Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Hari Rabu pagi (27/4/2016), setelah puas menjelajahi sudut-sudut Candi Muara Takus, Pak Izul mengajak aku menyambangi peninggalan purbakala lain yang berada di dekat sana. Maka dari itu aku pun kembali beranjak menuju ke gerbang masuk candi, tempat di mana Pak Izul memarkir sepeda motornya.
SILAKAN DIBACA
Dengan membonceng sepeda motor, aku diantar Pak Izul menyusuri jalan yang kanan-kirinya diapit kebun-kebun karet. Selang beberapa saat kemudian Pak Izul memberhentikan sepeda motornya di luar pagar salah satu kebun karet. Ia kemudian mengajakku masuk ke area kebun karet dengan melompati pagar!
Weleh! Benar-benar perilaku mirip maling!
Tapi, Pak Izul kemudian bilang bahwa kebun karet yang kami masuki itu adalah kebun karet miliknya. Waaah, rupanya Pak Izul selain menjaga candi juga punya kebun karet toh.
Saat berjalan kaki di antara pohon-pohon karet, Pak Izul memberitahuku untuk mengamati rumput. Eh, ternyata di antara rerumputan ada pecahan-pecahan batu bata! Ada yang terpendam tanah. Ada juga yang berserakan begitu saja.
Di dalam kebun karetnya, Pak Izul mengajakku menghampiri suatu gundukan tanah yang berbatasan dengan pagar kebun tetangga. Kata Pak Izul di dalam gundukan tanah tersebut ada struktur batu bata. Beberapa kali gundukan tersebut sempat diteliti oleh para ahli purbakala. Pada tahun 2017 mendatang kabarnya bakal dilanjutkan lagi.
Dari kebun karet miliknya, Pak Izul kemudian mengajakku balik naik sepeda motor untuk menuju ke lokasi lain. Kali ini lokasi yang kami tuju bukanlah kebun karet, melainkan kebun sawit!
Kebun sawit ini terletak lumayan dekat dari Kompleks Candi Muara Takus. Nggak seperti di kebun karet barusan, di kebun sawit ini menara Candi Mahligai bisa terlihat jelas.
Dengan Pak Izul sebagai pemandu arah, aku dibawanya menuju ke suatu pohon sawit. Ia lalu mengorek-orek tanah di dekat pohon dengan pelepah sawit kering. Tak seberapa lama terlihatlah sejumlah batu bata. Waow!
Berbeda dengan batu bata di kebun karet yang berserakan, struktur batu bata di dekat pohon sawit ini tersusun rapi menyerupai lantai. Pak Izul menduga bahwa lantai batu bata ini dahulunya merupakan tempat singgah para pengunjung Candi Muara Takus.
Sayang sekali aku nggak bisa berlama-lama di lokasi karena Pak Izul keburu mengajak meninggalkan lokasi begitu empunya kebun sawit datang. Kata Pak Izul, bisa-bisa nanti kami disangka mau merusak pohon sawit miliknya.
Dari situs kebun sawit Pak Izul mengajakku melihat tanggul kuno lebih dekat. Untuk melindungi dari luapan air Sungai Kampar pada saat banjir Kompleks Candi Muara Takus dilindungi oleh tanggul buatan.
Letak tanggul ini nggak begitu jauh dari kompleks candi. Di atas tanggul berdiri bangunan semacam anjungan yang bisa dimanfaatkan untuk menikmat panorama Sungai Kampar. Bangunan anjungan ini juga menyatu dengan dermaga kecil. Mungkin dahulu pernah direncanakan ada proyek perahu wisata ke Kompleks Candi Muara Takus.
Hmmm... apa mungkin orang-orang pada zaman dahulu ke Kompleks Candi Muara Takus dengan naik perahu ya?
Di dekat tanggul juga ada bangunan candi. Ukuran bangunan candi ini jauh lebih kecil bila dibandingkan candi-candi di dalam Kompleks Candi Muara Takus. Wujud bangunan candi kecil ini lebih menyerupai kotak berukuran jumbo. Sayang di lokasi nggak ada informasi yang bisa memberi penjelasan apa sebetulnya fungsi dari bangunan ini.
Sama seperti candi-candi di sekitarnya, bangunan candi kecil ini terbuat dari batu bata. Yang membuatnya unik adalah adanya susunan batu-batu kali di bagian dasar bangunan. Akan tetapi, bila mencermati susunan batu-batu kali ini bakal terlihat adanya lapisan perekat batu yang tampak seperti adonan semen.
Serupa seperti susunan batu-batu kali, pada bagian puncak candi terlihat lapisan semen di antara susunan batu-batu bata yang nggak utuh. Hmmm, apakah bangunan candi ini diselamatkan secara darurat ya sehingga banyak memakai perekat semen?
Akhir kata, apabila mencermati berbagai peninggalan purbakala yang tersebar di sekitar Kompleks Candi Muara Takus, aku menduga bahwa kompleks percandian ini aslinya sangat luas. Mungkin pada zaman dahulu kompleks percandian ini nggak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, melainkan juga kompleks tempat tinggal.
Sayangnya, kini sejumlah peninggalan purbakala tersebut tersembunyi di dalam kebun-kebun karet dan sawit milik warga. Untuk bisa mengungkap seluruh peninggalan tersebut tentunya memerlukan biaya yang teramat besar.
Penjelajahan di Kompleks Candi Muara Takus telah selesai. Kini saatnya berpindah ke desa sebelah yang juga memiliki objek wisata yang nggak kalah menarik.
Apa ya kira-kira?
NIMBRUNG DI SINI
-Traveler Paruh Waktu