Masih bareng オタクさん (dibaca: Otaku-san). Di siang hari. Di Kota Magelang. Di tahun baru Imlek 2567 yang jatuh pada hari Senin (8/2/2016).
Nah, sambil menunggu Sop Senerek Pak Parto mengendap di dasar lambung, kami pun ngobrol ngalor-ngidul. Mulai dari ngomongin biaya hidup sampai etos kerja orang Jepang. Pokoknya, topik obrolannya masih nyerempet Jepang-Jepangan lah.
Namanya juga ngobrol sama オタクさん.
Makan di Warung Sop Senerek Pak Parto setelah gagal ke Warung Bu Atmo
Usai perut kami terasa lebih lega, オタクさん pun ngajak pindah lokasi guna mencari buruan kuliner selanjutnya. Dirinya punya misi berburu jajanan-jajanan seperti yang ada di serial Dagashi Kashi.
Lagi-lagi, maklum lah, namanya juga オタクさん.
Anime Dagashi Kashi tayang di musim Winter 2016 (Januari - April 2016)
Eh, buat Pembaca yang masih bingung apa gerangan itu Dagashi Kashi, silakan Pembaca baca-baca sinopsisnya di portal anime OtakOtaku yang di-coding oleh オタクさん berikut ini ya!.
http://www.otakotaku.com/anime/view/150/dagashi-kashi
Misi Pertama: Nyari Jajanan di Pasar Tukangan
Oke! Demi misi mencari jajanan lokal – plus melampiaskan hobi sampingan オタクさん blusukan di pasar tradisional – kami pun berpindah haluan dari warung Sop Senerek Pak Parto menuju Pasar Tukangan yang terletak di Jl. Tidar sesuai arahan dari pak tukang parkir yang baik hati,
“Jalan ini, lurus mentok, ambil kanan, kanan, kiri, kanan, sampai.”
Heee? Semudah itukah?
Ya, memang demikian. Perjalanan menuju Pasar Tukangan ini terbilang lancar tanpa adegan nyasar-nyasar. Walaupun ya pas sampai di Jl. Tidar kami sempat kebingungan karena nggak melihat tanda-tanda adanya pasar.
“Pasarnya itu Mas, yang ada gapuranya itu. Yang papan nama Toko Santosa itu masih maju sedikit.”, jelas seorang bapak tukang parkir
Kesimpulannya, apabila kebingungan mencari tempat di Kota Magelang, mintalah petunjuk dari bapak tukang parkir.
Nggak nyangka di gang kecil begini ada pasar.
Pasar Tukangan menempati lahan berupa gang kecil sepanjang 200-an meter. Di pasar ini, konon terdapat penjual jajanan khas Magelang yang bernama jenang blendong. Jajanan ini, konon berwujud pipilan jagung putih rebus, dibalut parutan kelapa, dan disiram bubur beras putih manis. Di Jogja sepertinya nggak ada jajanan macam ini.
Nyam...
Eh, itu aku sebut “konon” dan “konon” karena ya... sesampainya di Pasar Tukangan kami harus menelan rasa kecewa bahwasanya penjual jenang blendong ini nggak berjualan!
Hiks... Sedih...
Foto jenang blendong pinjam dari blog-nya Mas Isroi (isroi.com)
Baca juga liputannya: Jajanan Ndeso di Pasar Tukangan Magelang
Sebetulnya, aku sudah punya firasat nggak enak sewaktu meluncur ke Pasar Tukangan. Waktu menunjukkan pukul setengah 12 siang. Di jam segitu itu, biasanya para pedagang sudah mulai berkemas-kemas dan pulang. Tapi ya... daripada penasaran, dicoba masuk ke Pasar Tukangan saja toh?
Berdasarkan informasi yang kami kulik dari ibu-ibu pedagang (yang keheranan melihat 2 pemuda gagah perkakas masuk pasar ), penjual jenang blendong ini beroperasi hanya pada hari Sabtu dan Minggu thok. Malah biasanya, lewat pukul 10 siang jenangnya sudah habis. Jadi, kalau mau aman datang sekitar pukul 8 pagi gitu.
Hadeh... yo wis. Kapan-kapan lagi lah aku ke Kota Magelang. Bersepeda ke Kota Magelang dari Kota Jogja kayaknya seru juga.
Misi Kompromi: Nge-Es di Depot Es Semanggi
Oleh sebab gagal mendapatkan jenang blendong, kami pun memilih opsi last resort menuju Depot Es Semanggi. Kalau dipikir-pikir, mencari jajanan di Kota Magelang yang mirip seperti yang ada di serial Dagashi Kashi itu ya repot juga. Jadi ya, seadanya saja lah. #kompromi
Letak Depot Es Semanggi ini lumayan tersembunyi. Sebab, berada di basement Magelang Plaza yang sekarang ini lebih akrab dikenal sebagai Matahari Department Store.
Ceritanya, habis puas shopping terus jajan es gitu ya?
