Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Jadi ceritanya, seorang pembaca blog Maw Mblusuk? bernama Rere Opal mengirim enam pertanyaan seputar candi kepadaku lewat e-mail. Enam pertanyaan itu merupakan semacam survei, yang berhubungan dengan skripsi yang sedang dirinya kerjakan.
Wah, sepertinya aku harus pasang mode serius buat menjawab pertanyaan-pertanyan Rere itu, hahaha.
Atas ijin Rere, aku terbitkan pertanyaannya sekaligus jawabanku sebagai artikel blog. Seingatku, sudah lama sepertinya aku nggak menerbitkan artikel seputar candi. Bagi Pembaca yang merindu artikel candi, mungkin artikel ini bisa menjadi pengobat rindu. #halah
Berikut pertanyaan Rere (warna biru) dan jawabanku (warna hitam).
Pekerja BP3 memindahkan batu candi Sojiwan ke mesin angkut
Pertanyaan ke-1
Mas Wijna tau nggak, siapa yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan perlindungan pada candi-candi di Jawa Tengah? BP3 Jawa Tengah atau Pemkab setempat di mana candi itu berada?
Sepengetahuanku sih BP3 ya, sebab sesuai kepanjangannya: “Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala” . Dalam bayanganku, BP3 itu selaku tim teknis terkait pemeliharaan dan perlindungan candi. Sementara Pemkab hanya sebagai instansi pendamping BP3, terutama tentang alokasi dana, hehehe.
Peneliti BP3 sedang memetakan batu candi Sojiwan
Pertanyaan ke-2
Kegiatan perlindungan pada candi itu meliputi 2 hal, yakni pengamanan dan penyelamatan. Pengamanan di antaranya dengan memasang papan larangan, yang isinya pemberitahuan bahwa candi adalah BCB, ada hal-hal yang dilarang serta sanksi yang akan diberikan sesuai dengan yang diatur dalam UU BCB. Kegiatan pengamanan lainnya dengan memasang pagar, lampu penerangan, pos jaga, serta menempatkan satpam. Sedangkan penyelamatan di antaranya melalui kegiatan ekskavasi, pembebasan dan pensertifikatan tanah candi, memberikan imbalan pada penemu, menentukan zoonasi yakni pengaturan peruntukan lahan sekitar candi.
Pertanyaannya, saat Mas Wijna mengunjungi candi-candi di Jawa Tengah, apakah pada candi-candi tersebut telah dilakukan upaya perlindungan seperti yang telah saya sebutkan di atas? Kalau ada kegiatan di atas yg belum dilakukan, itu kegiatan apa dan di candi mana?
Wah, terima kasih Rere sudah berkenan menjelaskan panjang lebar tentang pengamanan dan penyelamatan candi. Pengertian yang membantu sekali buat orang awam semacam aku.
Selama ini, aku belum pernah tuh bertemu dengan candi yang ditelantarkan. Eh, yang aku maksud sebagai candi yang ditelantarkan itu bangunan candi utuh yang strukturnya masih jelas terlihat tapi terkesan tidak terawat. Kalau situs-situs purbakala yang mayoritas berwujud batu-batu yang berserakan di sana-sini sih ya... kondisinya memang mengenaskan.
Menurutku, keberadaan papan larangan serta papan nama candi selama ini nggak pernah absen. Demikian juga dengan pos jaga. Meskipun posnya kecil tapi ya tetap ada. Beberapa candi senantiasa dijaga oleh juru pelihara. Kalau kami bertemu petugas yang berjaga, kami kerap diwajibkan mengisi buku tamu. Aku seringnya sih nggak mengamati lampu penerangan, sebab kalau ke candi biasanya di siang hari.
Yang menurutku cukup disayangkan adalah beberapa candi nggak dilengkapi dengan papan keterangan yang menerangkan seluk-beluk bangunan tersebut. Padahal, informasi yang termuat di papan keterangan itu sangat membantu menambah wawasan pengunjung selain cerita dari juru pelihara atau warga sekitar. Aku juga berharap petugas jaga (satpam) dapat ramah dan informatif kepada pengunjung, layaknya satpam yang berjaga di bank.
Candi-candi yang menurutku patut mendapat perhatian dan pengamanan lebih adalah Candi Gunung Sari, Candi Asu, Candi Lumbung, Candi Pendem, Candi Lawang, Candi Karangnongko, dan Candi Losari.
