HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Ini Candi Sialang, Bukan Candi Sialan!

Kamis, 6 Oktober 2016, 12:50 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Masih di Kompleks Percandian Muaro Jambi, dan masih pula menyusuri jalan setapak yang menghubungkan antara candi yang satu dengan candi yang lain. Asal tahu saja, di Muaro Jambi ini, sebagian candi-candinya nyempil di tengah hutan. Satu-satunya akses jalan hanyalah jalan setapak. Untung sudah diperkokoh dengan semen.

 

Dan tentu saja! Menyusuri jalan setapak menembus hutan ini enaknya dengan naik sepeda sewaan bertarif Rp10.000 sepuas-puasnya! Kalau mau jalan kaki ya monggo. Tapi ya siap-siap saja menghadapi jarak 4 km pergi-pulang. #hehehe

 

Piye?

Kuat bersepeda 4 km pergi-pulang?

Atau malah lebih kuat jalan kaki 4 km? #senyum.lebar

 

Yang jelas di sini nggak ada ojek lho! #hehehe

 


Hanya tinggal ikuti jalan setapak semen ini dan dijamin nggak bakal pakai acara nyasar! #senyum.lebar

 

Pada Sabtu (11/4/2015), pukul setengah 1 siang. Saat matahari Jambi sedang terik-teriknya. Akhirnya petualangan bersepeda menyusuri jalan setapak semen ini berujung pada suatu situs candi yang cukup kontroversial.

 

Yang membuat kontroversial adalah namanya. Karena rawan salah sebut. #hehehe

 


Aku nggak bercanda lho! Nama candinya benar-benar Candi Sialang kan? #hehehe

 

Eh, harap diperhatikan ya!

 

Nama candi ini adalah Candi Sialang!

BUKAN Candi Sialan!

 

INGAT YA! Jangan lupakan huruf g-nya!!! #serius

 

Penamaan candi ini sebagai Candi Sialang bukan tanpa sebab! Bagi warga setempat (khususnya warga Melayu), sialang itu adalah sebutan untuk pohon-pohon yang jadi tempat bersarangnya lebah hutan. Besar kemungkinan, candi ini diberi nama Candi Sialang karena di sekitarnya banyak pohon sialang.

 

Sudah paham toh? #senyum.lebar

 

Meskipun demikian, saat aku mampir di sana, aku sama sekali nggak lihat ada sarang lebah dan juga lebah-lebah hutan yang bebas berkeliaran. Pada di mana ya mereka?

 

Mirip Candi Abang

Berbeda dengan candi-candi di Kompleks Percandian Muaro Jambi yang sebelumnya aku sambangi, di Candi Sialang ini aku melihat pemandangan yang amat sangat jauh berbeda. Yang tampak di kedua mataku yang minus 2 1/4 tanpa silindris ini #eh hanyalah tumpukan batu bata.

 

Lebih tepatnya, batu bata yang berserakan di sana-sini.

Seakan-akan baru kemarin kena bom atom....

 

Wew....

 


Mana bangunan candinya?

 

Penasaran, aku pun beranjak mendekat ke situs Candi Sialang. Sepeda aku parkir di dekat papan nama candi. Malas juga kalau panas-panas begini bawa-bawa sepeda. #hehehe

 

Di lokasi situs Candi Sialang ini aku mendapati adanya suatu hamparan tanah yang ketinggiannya lebih tinggi dari tanah di sekitarnya. Jadi, membentuk seperti semacam bukit gitu. Nah, hamparan batu-batu bata terdapat di dataran ini.

 


Bekas parit yang mengelilingi Candi Sialang.

 

Di sekeliling dataran di mana batu-batu bata adalah hamparan tanah liat. Memijaknya harus hati-hati karena rawan bikin alas kaki berlumur tanah. Lha membersihkan tanahnya nanti lak yo repot toh? #hehehe

 

Ketinggian hamparan tanah liat ini lebih rendah dari tanah-tanah di sekitarnya. Aku menduga, dahulu kala ini adalah parit berisi air yang mengelilingi “pulau” di mana candi berada. Sebagian besar candi di Kompleks Percandian Muaro Jambi kan dibangun di atas “pulau” dan orang-orang di masa lampau ke candinya dengan naik perahu.