Matahari department store ini berada tepat di seberang sisi timurnya Alun-Alun Kota Magelang. Jadinya, kami numpang memarkir kendaraan di sekitar alun-alun deh.
Eh, sebetulnya bisa sih numpang memarkir kendaraan di basement Matahari department store. Sebab ternyata, parkiran basement ini terbuka untuk umum. Sayangnya, waktu itu kami belum tahu. Namanya juga pendatang, hahaha . Seandainya parkiran basement ini penuh, bisa juga numpang parkir di halaman Bioskop Tidar yang sudah gulung tikar.
Nggak salah ini? Kok dari jauh mirip warung remang-remang?
Depot Es Semanggi mudah dikenali dari kerumunan pelanggan. Sepintas, Depot Es Semanggi ini tak ubahnya tempat nongkrong mereka-mereka yang aktif bergelut di dunia hitam #lebay. Soalnya, kesan depotnya suram gitu. Sekelilingnya kios-kios tua. Ada yang tutup. Plus, pencahayaannya remang-remang.
Gimana kesan pertama nggak negative thinking coba?
Tapi ternyata, setelah kami dekati. Eh, yang nongkrong di sana malah ibu-ibu berjilbab, remaja-remaja nanggung, sampai bocah-bocah SD!
Beh!
Jadi, apa sih yang bikin Depot Es Semanggi ini bisa menjangkau pasar dari berbagai segmen usia dan kalangan?
Jawabannya, jelas adalah minuman esnya!
Wanita-wanita berjilbab nggak sungkan-sungkan nongkrong di sini.
Secara umum, komposisi minuman yang disajikan di Depot Es Semanggi ini adalah cairan berwarna-warni yang dicampur es batu dan diberi pelengkap tambahan. Yang aku sebut sebagai cairan warna-warni ini tersimpan di dalam botol-botol besar. Ragam warnanya ada pink, merah, hijau, cokelat, dan bening.
Eh, memang bening itu warna ya? Tauk deh.
Setelah mencermati daftar menu secara saksama, aku putuskan memesan es tape pleret. Sedangkan オタクさん memesan es susu pleret sebagaimana tanah kelahirannya yang identik sebagai sentra penghasil susu di Karesidenan Surakarta (hayoo, coba tebak di mana? ).
Mbak bartender yang lemah gemulai pun dengan sigap meracik pesanan kami. Hanya dalam hitungan detik, tersajilah segelas es tape pleret yang menanti untuk diteguk. Hmm...
Es tape pleret siap disantap!
Dari penampakannya, terlihat jelas bahwa es tape pleret ini menggunakan cairan yang berwarna hijau. Ini sepertinya untuk menyeragamkan dengan warna pelengkapnya yakni tape hijau. Tape hijau sendiri adalah tape yang terbuat dari fermentasi beras ketan.
Di Magelang, tape hijau agaknya lebih populer dibandingkan tape kuning (yang variannya dikenal di wilayah Jawa Barat sebagai peuyeum). Sepengamatanku, tape hijau ini termasuk salah satu kuliner khas Kabupaten Magelang yang banyak dipasarkan di Kota Muntilan.
Versi lokal dari minuman bubble yang biasa ada di mall-mall.
Sedangkan, pelengkap lain yang disebut pleret itu jelas nggak ada hubungannya sama Keraton Pleret yang ada di Bantul sana lho!
Pleret ini adalah bulatan-bulatan putih seukuran ibu jari yang terbuat dari adonan tepung beras yang direbus. Aku sendiri sih lebih familiar menyebut pleret ini dengan istilah gempol. Tapi, tauk deh pleret sama gempol itu sebetulnya sama atau beda. Mungkin Pembaca ada yang lebih paham?
Awalnya, aku menduga kalau rasa es tape pleret ini manis. Setelah diteguk, eh... kok yang dominan malah rasa kecut ya?
Rasa kecut ini beda jauh dengan rasa tape ketan hijau. Sebab, setelah aku kunyah-kunyah tapenya, rasanya ya seperti rasa tape hijau pada umumnya. Jadi, mungkin rasa kecut ini disebabkan oleh si cairan hijau yang mana hanya mbak bartender yang tahu komposisinya.
Tampang si mbak bartender serius terus, nggak pernah senyum.
Sedangkan di seberang sana, オタクさん mengaku kalau es susu pleret yang dipesannya terkecap rasa air kelapa. Aku sih menduganya, karena masing-masing minuman es pesanan kami itu turut disiram air santan yang jelas berasal dari kelapa.
Akan tetapi, オタクさん membantah kalau rasa yang terkecap di “ilat gendeng”-nya itu jelas rasa air kelapa. Bukan air santan. Aku sendiri nggak bisa memastikan, karena es susu pleret yang dipesan オタクさん sudah keburu licin tandas.
Beh!
Godaan si Es Cokelat Roti
Belum terpuaskan dengan rasa es tape pleret yang malah agak-agak bikin seret tenggorokan, aku pun melirik ke es cokelat roti yang sedang diracik oleh mbak bartender. Sepertinya, kalau aku pesan es cokelat, hampir bisa dipastikan aku bakal mengecap rasa manis.
