Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Ke tempat-tempat bersejarah sudah.
Ke pantai-pantai sudah.
Nah, sekarang saatnya berkunjung ke air terjun! #senyum.lebar
Ya! Misi utamaku melancong ke Pulau Lingga pada Sabtu (30/4/2016) silam adalah untuk menyambangi Air Terjun Resun. Konon katanya, Air Terjun Resun merupakan air terjun paling indah se-provinsi Kepulauan Riau. Wow!
Sesuai namanya, Air Terjun Resun terletak di Desa Resun. Desa ini berada di Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Aku ke sana ditemani Mawan, kawan baru di Pulau Lingga yang juga merupakan warga Desa Resun.
SILAKAN DIBACA
Pada Sabtu siang itu jam menunjukkan pukul setengah sebelas lebih sedikit menit. Setelah menyambangi Pantai Moyang perjalanan pun berlanjut ke Air Terjun Resun. Seperti yang sudah-sudah, Mawan bertindak sebagai pengemudi sepeda motor yang paham arah. Aku sendiri duduk manis di jok belakang sambil menikmati pemandangan. #senyum.lebar
Pemandangan masih serupa sejak awal berangkat. Jalan beraspal yang lebar dan mulus membentang panjang diapit pohon-pohon dan semak-semak lebat. Di sepanjang jalan jarang terlihat rumah maupun bangunan lain. Aku juga sama sekali nggak melihat adanya papan petunjuk yang mencantumkan arah ke objek-objek wisata (termasuk ke Air Terjun Resun).
Kondisi jalan rayanya juga sepi sekali. Seakan-akan orang bisa bebas guling-guling di atas aspal tanpa khawatir tertabrak kendaraan, hahaha. #senyum.lebar
Walaupun jalan rayanya sepi aku sempat berpapasan dengan sejumlah hal menarik di sepanjang jalan. Misalnya saja seperti foto di atas itu. Ada seorang abang-abang yang sedang menyiangi rumput liar yang tumbuh di pinggir jalan raya.
Di Pulau Jawa aku sudah nggak asing dengan pemandangan seperti di atas itu. Tapi ini kan di Pulau Lingga. Di sini kendaraan yang melintas jarang-jarang. Awalnya aku pikir perawatan jalan raya di Pulau Lingga ini terabaikan. Tapi ternyata nggak!
Selain aktivitas pemangkasan rumput, aku juga berpapasan dengan aktivitas peremajaan aspal jalan raya seperti yang terlihat pada foto di bawah! Weh! Padahal sepengamatanku sangat jarang ada kendaraan berat yang melintas. Mayoritas kendaraan yang wira-wiri adalah sepeda motor yang mana itu bukan jenis kendaraan yang berpotensi tinggi merusak aspal jalan.
Hmmm, ternyata pemikiranku bahwa kondisi jalan raya di Pulau Lingga itu terabaikan harus disingkirkan jauh-jauh. #hehehe
Sekitar pukul sebelas siang kami akhirnya tiba di Desa Resun. Kami sempat melewati bangunan SD dengan sejumlah siswa dan siswi berhamburan di luar. Apa ini sudah masuk waktu murid SD pulang sekolah ya?
Mawan sempat beberapa kali menyapa sejumlah orang yang berada di pinggir jalan. Hal seperti ini membuat suasana jadi terasa nggak begitu asing. #senyum.lebar
Cabang jalan menuju ke Air Terjun Resun terletak di suatu pertigaan. Di pertigaan itu kami berbelok ke kiri.
Nggak begitu jauh dari muka pertigaan terdapat gapura pos jaga. Tanpa ba-bi-bu Mawan memacu sepeda motornya melewati pos jaga. Sekilas aku amati, nggak ada petugas yang berjaga di pos tersebut. Jadi ya nggak perlu permisi ataupun bayar tiket masuk deh. #hehehe
Kontur jalan mulai menanjak setelah melewati pos jaga. Kanan dan kiri jalan masih disesaki oleh pohon-pohon dan semak-semak lebat. Blas sama sekali nggak ada lampu penerangan jalan! Jadinya kalau gelap-gelap lewat sini ya lumayan menguji nyali. #hehehe
Sedikit berbeda dengan tadi, kini Gunung Daik dengan puncaknya yang berpunuk-punuk terlihat menghiasi pemandangan. Sepertinya masuk akal bilamana jalan yang menanjak ini menandakan bahwa Air Terjun Resun terletak di lereng Gunung Daik. Mawan juga sempat cerita kalau dia pernah mendaki Gunung Daik.
Kira-kira setelah lima menit menempuh perjalanan dari pos jaga kami akhirnya tiba di area parkir. Di sekitar area parkir ini terdapat sejumlah bangunan seperti toilet dan musala. Dari sejumlah sepeda motor dan mobil yang terparkir Air Terjun Resun ini lebih ramai pengunjung dibanding Pantai Moyang dan Pantai Pasir Panjang. #senyum
Lokasi Air Terjun Resun sendiri hanya berjarak beberapa puluh meter dari area parkir. Sungguh menyenangkan nggak perlu repot-repot berjalan kaki masuk-masuk hutan untuk menggapai air terjun. #senyum.lebar
Alhamdulillah! Akhirnya aku sampai juga di Air Terjun Resun! #senyum.lebar
Air Terjun Resun merupakan air terjun yang “lebar”. Ketinggiannya sekitar 10 meter dengan lebar sekitar 20 meter. Aliran air yang lumayan deras mengalir menyusuri bebatuan tebing membentuk tirai air yang menawan.
Di dasar air terjun terdapat kolam luas yang ideal digunakan untuk berenang. Melihat warna air kolam yang merona toska kedalamannya sepertinya lebih dari tiga meter.
