Seumur-umur aku belum pernah ke Kota (Kecamatan) Wonogiri di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Padahal beberapa kali numpang lewat wilayah Wonogiri pas ke Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Oleh sebab itu, pada hari Minggu (25/11/2018) yang lalu dimantapkanlah niat untuk menyambangi Kota (Kecamatan) Wonogiri! Jaraknya sekitar 75 km dari Kota Jogja! #jauh
Jauh yo ben! Yang penting, seumur hidup kan jadi sudah pernah ke Kota (Kecamatan) Wonogiri, wekekekek.
SILAKAN DIBACA
Lha terus, November begini mau apa di Kota (Kecamatan) Wonogiri?
- Hujan kan belum rajin turun?
- Curug-curug di Wonogiri kan juga mesti masih kering?
- Waduk Gajah Mungkur kan juga belum banyak airnya?
Jadi yaaa… daripada nggak ada tujuan, mending kulineran saja deh. Kulineran mie ayam Wonogiri langsung di Kota (Kecamatan) Wonogiri!
Padahal, di Yogyakarta yang namanya warung mie ayam Wonogiri itu melimpah-ruah.
Hehehe, namanya juga tingkah-polah kulineran-nya pasangan suami istri yang kurang gawean, wekekeke.
Singkat perjalanan, berangkat pukul 7 pagi kurang dari Jogja, tiba dengan selamat di Kota (Kecamatan) Wonogiri pukul 10 siang. Berkat dipandu Google Maps, jadinya tahu jalan ke Wonogiri lewat Klaten (Prambanan → Gantiwarno → Wedi → Bayat → Cawas) dilanjut Sukoharjo (Weru → Tawangsari → Bulu).
Yang pasti, naik sepeda motor sejauh 70-an km itu bikin pantat pegal-pegal maksimum.
Oleh sebab itu, perlu kiranya segera beristirahat di warung mie ayam. Dwi yang memajang muka bete juga sedang dilanda kelaparan akut karena 3 jam lamanya dibonceng suami dengan perut kosong. #suami.nggak.care
Setelah meng-googling-googling, katanya warung mie ayam Gajah Mungkur itu adalah mie ayam yang paling recomended di Kota (Kecamatan) Wonogiri. Lokasinya berada di ujung perempatan Jl. Kartini di Kelurahan Giripurwo.
Pilih mie ayam biasa atau mie ayam bakso?
Kalau mau ngirit, pilihannya jelas mie ayam biasa. Tapi, karena sudah menempuh jarak sekitar 75 km selama 3 jam perjalanan, maka mie ayam bakso sepertinya wajib dipilih sebagai wujud perayaan kecil.
Eeeeh… tapi kok seporsi mie ayam bakso harganya Rp16.000, sedangkan mie ayam biasa harganya Rp10.000?
Apa ganti pesanan jadi mie ayam biasa saja ya?
“Masak jauh-jauh sampai sini makannya mie ayam biasa Mas? Sekali-kali makan mie ayam bakso lah supaya tahu rasanya.”
Mengikuti saran dari sang istri terlucyu, akhirnya dipesanlah 2 porsi mie ayam bakso, 1 gelas es teh tawar, dan 1 gelas air putih. Setelah itu, duduklah kami di area santap lesehan sembari meluruskan kaki yang terlalu lama ditekuk.
Hiiiih! Selonjoran = nikmat dunia yang tak terkira.
Selang beberapa menit kemudian, hadirlah mie ayam bakso di atas meja. HOOOOO! Ini toh yang namanya mie ayam Wonogiri khas warung mie ayam Gajah Mungkur.
Tampilan di semangkuk mie ayam didominasi mie putih kekuningan. Potongan ayam kuah semurnya cuma seuprit. Daun sawi hijaunya ngumpet di bawah mie. Baksonya berukuran sedang berjumlah 3 butir.
Eh, selisih harga mie ayam biasa dengan mie ayam bakso itu kan Rp6.000. Jadi, satu butir bakso ini harganya = Rp2.000!? Weh!