Tapi... kalau kebanyakan minum es... nanti aku njeglek nggak ya?
Maklum, kan dari kecil aku langganan pilek.
Hmmm... gimana ya?
Berhubung sudah jauh-jauh sampai Magelang ya...
“Mbak, pesan es cokelat rotinya satu!”
Mbak bartender pun mengangguk.
“Dikocok ya mbak, jangan diaduk!”
Heh!? Dirimu kira ini James Bond Wij?
“Eh, kalau dioplos sama yang isi botol warnanya lain bisa nggak mbak?”
Sekalian dioplos sama miras oplosan po piye Wij? Biar dirimu is death?
Oke. Oke. Oke….
Lupakan pikiran-pikiran liarku barusan. Mungkin ini gara-gara efek samping es tape pleret yang amat sangat tidak memabukkan itu....
Dan inilah penampakan dari es cokelat roti yang lebih membuatku bergairah itu. Oh yeah!
Rode kedua dimulai! Bismillah, semoga habis ini nggak pilek! #nakal
Dari penampakannya sudah jelas ya, es cokelat roti ini terbuat dari cairan manis yang berwarna cokelat, kemudian diberi air santan dan potongan roti tawar. Rasanya sesuai dugaan awalku, manis dan segar.
Jujur, aku sih lebih senang menyantap es cokelat roti ini dibanding es tape pleret. Pertama, rasanya manisnya nggak begitu manis (karena aku sudah kelewat manis #muntah). Kedua, rasa roti tawarnya nggak pahit (roti tawar yang murah-meriah biasanya kan rasanya agak pahit).
Kesimpulan dari Depot Es Semanggi Magelang
Nah, dari 2 gelas Es Semanggi yang barusan aku teguk, aku menduga-duga komposisi dari cairan berwarna-warni yang tersimpan di botol itu adalah seperti di bawah ini.
Cairan Merah | sirup cocopandan / sirup mawar |
Cairan Pink | cairan merah yang dioplos susu kental manis putih |
Cairan Hijau | sirup melon yang nggak berasa melon |
Cairan Cokelat | susu kental manis cokelat |
Cairan Bening | larutan air dan gula putih |
Benar atau tidaknya, hanya Gusti Allah SWT dan mbak bartender yang tahu.
Eh, sama samh pemilik dan yang bantu-bantu di Depot Es Semanggi juga dink.
Total biaya yang kami keluarkan untuk nge-pub di Depot Es Semanggi ini terbilang murah meriah. Segelas es susu pleret, segelas es tape pleret, segelas es cokelat roti, dua gorengan, satu batang rokok Dunhill (オタクさん hobinya ngudud ) hanya menelan biaya sebesar Rp15.500!
Muraaah bingiiits!
Jangan lupa menunaikan kewajiban meskipun keluyuran sampai mana-mana.
Sekaligus bersyukur bahwa di Magelang masih banyak jajanan murah meriah.
Buatku, skor Depot Es Semanggi adalah 6 dari 10. Eh, kenapa bisa begitu?
- Pertama, kesan yang menyantap es tape pleret itu kurang memuaskan.
- Kedua, menurutku lebih joss bilamana esnya diserut. Ada sensasinya gitu kan pas menyantap es serut.
- Ketiga, lokasi Depot Es Semanggi di pojokan basement ini terasa agak gimanaaa gitu. Kalau untuk kaum hawa gitu terkesan tempat rawan gitu nggak sih? Apa cuma akunya yang sensitif? Hahaha.
Sebagai warga plat-AD, オタクさん masih menjagokan es dawet yang dijajakan di Pasar Gede, Solo. Rasa es dawet di Pasar Gede itu lebih nikmat walaupun harganya lebih mahal dari Es Semanggi dan sekelilingnya bau amis daging-daging sapi.
Tuh kan aku jadi penasaran....
Untuk Pembaca yang sedang mampir di Kota Magelang dan mencari minuman yang segar-segar sekaligus tempat untuk nongkrong, silakan merapat ke Depot Es Semanggi ini! Buka dari pukul 10 pagi hingga 4 sore. Sebagai teman minum-minum, ada berbagai macam gorengan juga lho!
Pembaca senang minum es kan ya?
NIMBRUNG DI SINI
Yen meh kulineran meneh, koyone luweh menjanjikan nang Semarang.
Ho oh, nang Semarang yo okeh panganan menarik.
Postingane wes jarang sik ngepit-ngepit ki. Ayo ngepit bareng meneh. :)
Tapi minuman es-es manis begini saya suka .. apalagi minum di siang bolong.
Eh tapi lebih nikmat lagi kalau diminum dink...
Nggak tahu jalan ya tanyanya ama tukang parkir ya Mas ya? Hehehe, mantabe.
Di lombok paling cuma dapet segelas es ama sebiji gorengan, heuheuheu.