Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Usai berpisah dengan kelimabelas muda-mudi-tua yang lain, tinggallah aku sebatang kara di Kota Batu, Jawa Timur. Pada hari Minggu pagi (30/11/2014) itu aku memutuskan untuk pisah jalan sama mereka karena aku masih punya misi lain di Kota Batu, yaitu blusukan ke Air Terjun Coban Talun.
Seperti biasa, aku kan kalau ke mana-mana yang dicari pasti air terjun!
Naik Angkot Pakai Nyasar
Oleh sebab di Kota Batu aku nggak ada kendaraan dan juga nggak punya kenalan yang bisa diminta tolong mengantar, maka dari itu aku berencana ke Coban Talun naik angkot. Alhasil, berdirilah aku di pinggir perempatan Jl. Suropati. Nunggu angkot oranye yang lamaaa sekali lewatnya.
Apa mungkin karena hari Minggu jadinya angkotnya sedikit ya? Duh!
Di pinggir jalan nunggu angkot yang nggak lewat-lewat...
Sekitar pukul 9 pagi kurang sedikit, akhirnya datang juga itu angkot oranye. Trayek angkot oranye ini adalah Batu – Selecta – Sumber Brantas.
Pasca kenaikan harga BBM November 2014 silam, di pintu angkot dipajang pengumuman penyesuaian tarif angkot seperti foto di bawah ini. Kalau begini kan enak. Naik angkot tarifnya jelas, hehehe.
Tahun 2015 ini tarifnya berubah lagi nggak ya?
Perjalanan dengan angkot lumayan cepat karena pagi itu lalu lintas Kota Batu lumayang lenggang. Seingatku, Coban Talun itu dekat sama Selecta. Jadi, aku putuskan saja buat turun di Selecta. Kalau di Jogja, Selecta itu 11-12 sama Kaliurang lah.
Dengan PD-nya turun di Selecta. Sebetulnya sih penasaran juga sama isi dalamnya.
Begitu turun di Selecta bertanyalah aku ke bapak petugas loket. Beliau membalas dengan keterangan yang mencengangkan.
“Wah Masnya salah turun! Mestinya tadi masih naik angkot lagi ke atas. Kalau jalan kaki dari Selecta ke Coban Talun kejauhan Mas! Masnya nyegat angkot lagi aja di jalan raya ya?”
Haduuh, NYASAR! >.<
Untung bapak petugasnya baik hati. Dia panggil temannya yang kebetulan lewat naik sepeda motor buat nge-reset posisiku balik lagi ke jalan raya. Rugi ongkos angkot Rp6.000 deh. Apes!
Perjalanan masih agak panjang sekitar 4 km nanjak dari sini.
Masuk-Masuk ke Dalam Hutan
Cuma butuh waktu 10 menit naik angkot oranye dari Selecta ke gerbang selamat datang di Coban Talun. Karena terhitung jarak dekat, ongkos angkotnya Rp3.000 saja. Gerbang selamat datang ini letaknya di Dusun Wonorejo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Tumben lho ada angkutan umum yang berhenti pas di depan gerbang objek wisata.
Dari gerbang selamat datang mesti jalan kaki lagi sekitar 200 meter buat sampai ke gerbang masuk. Di gerbang masuk ini barulah pengunjung dipungut tarif masuk yaitu Rp5.000 per orang, Rp2.000 untuk mobil, dan Rp1.000 untuk motor. Jam buka kawasan wisata ini dari pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Aku sampai di sana sekitar pukul setengah 10 pagi.
Duh! Ternyata yang barusan hanya gerbang selamat datang, bukan gerbang masuk.
Ini baru gerbang masuk ke kawasan wisata Coban Talun.
Kawasan wisata Coban Talun juga merangkap sebagai bumi perkemahan lho! Memang cocok banget ini kawasan jadi tempat kemah karena di sini banyak pohon, banyak tanah lapang, dan hawanya juga sejuk. Fasilitasnya pun komplit, ada warung dan juga ada kamar kecil. Lengkap kan?
Banyak warung di sekitar sini. Dijamin nggak bakal kelaparan.
Eh, kebetulan ketemu sama muda-mudi yang lagi berkemah di sini.
Jalan menuju air terjun Coban Talun itu masih alami banget, alias jalan tanah setapak yang licin di musim hujan. Di jalan setapak ini jarang dijumpai petunjuk ke arah air terjun. Semisal Pembaca ketemu sama warga setempat jangan sungkan-sungkan bertanya ya! Biar nggak pakai acara nyasar, hehehe.
