HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Pengunjung Pertama di Candi Muara Takus

Senin, 21 Agustus 2017, 06:01 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Pernahkah kamu menjadi orang yang pertama kali mengunjungi candi?

 

Pernahkah kamu berdiri menghadap susunan batu-batu tua, ditemani mentari pagi, tanpa kehadiran pengunjung lain?

 

Pernahkah?

 

 

Menjadi pengunjung pertama candi memang bukan suatu pencapaian yang patut untuk dibanggakan. #senyum.lebar

 

Tapi ndilalah-nya, pada hari Rabu (27/4/2016) silam, aku menjadi pengunjung pertama di Candi Muara Takus. Adalah Pak Izul, sang juru pelihara Candi Muara Takus, yang berbaik hati mengantarkan aku ke situs purbakala yang menjadi ikon pariwisata di provinsi Riau tersebut.

 


Diantar Pak Izul, jadi pengunjung pertama Candi Muara Takus. #senyum.lebar

 

Terus terang, aku sangat bersyukur bisa berkunjung ke Candi Muara Takus. Apalagi kalau mengingat-ingat usaha untuk bisa sampai ke sini. Dari mulai gonta-ganti naik angkutan umum sampai numpang bermalam di rumah Pak Sekretaris Desa Muara Takus. #tanpa.rencana

 

Rasanya, sampai ke sini dengan selamat adalah hal yang amat mustahil. Tapi anehnya, kok ya Alhamdulillah betul-betul terjadi ya? Hahaha. #senyum.lebar

 

 

Suasana Kompleks Percandian Muara Takus

Gerbang besi yang memagari Kompleks Percandian Muara Takus pelan-pelan bergeser diiringi suara decit dari roda-rodanya. Pak Izul dengan kunci di genggaman kemudian berbalik dan mempersilakanku masuk.

 

Tanpa perlu pikir panjang, aku pun beranjak masuk ke halaman Kompleks Percandian Muara Takus. Aaaaah… jadi ini rupanya situs purbakala yang selama bertahun-tahun silam hanya bisa aku tatap fotonya dari buku mata pelajaran sejarah. #senyum

 

Alhamdulillah, kini aku bisa menatapnya langsung dengan mata kepala telanjang. Bahkan sampai mengelus-elus batunya, hahaha. #senyum.lebar

 


Suasana sepi Kompleks Percandian Muara Takus pada pagi hari.
Beratus-ratus tahun silam, di sini suasananya pasti ramai.

 

Kesan yang pertama kali muncul saat menjejakkan kaki di Kompleks Percandian Muara Takus adalah situs purbakala ini rapi dan bersih. Suasana halamannya asri walaupun minim pohon perindang. Ada jalan setapak yang sudah dipercantik konblok. Dan yang terpenting, tidak ada sampah berceceran di rumput hijau yang terpangkas rapi. #senyum.lebar

 

Kesan berikutnya yang muncul adalah Kompleks Percandian Muara Takus ternyata tidak seluas yang aku sangka. Ini pasti gara-gara aku sudah “teracuni” ekspektasi dari pengalaman menyambangi Kompleks Candi Muaro Jambi.

 

Boleh dikata, candi-candi di Kompleks Percandian Muara Takus berdiri secara berhimpit-himpitan. Jarak dari satu candi ke candi lainnya benar-benar hanya sepelemparan batu secara harfiah. Seakan-akan candi-candi ini dibangun di lahan yang luasnya sangat terbatas.

 


Suasana di halaman luar Kompleks Percandian Muara Takus.

 

Selain itu, di halaman luar Kompleks Percandian Muara Takus terdapat sejumlah fasilitas pendukung. Sebut saja musala, aula pertemuan, dan kios-kios. Tempat parkir kendaraan pengunjung pun lumayan luas.

 

Sayangnya, aku perhatikan fasilitas-fasilitas tersebut terlihat jarang dimanfaatkan. Kios misalnya. Hingga waktu beranjak siang, aku perhatikan tak ada satu pun yang buka. Apa mungkin hanya buka saat akhir pekan atau musim libur ya? Karena pada hari biasa pengunjung Kompleks Percandian Muara Takus lumayan minim. #sedih

 

Minimnya pengunjung Kompleks Percandian Muara Takus boleh jadi disebabkan lokasinya yang lumayan jauh. Dari ibu kota provinsi Riau di Pekanbaru, jaraknya sekitar 120 km! Belum lagi kondisi jalan 18 km menjelang Kompleks Percandian Muara Takus itu berlubang-lubang karena kerap dilintasi truk-truk pengangkut batu. #sedih

 

Tentang Batu Candi Muara Takus

Terlepas dari minimnya pengunjung, Candi Muara Takus berdiri anggun dengan nuansa kemerahan. Apalagi saat diterpa hangatnya mentari pagi. Sebabnya, sebagian besar batu-batu penyusun Candi Muara Takus adalah batu bata merah.

