Suasana yang berbeda, menyambut kami setibanya di Bali. Di tengah gelapnya malam, samar-samar kami menyaksikan bus yang kami tumpangi sesekali berhenti di tengah jalan yang menghubungkan Gilimanuk dengan Denpasar. Pak Kondektur segera turun dari dalam bus dan menghambur ke salah satu sudut jalan.
Di dalam keheningan malam itu, Pak Kondektur tampak sedang menaburkan bunga dan berdoa. Masanya singkat dan Pak Kondektur segera naik kembali ke dalam bus. Peristiwa itu menyadarkanku bahwa aku sedang berada di pulau Dewata. Bus pun kembali melanjutkan perjalanan.
Masjid Ibnu Batuta di Kompleks Puja Mandala.
Suatu malam, kami berkesempatan berbincang dengan Pak Ilyas. Sebagai bagian dari umat muslim di Bali, yang jumlahnya lebih sedikit dari umat Hindu, ruang gerak umat muslim memang cukup amat terbatas.
Apalagi setelah terjadinya tragedi Bom Bali. Seakan-akan umat Hindu sudah tidak percaya lagi kepada umat Muslim. Untuk mengadakan kegiatan akbar seperti pengajian pun harus diawasi secara ketat oleh pihak umat Hindu. Izin untuk pengembangan sarana dan prasarana ibadah pun tidak semudah dulu lagi. Apa boleh dikata, trauma pasca tragedi bom Bali masih melekat erat di benak mereka.
Namun, di balik sikap tersebut, harmoni keselarasan hidup berdampingan satu sama lain masih bisa dijumpai di salah satu sudut Bali. Di kawasan Nusa Dua, kami menjumpai sebuah kompleks peribadatan yang bernama Puja Mandala.
Ulah Vandalisme ini semoga bukan karena benci.
Sesuai namanya, di kompleks ini terdapat lima (mandala) tempat peribadatan, yaitu masjid, gereja Katolik, vihara, gereja Protestan, dan pura. Saat kami datang, ada keluarga yang tengah mengadakan pernikahan di gereja Protestan. Sekelumit suasana yang membawa pikiran kita melayang dari sebuah pulau bernama Bali.
Hidup berdampingan memang tidak mudah, ada banyak kendala dan halang-rintang. Untuk itu apakah kita harus menyerah? Hidup di tengah umat Hindu; makanan yang diragukan kehalalannya dan terpencilnya tempat ibadah, apakah menyurutkan langkah kita sebagai umat muslim? Untuk itu apakah kita harus memaksakan keyakinan kita kepada mereka? Membenci umat Hindu?
Hidup berdampingan? Kenapa tidak?
Kalau kita pikirkan, umat muslim di Bali tidak ubahnya umat Hindu di Jawa. Sama-sama kelompok minoritas di antara mayoritas, dan berusaha menjalin hidup selaras-serasi-seimbang dengan sesama manusia, tanpa perlu menilik suku, agama, ras, dan golongan.
Untuk itu tidak perlu ada kekerasan, pemaksaan, dan lain sebagainya. Cukup dengan mengerti dan memahami, harmoni itu akan tercipta dengan sendirinya. Agar alam tetap bersimpati kepada kita, selalu mengiringi kemana langkah kita. Hidup berdampingan, satu sama lain.
NIMBRUNG DI SINI
1. web mas nih pake platform apa?? saya liat di source code nya script web mas nih unik banget??
2. salut buat templatenya, nyatu banget.