Rampung mie ayamnya difoto, mari disantap dan dinilai!
Objek-Objek Penilaian
Walau sekilas bentuknya terlihat lembek, ternyata tekstur mienya cukup kenyal. Sesungguhnya, aku lebih senang mie ayam yang wujudnya bulat sedang sih. Tapi, karena porsi mienya ini banyak, aku kasih skor 7 lah.
Rasa potongan daging ayam semurnya manis! Serasa pas memasak diberi banyak gula pasir. Tapi, kenapa cuma sedikit? Jadi, skornya 6 saja lah.
Daun sawi rebusnya standar. Aku kasih skor 7 lah ya.
Kuah mie ayamnya ternyata juga cuma sedikit. Pas diaduk-aduk, bumbu kuahnya nggak begitu terasa mencolok. Jadi, skornya cukup 6 saja.
Baksonya oh baksonya.... Teksturnya lembut. Dagingnya lumayan terasa. Skornya cukup 6 karena aku mendambakan jumlah baksonya = 5 dengan tekstur yang lebih padat.
Skor Akhir
Jadi, skor akhirnya adalah (7 + 6 + 7 + 6 + 6 = 32) dibagi 5 = 6,4!
Dibulatkan ke atas jadinya 6,5 lah ya.
Kalau penilaiannya istri malah lebih sadis. Dirinya memberi skor 6.
Kesimpulannya
Berdasarkan skor di atas, mie ayam Gajah Mungkur di Kota (Kecamatan) Wonogiri, Jawa Tengah termasuk golongan kuliner yang “cukup tahu saja”.
Kalau diajak lagi bersantap di sana, jawabannya adalah, “nanti dulu deh, mending coba cari mie ayam lain.”
Penilaian kami lumayan brutal, mungkin karena selama hidup di Jogja sudah dicekoki dengan bermangkuk-mangkuk mie ayam dari warungnya Pak Pendek (gang di seberang Gembiraloka).
Lagipula, harganya kok mahal?
(Tapi please, jangan bandingkan dengan harga mie ayam di Jakarta )
Seandainya harga mie ayam biasa itu Rp8.000 dan harga mie ayam bakso itu mentok-mentoknya Rp12.000, mungkin skor akhir bisa didongkrak jadi 7.
Dari segi harga, warung mie ayam (dan bakso) Gajah Mungkur ini mirip-mirip seperti warung mie ayam (dan bakso) Idolaku. Tapi, aku lebih setuju dengan cita rasa mie ayam Idolaku.
Oleh karena
- perut sudah terisi,
- istri sudah memasang wajah lucyu,
- dan bokong sudah reda pegalnya,
maka dari itu perjalanan bersepeda motor kembali dilanjutkan.
Berhubung istri nggak mau diajak lanjut ke Tawangmangu (padahal jaraknya “cuma” 40 km dari Kota (Kecamatan) Wonogiri ), jadi ya pulang saja deh ke Kota Jogja… lewatnya Waduk Gajah Mungkur karena aku juga belum pernah lihat Waduk Gajah Mungkur, wakakakak.
Penelusuran di Waduk Gajah Mungkur pada lain kesempatan lah seumpama kami khilaf keluyuran sampai Wonogiri lagi.
Tiba kembali di rumah tercinta sekitar pukul setengah 2 siang sejak berangkat pukul 7 pagi. Total waktu perjalanan pergi + pulang = sekitar 5 jam dengan total jarak sekitar 170 km!
WAOW!
Agenda sore hari setelah Asar adalah tawaf keliling Mal Malioboro. Dilanjut yasinan sehabis Isya. Keesokan harinya ya tepar!
Duh!
NIMBRUNG DI SINI
https://mposepti29.blogspot.com/2022/11/bakso-jtito-asli-solo-gglanggar.html
pracimantoro, lebih dekat lewat wuryantoro -
manyaran - weru - cawas, dst.
yak? Waktu itu sampai rumah makan apa ya
Laav?