 

Besar kemungkinan, penggunaan batu bata pada Candi Muara Takus dikarenakan di sekitar lokasi tidak terdapat deposit batuan vulkanik. Keberadaan Sungai Kampar Kanan yang berada tidak jauh dari Candi Muara Takus justru membawa keuntungan sebagai sumber endapan tanah liat.

 

Tanah liat yang dipakai untuk membuat batu bata diperkirakan diambil dari Desa Pongkai. Nama Pongkai berasal dari bahasa Tionghoa, Pong = lubang dan Kai = tanah. Itu karena di Desa Pongkai banyak terdapat lubang galian yang diduga merupakan tambang tanah liat. Tapi itu dulu, karena saat ini lubang-lubang tersebut sudah terendam air PLTA Koto Panjang. #sedih

 


Terkutuklah manusia tak beradab yang mengukir nama cinta-cintaan di batu bata ini. #sedih

 

Selain batu bata, Candi Muara Takus juga dibangun menggunakan batu tufa. Sekilas, wujud batu tufa tidak jauh berbeda dengan batu andesit. Akan tetapi, batu tufa berbeda karena proses terjadinya berasal dari endapan debu vulkanik. Oleh sebab itulah batu tufa memiliki sifat yang lebih lunak alias lebih mudah patah.

 

Seperti halnya di Candi Sambisari, pagar dalam Kompleks Percandian Muara Takus dibangun menggunakan batu tufa. Pagar dalam tersebut berukuran 74 x 74 meter dengan ketinggian di bawah pinggang pria dewasa.

 


Pagar batu yang mengelilingi Kompleks Percandian Muara Takus.

 


Susunan batu penyusun pagar Kompleks Percandian Muara Takus. Bisa diamati ukuran batu-batu yang tidak seragam.

 


Batu tufa yang lebih rawan patah dibanding batu andesit.

 

Candi-Candi di Kompleks Percandian Muara Takus

Para ahli purbakala belum bisa memastikan kapan Kompleks Percandian Muara Takus dibangun. Akan tetapi, mereka menduga bahwa situs purbakala ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Ada juga yang beranggapan bahwa dulunya Kompleks Percandian Muara Takus adalah salah satu pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.

 

Hmmm... coba saja keempat bangunan candi yang tersisa ini bisa menceritakan segalanya.

 

Candi Mahligai

Dari keempat candi di Kompleks Percandian Muara Takus, Candi Mahligai adalah candi yang paling unik. Boleh dibilang, Candi Mahligai adalah ikonnya Kompleks Percandian Muara Takus.

 

Candi Mahligai kadang disebut juga sebagai Stupa Mahligai. Candi ini memiliki stupa berbentuk menara setinggi 14 meter. Bentuk stupa ini sekilas mirip lingga. Menurut para ahli purbakala, gaya stupa yang seperti ini berasal dari masa peralihan Siwaistis ke Budhistis.

 


Bangunan Candi Mahligai (kiri) dengan tetangganya Candi Bungsu (kanan).

 


Menara Candi Mahligai yang mirip lingga (ehem, perwujudan alat kelamin pria).

 

Walaupun nggak terkunci, di pintu pagar besi yang mengelilingi tangga Candi Mahligai tertera larangan masuk kecuali petugas. Jadinya, aku memilih untuk nggak menjamah Candi Mahligai. Walaupun lagi-lagi, mungkin aku bisa mendapatkan izin masuk dari Pak Izul. #hehehe #pengunjung.sopan

 

Oleh sebab itu, aku merujuk kepada plakat informasi Candi Mahligai untuk menceritakan secara rinci daerah yang tidak bisa aku jamah. #senyum.lebar

 


Papan larangan masuk yang terpasang di setiap pagar besi tangga candi-candi Muara Takus. #hehehe

 

Menurut keterangan di plakat informasi, Candi Mahligai berbentuk bujur sangkar berukuran 7 meter x 7 meter. Di bagian utara candi terdapat tangga untuk naik ke bagian selasar.

 

Selasar candi mengelilingi dasar dari menara. Bentuk dasar menara ini adalah kelopak bunga. Konon, dahulu kala di dasar menara ini terdapat empat arca singa #sekarang.hilang. Di puncak menara terdapat batu fragmen bangunan berbentuk vajra (motif mirip permata) dilengkapi bija mantra yang ditulis dalam aksara Nagari.

 


Susunan batu bata di bagian kaki Candi Mahligai. Terlihat bahwa bagian kaki candi ini mengalami dua tahap pembangunan dengan tidak mengubah struktur lama.

 

Candi Mahligai mulai dipugar pada tahun 1978 dan selesai pada tahun 1983. Fungsi Candi Mahligai adalah sebagai tempat pemujaan.

 

Candi Bungsu

Berada di sebelah barat Candi Mahligai adalah Candi Bungsu. Seperti Candi Mahligai, tangga Candi Bungsu juga dikelilingi oleh pagar besi dengan di pintunya tertera larangan masuk kecuali petugas. #senyum.lebar

 

Nggak bisa masuk deh aku. #senyum.lebar

 


Tampak muka Candi Bungsu yang dibangun menggunakan batu tufa.