 

#foto-2853, 54, 59

 


Sepintas bentuknya mirip dengan Candi Abang kan? Eh, sudah pernah ke Candi Abang belum? #senyum.lebar

 

Di atas dataran yang penuh oleh hamparan batu-batu bata yang tak lagi utuh itu aku lihat ada tumpukan batu bata yang sepintas mirip seperti bentuk Candi Abang. Bedanya, tumpukan batu ini nggak terlampau tinggi dan juga belum tersamarkan oleh rumput. #senyum.lebar

 

Aku jadi bisa membayangkan. Mungkin, seperti inilah wujud Candi Abang dahulu kala saat belum berubah menjadi bukit Teletubbies. Bagaimana kelak tumpukan batu bata ini akan bermetamorfosis menjadi bukit berumput hijau, biarlah waktu yang akan menjawabnya.

 


Batu-batu batanya disusun melingkar. Apakah dari dahulu sudah begini?

 


Mungkin kalau ngobrol sama "penunggu"-nya Candi Sialang, kita bisa dapat banyak keterangan. #hehehe

 

Seperti biasa, aku pun menjelajah daerah sekitar guna mencari obyek-obyek menarik. Sayang, yang aku temui hampir sebagian besar adalah batu-batu bata yang tak lagi utuh.

 

Meski demikian, aku tetap menjumpai beberapa benda yang lumayan menarik. Pertama, aku lihat ada batu bata yang disusun dengan pola melingkar. Apa dahulunya ini adalah pondasi struktur stupa ya?

 

Obyek menarik kedua adalah batang dupa dan bunga mawar! #senyum.lebar Apa kalau pas malam Candi Sialang ini juga jadi tempat untuk bersemadi ya?

 

Candi Batu Bata Tak Berwujud

Candi-candi di Kompleks Percandian Muaro Jambi dibangun dari batu bata. Kenapa demikian? Itu karena di sini batu bata lebih mudah diperoleh dibandingkan batu alam.

 

Candi-candi di Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagian besar dibangun dari batu alam. Itu karena batu alam mudah diperoleh di Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagai akibat dari tingginya aktivitas gunung berapi. Batu alam kan asalnya dari magma yang membeku.

 

Sayangnya, di Muaro Jambi nggak ada aktivitas gunung berapi. Yang ada hanyalah sungai, sungai, dan sungai, yang notabene identik dengan tanah liat sebagai sumber bahan baku pembuatan batu bata.

 


Ukuran batu batanya lebih besar dari batu bata modern.

 

Bila dibandingkan dengan batu alam, batu bata memiliki kekuatan yang jauh lebih rendah. Amati saja, yang sering dipecahkan dalam peragaan ilmu bela diri pasti kan ya batu bata toh? Perkasa sekali kalau ada orang yang bisa bikin remuk batu andesit dengan sekali pukul. #senyum.lebar

 

Aris Munandar, pakar purbakala Indonesia, membagi kerusakan bangunan batu bata ke dalam empat kategori:

 

  1. Kerusakan karena suhu, kelembapan, angin, air hujan, dan penguapan
  2. Kerusakan karena gaya mekanis (gempa, tekanan, tanah longsor, dsb)
  3. Kerusakan karena pelapukan kimia
  4. Kerusakan karena mikroorganisme (lumut, bakteri, rayap, dsb)

 

Boleh jadi bangunan Candi Sialang yang tampak hancur berantakan ini disebabkan oleh faktor-faktor di atas. Kalau aku sih membayangkannya, Candi Sialang ini selama sekian ratus tahun terpapar oleh guyuran hujan dan juga banjir. Alhasil batu-batu batanya menjadi rapuh. Kemudian menyebabkan batu di susunan bawah patah. Alhasil pondasinya jadi tidak stabil dan berakhir runtuh.

 

Masuk akal kan? #senyum.lebar

 

Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2016/01/05/permasalahan-seputar-pelestarian-candi-berbahan-bata/

 


Kalau batu-batu batanya tersebar seperti ini bagaimana menyusunnya kembali ya?

 

Melihat kondisi Candi Sialang yang tak berbentuk seperti ini, sepertinya susah untuk memugarnya kembali menjadi wujud utuhnya di zaman dahulu kala. Walaupun begitu, bukan malah menjadi alasan buat kita untuk merusaknya lho!

 

Ingat! Benda-benda cagar budaya itu harus dipelihara untuk diwariskan ke generasi selanjutnya. Karena ada banyak hal yang bisa dipelajari dari sana. #senyum

 


Jalan setapaknya berakhir sampai di sini....

 

Berhubung jalan setapak semen di Candi Sialang ini sudah mentok, jadi ya mari kita putar balik dan menyusuri jalan setapak hutan yang satunya lagi.

 

Pokoknya siang hari ini agendanya bersepeda menyusuri jalan setapak semen di dalam hutan, hehehe. #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI