Prambanan sampai Pembaca berjumpa dengan suatu pertigaan kecil di sisi kanan jalan raya. Di dekat pertigaan kecil itu ada plakat bertuliskan Dukuh Bener, Desa Bugisan.
Nah, Pembaca belok masuk ke pertigaan kecil itu. Ikuti saja jalan kampungnya sampai bertemu dengan perempatan di dalam kampung. Di perempatan ini Pembaca belok ke kiri (utara) dan lurus ikuti jalan kampung sampai bertemu dengan reruntuhan Candi Gana di tengah kampung.
Satu dari Empat Candi yang Mengelilingi Candi Sewu
Menurut keterangan yang aku dapatkan dari seorang warga bernama Pak Lasmian, Candi Gana merupakan satu dari empat candi yang mengelilingi Candi Sewu sesuai arah mata angin. Candi Gana sendiri merupakan candi yang menempati posisi di timur Candi Sewu. Selain Candi Sewu, adapula Candi Bubrah yang menempati posisi di sisi selatan. Sedangkan dua candi sisanya, yaitu Candi Ngeblak di posisi barat dan Candi Rejo di posisi utara, saat ini keberadaannya sudah hilang.
Pak Lasmian yang menemani aku keliling-keliling Candi Gana.
Kalau melihat dari stupa yang teronggok di halaman, Candi Gana berlatar-belakang agama Buddha. Meski demikian, di halaman situs Candi Gana hanya bisa dijumpai stupa. Menurut Pak Lasmian, arca-arca Buddha di Candi Gana disimpan di dalam ruang jaga BP3 yang terletak di sudut halaman candi.
Penanda dominan bahwa Candi Gana merupakan candi Buddha.
Arca dan Relief Binatang
Dari pengamatanku dan cerita-cerita Pak Lasmian, Candi Gana memiliki banyak relief dan arca yang berhubungan dengan binatang. Bila diperhatikan lebih saksama, wujud relief dan arca ini terlihat ganjil dan bahkan menyeramkan.
Ada juga sih relief yang manusiawi.
Ada sebuah arca tanpa kepala yang merupakan dekorasi talang air (jalawadra). Arca tersebut berwujud seperti burung, yakni punya sayap dan kaki khas unggas. Tapi, dada arca tersebut adalah dada wanita. Menurut Pak Lasmian, arca tersebut aslinya memiliki kepala wanita. Jadi, arca tersebut adalah arca burung yang berdada dan berkepala wanita.
Sepasang jalawadra dengan bentuk yang tidak umum.
Jalawadra dilihat lebih dekat. Benarkah itu dada wanita?
Ada pula relief yang menurut Pak Lasmian berwujud kepala singa. Akan tetapi, menurutku wujudnya lebih mirip seperti kepala anjing. Bnetuk relief itulah yang mengakibatkan warga sekitar juga menjuluki Candi Gana tersebut sebagai Candi Asu (dalam bahasa Jawa, asu = anjing).
Asal-muasal kenapa disebut-sebut sebagai Candi Asu.
Relief yang tak lagi utuh juga ada yang berwujud cakar suatu makhluk. Menurutku, makhluk ini adalah binatang karnivora berkaki empat. Entah itu singa ataukah anjing.
Kira-kira hewan apa yang punya cakar seperti ini ya? Singa atau anjing atau yang lain?
Terakhir, tangga masuk Candi Gana dihiasi oleh dekorasi seorang wanita yang tengah memegang sesuatu. Menurut Pak Lasmian, ornamen-ornamen kecil yang menghiasi dada wanita tersebut merupakan sekumpulan ular kobra. Hiii! Menyeramkan toh?
Yang benar saja ini ornamen-ornamen kecil itu adalah kepala ular kobra?
Sedangkan di sisi tangga terdapat relief pohon yang umum dijumpai pada candi Buddha.
Dari sejumlah relief dan arca yang ada di halaman Candi Gana ini, aku mendulang kesimpulan bahwa Candi Gana merupakan candi yang menyeramkan, hahaha .
Mungkin besok-besok aku akan kemari lagi. Semoga saja di kunjunganku berikutnya, aku bisa berjumpa dengan petugas BP3 yang melakukan pemugaran di sana untuk memperoleh informasi yang lebih rinci mengenai Candi Gana.
NIMBRUNG DI SINI
Candi Ngablak di sisi barat Candi Sewu. Mesti masuk gang, di pemukiman warga juga. Kondisinya juga serupa, hanya tersisa batu.