Papan arah ke air terjun Coban Talun. Sayang jumlahnya sedikit.
Kalau di dalam hutan berpapasan sama warga mending tanya saja untuk memastikan arah.
Halang rintang berikutnya adalah nyeberang sungai. Ini sungai kalau ditelusuri sampai hilir mentok-mentoknya adalah puncak air terjun Coban Talun. Oh iya, Sungai Brantas itu juga berhulu dari sungai ini lho Pembaca!
Kalau sedang banjir bener-bener nggak bisa dilewati.
Berhubung selepas nyebrang sungai jalannya jadi semakin "alami", aku lepas saja alas kaki alias nyeker. Suasana kayak gini memang cocoknya untuk kembali merasakan kehidupan primitif #halah.
Nyeker is the best!
Di tengah perjalanan nanti ada satu papan petunjuk ke air terjun yang mengarah ke dasar lembah. Untung ada papan, kalau nggak ya paling nyasar, hahaha.
Ini kelihatannya datar padahal sih sebenernya nanjak.
Senantiasa waspada supaya nggak melewatkan papan petunjuk arah.
Pemandangan yang Bikin Miris
Sekitar pukul 10 pagi sampailah aku di dasar Coban Talun. Alhamdulillah!
Tapi... sebenernya sih lebih tepat kalau menyebut Masya Allah. Sebab di dasar Coban Talun itu penampakannya kayak gini nih.
Ya ampun...
Kayaknya perlu kantong plastik besar buat menampung semua oleh-oleh dari Coban Talun...
Menjelang siang Coban Talun mulai beranjak ramai. Beberapa anggota ekspedisi hulu Brantas singgah melakukan pengamatan, diikuti oleh sekelompok remaja nanggung yang bernarsis ria. Itu tandanya aku mesti segera hengkang. Apalagi dari tadi sudah mendung dan gerimis juga sempat turun. Bisa runyam nanti rencanaku pulang ke Jogja.
Mereka cuma foto-foto habis itu berlalu menyusuri aliran sungai.
Aku sendiri nggak banyak memotret Coban Talun. Selain karena sampah, gerimis, dan jalan tanah licin yang menyulitkan untuk berpindah ke sana-sini, aku lupa mengusung “senjata andalan” buat motret air terjun karena pas packing dari Jogja cukup kedubrakan. Untung cuaca yang mendung mendukung untuk motret slow-speed tanpa bantuan filter. Fiuh!
Air terjun Coban Talun, Batu dipotret dengan peralatan seadanya.
Perjalanan balik menuju gerbang masuk makan waktu lebih lama karena jalannya nanjak dan juga makin licin karena gerimis. Aku sempat nyari lokasi untuk membuang sampah-sampah yang barusan aku pungut. Sama warga setempat aku ditunjukkan lokasi yang biasa dipakai untuk membuang sampah.
Wah! Kotornya bukan main!
Aku jadi mikir, tempat pembuangan sampah di desa-desa apa berbentuk mirip ini ya?
Karena persediaan logistik sudah menipis, aku mampir sebentar di warungnya Bu Sul. Segelas teh manis panas dan sebungkus roti dihargai total Rp3.000 saja. Sempet ngobrol ngalor-ngidul juga sama Bu Sul.
Di desa kenaikan harga BBM juga ikut mendongkrak naiknya harga komoditi lain. Tapi mereka tetap optimis dengan niat pemerintah untuk mengalokasikan subsidi BBM ke sektor pembangunan lain. Untuk menuju suatu kenikmatan memang butuh pengorbanan dulu toh? #ngelantur
Foto kenang-kenangan sama Bu Sul pemilik warung.
Eh, sebelum aku bicaranya makin ngelatur, yuk ah pulang dari Coban Talun! Nanti bisa-bisa aku ketinggalan kereta dari Malang. Batu ke Malang masih jauh!
Pembaca apa pernah berwisata ke Kota Batu dan singgah di air terjunnya?
NIMBRUNG DI SINI
Itu sampah dari pengunjung kah? Udah kaya TPA aja. :(
kampusku dulu :D kok sekarang banyak sampahnya ya tapi :(
(monggo di browsiiiing)
sampah.. padahal kalo dikelola lumayan lho..
mampir di coban rondo gak?
Aku nggak mampir ke Coban Rondo karena udah pernah tahun 2011, hehehe.