Pekerja BP3 Jateng sedang memahat batu pengganti agar pas saat dipasang di Candi Sojiwan
Pertanyaan ke-3
Apakah menurut mas Wijna upaya-upaya perlindungan di atas sudah cukup untuk melindungi candi dan dapat menjamin candi terhindar dari kerusakan akibat faktor alam maupun manusia? Adakah upaya perlindungan lain yang menurut mas Wijna sebaiknya dilakukan, misalnya dengan memasang kamera CCTV?
Menurutku, sekeras apa pun usaha kita untuk melindungi candi, suatu saat candi akan rusak juga. Nggak hanya terlepas dari candi sebagai karya cipta manusia yang fana #halah melainkan juga dari struktur candi dan juga lingkungan di sekitarnya.
Batu-batu yang menyusun candi itu kan sudah berumur ratusan tahun (bahkan mungkin ribuan tahun kalau melihat asalnya dari endapan lahar gunung merapi). Nggak menutup kemungkinan, bebatuan itu akan terkikis dan kelak rapuh.
Dibandingkan faktor alam, menurutku sih faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan candi adalah manusia. Kasarnya ya, bila alam butuh bertahun-tahun untuk membuat batuan candi terkikis, lapuk, dan rapuh, maka manusia hanya butuh waktu beberapa menit dengan palu dan pasak. Ya kan?
Menurutku, yang paling mendesak adalah bagaimana cara mengedukasi manusia (khususnya pengunjung) untuk turut serta memelihara candi. Sekiranya hal tersebut dapat dilakukan secara optimal, tentu kita nggak akan lagi mendengar kabar adanya pencurian arca, penjualan benda-benda purbakala, dan juga perusakan situs purbakala.
Berbagai usaha dapat kita perbuat untuk meminimalisir serta mencegah kerusakan itu. Tapi ya, nggak sepenuhnya menghentikan kerusakan untuk selama-lamanya kan? Tentu kita juga nggak ingin mengisolir candi supaya nggak terjamah manusia. Karena dari candi kita masih bisa mempelajari banyak hal.
Suasana di atas atap candi Sojiwan yang sedang dipugar
Pertanyaan ke-4
Pernah gak mas Wijna punya uneg-uneg tentang candi, misalnya tentang keprihatinan terhadap kondisi candi-candi di Jawa Tengah, saran tentang sebuah kegiatan yang sebaiknya segera dilakukan pada candi, atau mas Wijna mengetahui ada candi yang keberadaannya belum diketahui oleh BP3 Jawa Tengah? Uneg-uneg itu pernah nggak disampaikan ke BP3 Jawa Tengah? Misal tidak, apa alasannya? Misal ya, apakah mas langsung datang ke kantor atau lewat cara lain misal melalui website BP3 Jateng atau saat pameran benda purbakala? Bagaimana tanggapan yg diberikan pada mas Wijna?
Uneg-uneg sih banyak dan itu lumrah, sebab setiap manusia selalu menemui kekurangan yang membuat dirinya tidak nyaman.
Adapun yang berkaitan dengan candi misalnya saja kurangnya petunjuk lokasi candi, informasi seluk-beluk candi, serta petugas-petugas yang kurang ramah. Biasanya uneg-uneg itu aku tulis di buku tamu. Aku nggak pernah mengutarakannya ke BP3 karena toh pasti terbentur oleh birokrasi yang njelimet . Aku juga pernah berkeluh-kesah di forum budaya yang menghadirkan pihak BP3. Tapi ya nggak sering, sebab aku bukan orang yang suka mengeluh, hahaha.
Sejauh ini tanggapan mereka adalah, “Ya”, namun apakah itu hanya sekadar basa-basi ataukah sudah direalisasikan, aku juga nggak tahu. Sebab, aku hampir tidak pernah kembali ke lokasi candi lagi setelah aku kunjungi. Keterbatasan waktu adalah penyebabnya.
Beberapa waktu yang lalu aku sempat menilik website BP3 yang sepertinya sudah dibenahi. Namun sepertinya, mengutarakan uneg-uneg di halaman buku tamu nggak begitu banyak membantu.
Suasana di dalam kantor BP3 Jateng di Candi Sojiwan
Pertanyaan ke-5
Secara umum, bagaimana penilaian mas Wijna terhadap BP3 Jawa Tengah dalam melaksanakan perlindungan pada candi? Sudah baik atau masih kurang? Sekalian alasannya.
Menurutku masih kurang ya. Terutama untuk candi-candi yang aksesnya jauh dan nggak berdampak pada kehidupan warga. Ya, misalnya candi yang bukan obyek pariwisata atau difungsikan sebagai tempat ibadah.