Setelah aku puas memfoto-foto (slow speed as always #hehehe) Mawan mengajak naik ke puncak air terjun. Jelas ini sungguh suatu ajakan yang nggak boleh disia-siakan. #senyum.lebar
Untuk menuju ke puncak Air Terjun Resun wajib hukumnya menyusuri jalan setapak masuk-masuk hutan di pinggir tebing air terjun selama beberapa belas menit. Jalan tanah ini konturnya menanjak (ya iyalah namanya juga jalan ke puncak #hehehe), tertutup daun-daun kering, licin, dan becek.
Alhasil, kemahiran “akrobat” berpegangan pada batang, ranting, serta akar pohon menjadi ilmu yang wajib dikuasai oleh para pengelana yang hendak menggapai puncak Air Terjun Resun #senyum.lebar. Aku sempat mempraktekkan jurus “nyeker”. Tapi, yang ada kakiku malah perih menginjak potongan ranting dan jadi sasaran gigitan semut hutan. #doh
Puncak Air Terjun Resun menurutku kurang memesona. Aliran air serta hamparan batu-batunya kurang fotogenik. Tapi, untuk sekedar tempat berbasah-basahan tanpa perlu takut tercebur menurutku ini adalah lokasi yang sesuai.
Pas aku di sana, sejumlah bapak-bapak dan ibu-ibu berseragam sedang meneliti sesuatu di batu-batu di sekitar puncak air terjun. Sayang aku nggak mengulik lebih lanjut karena mereka keburu hengkang sewaktu aku selesai motret-motret. #hehehe
Rupanya, di kawasan puncak air terjun ini ada spot yang lumayan fotogenik. Di spot tersebut terdapat sejumlah air terjun kecil yang merambat elok di lereng tebing. Untuk duduk-duduk menenangkan diri sambil meresapi syahdunya harmoni hutan, menurutku ini adalah lokasi yang ideal. #senyum.lebar
Petualangan di Air Terjun Resun belum selesai sampai di sini! Mawan bilang di atas masih ada air terjun lagi. Karena sudah kepalang jauh mendaki sampai puncak ya harus dilanjut toh? #senyum.lebar
Jalan yang ditempuh untuk menuju ke air terjun ini masih dengan menyusuri jalan setapak yang sedikit masuk-masuk hutan. Untungnya nggak begitu lama mendaki aku sudah “mencium” keberadaan air terjun yang dimaksud Mawan.
Jika dibandingkan dengan air terjun utama yang besar dan lebar, air terjun ini memang nggak ada apa-apanya. Meskipun demikian, dari penampakannya air terjun ini lumayan fotogenik karena terdiri dari dua tingkat. Di dasar air terjun terdapat kolam yang bisa digunakan untuk membenamkan diri. Cocok sebagai tempat untuk menyepi, semadi, atau bertapa. #halah
Aku pun mulai berfantasi. Air terjun ini adalah tempat mandinya para bidadari. Adakah bidadari di Pulau Lingga? Mbuh ya #hehehe. Tapi yang jelas, warga Lingga percaya bahwa pulau ini turut dihuni oleh suku “mistis” yang bakal aku ceritakan di artikel berikutnya. #spoiler #senyum.lebar
Satu yang pasti, memotret air terjun ini cukup bikin mumet, hahaha. #senyum.lebar
Untuk bisa mengabadikan tampak depan air terjun, posisi memotret yang ideal adalah dari sisi tengah kolam. Sayangnya, kedalaman sisi tengah kolam itu melampaui lutut. Jelas yang seperti itu bikin aku malas buat nyebur. #hehehe #nggak.ada.pakaian.ganti
Alhasil, posisiku memotret air terjun ini adalah dari batang pohon tumbang yang melintang di atas kolam. Batang pohon ini licin. Aku nggak berani berdiri di atasnya. Jadi aku duduk dan untuk berpindah posisi aku harus menggeser pantat pelan-pelan. #hehehe
Aku juga nggak bisa memotret memakai tripod. Jadi ya dengan sangat terpaksa nggak ada hasil foto slow speed. Padahal menurutku air terjun ini kelihatan bagus kalau dipotret pakai slow speed.
Misi utamaku menyambangi Air Terjun Resun berakhir sekitar pukul dua belas siang lewat. Katanya kalau terus mengikuti sumber aliran air nanti bakal ketemu dengan air terjun lagi. Tapi buatku cukuplah menyambangi Air Terjun Resun yang besar ini. Air terjun-air terjun kecil lainnya hanya bonus, hahaha. #senyum.lebar
Menurutku, Air Terjun Resun memang pantas disebut sebagai air terjun yang terindah. Kawasan ini juga sudah dibenahi sebagai tempat wisata dengan berdirinya beragam bangunan pendukung. Hanya saja, pengelolaannya yang boleh jadi belum maksimal mengingat kata Mawan Air Terjun Resun ini hanya ramai saat pekan liburan.
Ya, semoga ke depannya Air Terjun Resun bisa dikelola secara lebih baik lagi. Kalau saranku sih di sepanjang boleh lah dipasang banyak petunjuk arah. Di kawasan area parkir boleh juga ada warung-warung sederhana.
Ke tempat-tempat bersejarah sudah.
Ke pantai-pantai sudah.
Ke air terjun juga sudah.
Terus pulang?
Eits! Pulangnya masih nanti! Soalnya Mawan masih akan membawaku ke satu tempat lagi yang juga sudah aku nanti-nanti.
Ke mana ya? #senyum.lebar
gunakan hingga sampai tujuan...???
dan menghabiskan biaya berapa...???
-Traveler Paruh Waktu