Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
“Aku pingin motret orang njala di Rawa Pening Mas!”
Itulah permintaan Dwi sebagai syarat keluyuran ke Kota Salatiga . Berhubung Rawa Pening cuma berjarak 10 km dari Kota Salatiga, jadi aku iyakan saja permintaan sang istri terlucyu itu.
Rencana awalnya, pada Minggu sore (22/4/2018) kami mau memantau dulu lokasi motret yang sip di Rawa Pening. Tapi eh tapi, waktunya malah nggak memungkinkan. Jadinya, langsung motret di sana sajalah sebelum pulang ke Kota Jogja pada Senin pagi (23/4/2018). #sekalian.lewat
SILAKAN DIBACA
Cara ke Rawa Pening dari Kota Salatiga gampang banget. Tinggal ikuti jalan raya ke arah Semarang. Setelah melewati Jembatan Tuntang (sekitar 10 km dari Kota Salatiga) nanti ada cabang jalan di kiri jalan. Belok ke cabang jalan itu dan nanti Rawa Pening bakal kelihatan jelas.
Tapi, yang namanya Rawa Pening itu kan LUAS BANGET! Lha, njuk di mana lokasinya orang-orang yang menjala itu ngumpul?
Dengan mengarahkan sepeda motor ke suatu cabang jalan acak, tibalah kami di pinggir persawahan yang berbatas dengan Rawa Pening. Di tempat ini terlihat banyak orang naik perahu yang hilir mudik di Rawa Pening.
Aku mengamati, dari sekian banyak orang yang berperahu itu, kok nggak ada satu pun yang sedang menjala ya? Tapi yo wis lah. Lha wong Dwi sepertinya sudah asyik motrat-motret ini.
Lagipula, langit pada Senin pagi itu juga mendung. Gunung-gunung dan bukit-bukit yang kalau cerah menghiasi pemandangan Rawa Pening nggak kelihatan. Karena itulah aku sebetulnya ya agak-agak kurang bersemangat buat motrat-motret. #alasan
Mungkin kalau mau cuacanya cerah harus datang ke sini pas pertengahan kemarau. Misalnya pas Juli atau Agustus gitu ya?
“Jauh Mas,” keluh Dwi saat mengamati hasil foto-fotonya di layar LCD. “Nggak bisa lebih deket lagi ya?”
“Hooo, kalau banyak duit bisa dibuat lebih deket. Nyewa perahu buat muter-muter Rawa Pening,” jawabku yang kemudian berlanjut dengan cerita motret bareng Pakdhe Prap dan kawan-kawannya pada 2009 silam.
Weeeh! Jebul ternyata sudah hampir 10 tahun ya aku balik lagi ke Rawa Pening!? #baru.sadar
SILAKAN DIBACA
Istri sepertinya kurang puas dengan jawaban sekenaku itu . Jadi, aku tawarkanlah suatu opsi,
“Kalau mau lebih deket kayaknya mesti motretnya dari seberang rel itu,” kataku menunjuk rel kereta api yang melintang di atas Rawa Pening.
“Apa mau ke seberang rel situ? Tapi, ya jalan kaki. Piye?”
Eh, nggak disangka saranku itu disetujui Dwi! Jadilah sepeda motor dilajukan kembali ke jalan aspal. Si suami pun mencari-cari lokasi akses masuk untuk menjejak rel supaya sang istri puas dan nggak ngambek sepanjang jalan Semarang – Jogja. #ups
Berdasarkan arahan dari Google Maps akhirnya ditemukanlah akses ke rel yang letaknya hanya beberapa meter dari jalan aspal. Dwi turun dari sepeda motor dan bertanya ke seorang bapak yang rumahnya persis di seberang rel.
Kata bapak itu, nggak apa-apa kok jalan kaki menyusuri rel. Soalnya, jalur keretanya mati. Tapi, sepeda motor nggak boleh dibawa jalan lewat sana.
Oke deh Pak!
Ternyata oh ternyata, pemandangan Rawa Pening yang tersaji dari tepi rel kereta lumayan “mengenaskan”. Sungguh jauh dari bayangan akan pemandangan danau yang indah.
Banyak perahu yang disandarkan di tepian Rawa Pening. Beberapa perahu terkesan nggak terawat. Jika ditambah kondisi tepi danau yang terkesan “kotor”, makin klop lah kesan Rawa Pening sebagai danau yang “suram”.
Sepintas, kok ya mirip seperti kondisi Danau Toba pas aku ke sana tahun 2014 silam.
Walaupun begitu ada juga pemandangan perahu yang menarik hati. Beberapa perahu yang dicat warna-warni dan disandarkan berdempet-dempetan jelas adalah objek foto yang menarik.
Setelah menyusuri rel kereta api sekitar 30 menit #jauh.juga akhirnya kami tiba di spot pemotretan yang diincar. Dari tengah rel, orang-orang yang berperahu itu memang terlihat lebih dekat.
Tapi eh tapi, setelah lama menunggu, kok ya tetap nggak ada satu pun orang yang melempar jaring ya? Sebagian besar orang yang berperahu itu membenahi jaring-jaring ikan yang sudah mereka benamkan. Sebagian yang lain baru mulai membenamkan.
Kalau mau mendapat foto orang menjala yang sip mungkin memang harus menjalin pakta kerja sama dengan para orang yang berperahu itu… seperti pemotretan tahun 2009 silam itu.
Walaupun nggak mendapat foto orang menjala di Rawa Pening seperti yang diinginkan Dwi, seenggaknya pada kunjungan pagi ini kami menjadi tahu seperti apa kondisi Rawa Pening pada tahun 2018. Khususnya di sekitar Desa Asinan di Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Setelah melihat geliat kehidupan warga di tepian Rawa Pening, harapannya sih semoga kawasan ini segera ditata dan dirapikan supaya nggak terkesan “kumuh”. Soalnya, di tepian Rawa Pening berdiri banyak warung makan apung dan juga rumah apung.
Yah, semoga saja keberadaan tempat-tempat apung itu nggak semakin mencemari Rawa Pening.
Mungkin kapan-kapan perlu juga menyambangi Rawa Pening di sisi Kecamatan Tuntang atau Banyubiru. Itu artinya, bakal keluyuran lagi di Kota Salatiga.
NIMBRUNG DI SINI