 

Masih seperti Candi Mahligai, Candi Bungsu memiliki tangga naik ke bagian selasar. Letak tangga naik ini ada di sisi timur.

 

Seperti yang bisa dilihat pada foto, Candi Bungsu memiliki bagian mirip stupa besar di sisi utara. Sedangkan di sisi selatan terdapat stupa yang dikelilingi delapan stupa kecil.

 

Duh, coba aku bisa naik ke selasar. Penasaran sama wujud stupa kecilnya. #senyum.lebar

 


Tampak belakang Candi Bungsu yang menampilkan bangunan tambahan yang terbuat dari batu bata.

 

Wujud Candi Bungsu lebih panjang dibandingkan Candi Mahligai. Menurut plakat informasi luas Candi Bungsu ini 7,5 meter x 16,28 meter dengan tinggi 20 meter.

 

Wujud Candi Bungsu yang panjang ini juga menarik untuk diamati. Candi Bungsu dibangun dari perpaduan batu tufa dan batu bata. Kalau diperhatikan secara lebih saksama, bangunan Candi Bungsu awalnya dibangun dari batu tufa. Kemudian, barulah dibangun bangunan tambahan di sisi selatan yang terbuat dari batu bata.

 


Dua jenis batu yang berbeda digunakan dalam membangun Candi Bungsu. Batu bata (kiri) dan batu tufa (kanan).
Perhatikan juga bahwa bangunan dengan batu bata merupakan bangunan tambahan yang menyesuaikan bentuk bangunan batu tufa.

 


Bisa diperhatikan bangunan Candi Bungsu (kiri) dan Candi Tua (kanan) dibangun sangat berdekatan.

 

Entah apa alasan pastinya bangunan Candi Bungsu diperluas dengan tambahan batu bata. Tapi, kalau diperhatikan bangunan Candi Mahligai juga mengalami perluasan.

 

Penggunaan material batu bata pada bangunan perluasan aku duga karena persediaan material batu tufa yang mulai menipis. Dibanding batu tufa, batu bata kan lebih mudah diproduksi dalam jumlah masif.

 

Candi Tua

Jika ada Candi Bungsu seharusnya ada Candi Sulung toh? Nah, Candi Sulung di Kompleks Percandian Muara Takus ini disebut juga dengan nama Candi Tua.

 

Candi Tua terletak di sebelah utara Candi Bungsu. Jarak antara Candi Tua dan Candi Bungsu sangat berdekatan sehingga boleh dibilang mepet banget.

 

Candi Tua merupakan candi terbesar yang ada di Kompleks Percandian Muara Takus. Ukurannya mencapai 32,8 meter x 21,8 meter dengan tinggi 8,5 meter.

 


Candi Tua yang ukurannya paling besar dari ketiga candi lain.

 

Berbeda dengan Candi Mahligai dan Candi Bungsu, Candi Tua memiliki dua kaki candi yang berarti memiliki dua selasar. Lagi-lagi, aku nggak menyempatkan diri untuk naik ke Candi Tua karena ada larangan masuk di pintu pagarnya #senyum.lebar. Tangga di Candi Tua berjumlah 2 buah yang masing-masing terletak di sisi timur dan barat.

 

Candi Palangka

Satu candi yang nyaris terlewat dari cerita adalah Candi Palangka. Dibanding ketiga candi di Kompleks Percandian Muara Takus, Candi Palangka berukuran paling kecil. Ukurannya “hanya” 5,85 meter x 6,60 meter dengan tinggi 1,45 meter.

 


Candi Palangka yang ukurannya paling kecil dari ketiga candi lain.

 

Wujud Candi Palangka paling sederhana, yaitu serupa dengan altar yang dilengkapi tangga. Sama seperti ketiga candi lain, fungsi Candi Palangka diduga sebagai tempat pemujaan.

 

Candi Muara Takus yang Masih Tersembunyi

Sebetulnya, Kompleks Percandian Muara Takus masih memiliki candi kelima. Akan tetapi, candi kelima ini kondisinya masih tertutup gundukan tanah. Sepintas wujudnya mirip Candi Abang dengan ukuran yang jauh lebih mungil. #senyum.lebar

 

Menurut kabar yang beredar, katanya candi kelima ini merupakan tempat pembakaran mayat. Tapi ya untuk mengungkap fungsi dan bentuk yang sebenarnya haruslah dilakukan ekskavasi dan kajian secara lebih mendalam oleh para ahli purbakala. #senyum

 


Tertutup oleh gundukan tanah ini adalah susunan batu bata tua yang diduga kuat merupakan bangunan candi lain.

 


Arca yang terletak di puncak gundukan tanah.

 

Kata Pak Izul di sekitar Kompleks Percandian Muara Takus masih terdapat sejumlah peninggalan purbakala lain. Beliau pun mengajakku ke kebun kelapa sawit yang lokasinya nggak begitu jauh dari sana.

 

Entah apa yang bakal aku jumpai di sana....

NIMBRUNG DI SINI