HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Blusukan di Pulau Lingga:
Masuk Hutan ke Pantai Moyang

Rabu, 19 Juli 2017, 07:17 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Rabu siang (30/4/2016) itu, hujan mendadak turun di Pantai Pasir Panjang. Aku dan Mawan buru-buru berteduh di bangunan kedai yang nggak berpenghuni. Di sana kami pun ngobrol-ngobrol.

 

Di sela-sela obrolan aku bertanya ke Mawan, apa ada pantai lain di dekat sini. Mawan bilang ada tapi katanya jalan kakinya lebih jauh.

 

Aku balik tanya, seberapa jauh sih jalan kakinya. Mawan bilang sekitar 10 menit. Wah, kalau sepuluh menit sih masih masuk hitungan dekat.

 

Eh, ternyata jalan ke pantai yang dimaksud Mawan ini lebih menegangkan dari jalan ke Pantai Pasir Panjang!

 

 

Nggak ada setengah jam hujan mereda. Aku dan Mawan bergegas meninggalkan Pantai Pasir Panjang. Kembali menunggangi sepeda motor, menyusuri jalan raya Pulau Lingga yang sepi tanpa penunjuk jalan.

 

Di tengah jalan, Mawan lagi-lagi membelokkan sepeda motornya keluar dari jalan aspal. Jalan tanah kembali dipijak. Sementara itu, pemandangan di depan mata adalah kerumunan semak dan pohon-pohon lebat. Boleh juga sih dibilang hutan. #hehehe

 

Awalnya, Mawan berniat memarkir sepeda motornya di luar hutan. Tapi, akhirnya dia memutuskan membawa sepeda motor masuk hutan. Katanya, supaya jalan kakinya lebih singkat. Alhasil, sepeda motor pun melaju menerjang jalan hutan seperti foto di bawah ini.

 

Kalau ceritanya kayak begini, kendaraan roda empat jelas nggak bisa lewat. #hehehe

 

 

Pikirku, Mawan bakal membawa sepeda motornya mendekati pantai. Tapi ternyata, dia malah memarkir sepeda motornya di tengah hutan. Dia bilang kalau jalan setapak setelah ini nggak bisa dilewati sepeda motor. Jadinya ya mesti dilanjut jalan kaki deh.

 

Mawan berjalan di depan. Sedangkan aku ngekor di belakang. Kalau mencermati jalan setapak yang lumayan lebar, harusnya sih ini menjadi tanda kalau banyak orang yang lewat sini. Tapi ya namanya juga jalan hutan, di sepanjang jalan ada saja rintangannya.

 

 

Medan jalan hutan yang seperti ini nggak jauh berbeda dengan medan jalan menuju air terjun yang sering aku libas. Aku menikmatinya. Sesekali berhenti untuk celingak-celinguk dan motret-motret. Meninggalkan Mawan jauh di depan.

 

Sampai pada suatu ketika, Mawan menengok ke belakang dan menyeru ke aku supaya mempercepat langkah. Raut wajahnya terlihat cemas. Aku tanya ada apa. Mawan bilang barusan ia melihat ular besar melintas di semak-semak... di dekatku!

 

WADUH!

 

 

Setelah itu aku memilih berjalan kaki dekat Mawan. Takut kalau di tengah jalan nanti ada lagi ular yang numpang lewat. #hehehe

 

Nggak seberapa lama aku melihat ada papan yang terpaku ke pohon. Di sana tertera nama pantai dan juga jarak yang mana hanya tinggal 100 meter.

 

Alhamdulillah! Pantai sudah dekat! #senyum.lebar

 

Jadi, meskipun jalan hutannya banyak rintangan dan juga ada ularnya #duh, ternyata ya memang benar-benar mengarah ke pantai #hilang,curiga. Sepanjang perjalanan, hanya papan inilah satu-satunya petunjuk keberadaan pantai yang bernama Pantai Moyang.

 

 

Dan inilah pantai di Pulau Lingga yang bernama Pantai Moyang. #senyum.lebar

 

Pantai Moyang memiliki wujud yang sedikit berbeda dengan Pantai Pasir Panjang. Selain hamparan pasir putih yang bebas sampah #senang, di Pantai Moyang aku menjumpai adanya hamparan batu. Jenis batunya mirip seperti batuan penyusun candi.

 

Mungkinkah dahulunya Pantai Moyang ini pernah dilalui aliran lahar?

 

 

Hal unik lain dari Pantai Moyang adalah adanya pulau. Mawan menyebut pulau itu dengan nama Pulau Moyang. Tapi sayang Mawan nggak begitu mengerti semisal ada cerita tentang Pantai Moyang dengan pulau tersebut.

 

Katanya Mawan, dulu ada jembatan kayu yang menghubungkan Pantai Moyang dengan Pulau Moyang. Sayangnya, jembatannya sudah hancur karena diterjang ombak besar. Meskipun demikian, sisa-sisa kayu jembatan masih bisa terlihat jelas.

 

Apabila diperhatikan secara lebih saksama, di Pulau Moyang terlihat ada bangunan gazebo. Mungkinkah Pulau Moyang dulu digunakan sebagai tempat bersantai? Seperti apa ya suasana di Pulau Moyang? Seperti apa juga ya pemandangan dari sana?

 

Jadi penasaran. #hehehe

 

Kata Mawan saat ini satu-satunya cara menuju ke Pulau Moyang ya dengan naik perahu. Kalau mau jalan kaki saat air laut pasang surut nggak bisa karena lautnya lumayan dalam.

 

 

Sama seperti Pantai Pasir Panjang, di Pantai Moyang juga terdapat kedai. Bangunannya unik karena berwujud rumah panggung. Sayangnya, kedai ini juga tidak berpenghuni. Meskipun demikian dalam kondisi terdesak toiletnya sepertinya masih bisa dipakai. #hehehe

 

Baik Pantai Pasir Panjang maupun Pantai Moyang sama-sama menawarkan pantai yang indah yang cocok menjadi lokasi main air dan pasir. Itu karena ombaknya tenang. Kalau dibandingkan dengan pantai di selatan Jawa seperti Pantai Parangtritis, jelas aku lebih memilih main air di Pantai Pasir Panjang atau Pantai Moyang. Lebih tenang dan damai. #senyum

 

Sulitnya akses serta minimnya petunjuk jalan adalah hal yang berpotensi mengurungkan minat orang untuk berkunjung kemari. Semisal aku tidak diantar oleh Mawan, mungkin aku nggak bakal tahu ada pantai ini. Lha wong di internet saja minim referensi kok!

 

 

Setelah aku pikir-pikir, mungkin seperti inilah nasib pantai di pulau-pulau yang berpenduduk minim. Masih alami. Mungkin saja kealamiannya tidak akan berubah untuk bertahun-tahun ke depan. Selama masih sedikit orang yang tahu dan menyambangi pantai ini.

 

Aku pun berlalu dari Pantai Moyang seusai Mawan menyudahi percakapannya di telepon. Ternyata Mawan menelpon orang rumah. Dia mengundangku untuk bersantap siang di rumahnya.

 

Wah! Benar-benar tawaran yang menarik! #senyum.lebar

 

 

Tapi, sebelum memenuhi undangan Mawan masih ada satu lokasi lagi yang wajib aku kunjungi. Lokasi yang menjadi alasan utamaku jauh-jauh melancong dari Jawa ke Lingga.

NIMBRUNG DI SINI