Aku perhatikan beberapa candi juga tampak kurang terawat. Mungkin ya dirawat tapi frekuensinya beberapa tahun sekali. Selain itu keterbatasan personil di lapangan seperti juru jaga, juru pelihara, dan juga petugas shift jaga malam, sepertinya membuat candi rentan akan kerusakan.
Maket pemugaran Candi Sojiwan, Prambanan, Kebondalem Kidul, Jawa Tengah
Pertanyaan ke-6
Mungkin ada masukan yang ingin disampaikan agar BP3 Jateng kinerjanya dalam melindungi candi-candi di Jawa Tengah dapat lebih baik lagi?
Menurut aku, selama BP3 masih berdiri sebagai instansi pemerintah, segala sesuatunya masih sulit untuk berubah. Hahaha, bukan berarti aku pesimis dengan kinerja instansi pemerintah, melainkan dengan birokrasi yang berbelit yang ujung-ujungnya adalah keterbatasan personil dan dana.
Kita semua tahu bahwa upaya perlindungan dan penyelamatan candi menelan banyak biaya. Kita tahu pula bahwa hanya sedikit candi yang dapat memberikan pemasukan dana bagi BP3. Ditambah lagi, hanya sedikit dari kita yang tanggap akan warisan budaya bangsa ini.
Bagaimana agar lebih baik ya? Hmmm, itu aku juga bingung Rere. Namun mungkin kita jangan terlalu berharap pada BP3. Hanya mereka yang dapat membenahi sistem mereka sendiri. Sebaiknya kita lebih peduli dan tanggap akan keberadaan candi dan potensinya.
Temanku Alpath sedang mewawancarai petugas BP3 di Candi Sojiwan
Demikianlah enam pertanyaan Rere yang sudah dijawab olehku. Panjang yah? Hehehe. Pasti Pembaca mumet bacanya.
Nah, menurut pembaca candi-candi di Indonesia itu mesti diapakan?
(foto-foto adalah jepretanku saat penelitian di Candi Sojiwan pada KKN di Prambanan tahun 2008 silam)
NIMBRUNG DI SINI
Contoh Situs Bleberan di Kecamatan Playen, peninggalan zaman megalitikum 700.000 tahun yang lalu juga terjaga dan terawat.
Padahal letaknya di pelosok banget lho.
Perkara GPS, itu saya kurang ahli je. :p
Terima kasih Wij
Candi itu harus dirawat ya, karena candi adalah indikator eksistensi suatu bangsa. Kita bisa menentukan seberapa besar intelektualitas suatu bangsa dari candinya. Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk merawat candi antara lain dengan dokumentasi, antara lain dengan kampanye blognya Wijna ini, dan menyediakan museum yang memuat dokumen-dokumen mengenai candi tersebut
Aspek kedua adalah menjaga keamanan. Perlu memberdayakan tentara/polisi untuk menjaga candi, karena candi adalah milik negara, jadi penjaganya pun harus alat negara (bukan satpam). Tujuannya ya tidak lain untuk menjaga candi dari tindakan penjarahan atau bahkan pengrusakan.
Dan ketiga, ialah upaya mengawetkan candi supaya bentuknya tetap seperti aslinya, tidak tergerus oleh waktu ataupun cuaca. Saya yakin rekan-rekan dari bidang ilmu geologi tahu caranya. :)
Untuk dokumentasi, sebenarnya masih banyak kendalanya. Terutama kekhawatiran pihak BP3 bahwa dokumentasi oleh pihak luar akan membuat artifak candi-candi rawan untuk dicuri.
Saya membayangkan kalau candi dijaga oleh aparat TNI atau Polri pasti warga sekitar pun akan ragu untuk mendekat. :D
Kalau untuk masalah pengawetan candi saya juga kurang paham. Semoga saja teknologi merawat candi di masa kini tak kalah dengan teknologi yang ada di masa lampau.
karena dengan banyaknya candi yang tersebar cukup menyulitkan pemeliharaan dan pengawasan hanya oleh BP3 saja
ini hanya pendapatku saja ya,
karena ingin benar2 bisa melihat langsung semua candi2 yang dimunculkan di blognya wijna ini
Barangkali, untuk mendidik warga menjadi tenaga terlatih itu prosedurnya rumit ya?
Kangen.....
Kangen..........
Lama ga ngeluarin kayak gini, fotonya mantep2 !!