Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Sepengetahuanku, manusia itu dilimpahkan banyak nikmat oleh Tuhan. Nikmat-nikmat tersebut jelas nggak akan mungkin bisa dihitung jumlah persisnya.
Betul kan? #senyum
Nah, dari sekian banyak nikmat yang dilimpahkan Gusti Allah SWT ke diriku, pada hari Rabu (9/3/2016) yang lampau aku sama sekali nggak bakal mendustai 2 nikmat berikut.
- Nikmat bisa duduk berselonjor kaki di jok depan mobil
- Nikmat bisa ngadem diterpa hawa dingin AC mobil
EH, mobil itu kan juga termasuk nikmat Tuhan toh? #hehehe
Dan alasan nikmatnya itu adalah karena....
BELITUNG PANAS (BANGET!)
... wew ...
Pantai Tanjung Tinggi yang (Juga) Terkenal
Terus terang sehabis blusukan di Pantai Tanjung Kelayang aku benar-benar pingin balik ke hotel! Kepala pusing. Mata berkunang-kunang. Bisa jadi karena tadi aku kelamaan motret-motret terpanggang terik matahari. #lupa.bawa.topi
Tapi.... setelah aku pikir-pikir, balik ke hotel sepertinya bukan pilihan yang tepat. Iya, di kamar hotel aku bisa rebahan sambil mainan internet. Sayangnya, AC kamar nggak begitu dingin. Jadinya, siang-siang begini di kamar hotel kayaknya bakal terasa panas juga.
Lagipula, masih siang begini kok sudah "manja" pingin balik ke hotel sih? Kan di Belitung masih banyak tempat-tempat menarik!? #hehehe
SILAKAN DIBACA
Dengan demikian wajar toh bilamana aku sangat bersyukur atas nikmat-Nya berupa hawa dingin AC dan jok depan mobil yang bisa direbahkan? #senyum.lebar
Terutama, karena Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi hanya terpisah jarak sekitar 7 km atau kurang dari 10 menit perjalanan. Jadinya kan aku nggak bisa berlama-lama ngadem di depan AC mobil. #hehehe
Ya Allah... singkat sekali nikmat-Mu di mobil ini....
Kalau Pantai Tanjung Kelayang terkenal karena island hopping-nya, maka Pantai Tanjung Tinggi terkenal karena jadi tempat syuting film Laskar Pelangi!
Eh, Pembaca sudah pernah nonton film Laskar Pelangi?
Kalau aku sih belum, hahaha. #senyum.lebar
Tapi, aku sudah tamat baca novelnya lho! #senyum
Novel Laskar Pelangi itu menurutku termasuk novel bagus. Eh, tapi yang bagus itu hanya novel yang pertama lho! Tiga novel kelanjutan seri tetraloginya buatku kurang menarik. #hehehe
Meskipun aku menilai novel Laskar Pelangi itu bagus tetapi aku kurang tertarik menonton filmnya. Sebab, menurutku film adaptasi novel itu kurang bisa menggambarkan keseluruhan cerita novel. Pastinya banyak potongan-potongan cerita yang nggak dimasukkan ke skenario toh?
Walau demikian, boleh dibilang berkat film Laskar Pelangi itulah Pulau Belitung menjadi populer. Banyak orang jadi tahu bahwa Belitung itu punya pantai cantik berpasir putih dengan batu granit yang besar-besar. Salah satunya ya Pantai Tanjung Tinggi ini. #senyum.lebar
Pantai Tanjung Tinggi yang Sepi
Baik Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi sama-sama terletak Pulau Belitung bagian barat laut. Tepatnya di Desa Keciput, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka dan Belitung.
Jarak Pantai Tanjung Tinggi dari Kota Tanjung Pandan lumayan jauh, sekitar 30 km. Tapi, karena jalanan di Belitung sepi jadinya pantai ini bisa dicapai dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Beberapa ratus meter menjelang Desa Keciput, hamparan pantai berpasir putih menghiasi pinggir jalan raya. Di pinggir jalan raya itu aku juga melihat ada rambu peringatan yang memancingku untuk nyeletuk,
“Weh, masuk kawasan resor jadi mesti hati-hati.”
Bang Dedy yang menyopir mobil sewaan pun menimpali,
“Iya, ada rencana jalan raya depan resor mau dibuat tertutup. Jadinya hanya orang-orang dari resor saja yang bisa lewat.”
Waduh!?
Apa niatnya mau dibuat seperti suasana di Pantai Kuta Bali gitu ya? Jadinya, tamu yang menginap di resor bisa menyeberang ke bibir pantai tanpa perlu cemas terserempet kendaraan yang wira-wiri di jalan raya.
Sepertinya, bilamana pariwisata di Belitung semakin menggeliat, bisa jadi makin banyak resor-resor yang dibangun mendampingi resor Lor In Cottage ini. Tentunya, wacana jalan raya yang dibuat tertutup kemungkinan ya bakal terealisasi juga.
Mumpung ditutupnya jalan raya ini baru sekadar wacana dan gosip, maka dari itu sekarang nikmati dulu lah melintasi jalan raya di pinggir pantai ini. #hehehe
Tidak seberapa lama, sampailah kami di Pantai Tanjung Tinggi. Suasana di sekitar lokasi parkir berbeda banget dengan di Pantai Tanjung Kelayang. Lebih sepi. Lebih rindang. Lebih minim warung. Padahal, ini kan pantai yang jadi lokasi syuting film Laskar Pelangi. Bayanganku Pantai Tanjung Tinggi itu ramai karena sudah masuk film. #hehehe
Tapi nggak apa-apa. Buatku, suasana pantai yang sepi dan sejuk inilah yang aku cari-cari. Seenggaknya ada banyak tempat berteduh selama aktivitas motret-motretku beberapa puluh menit ke depan, hahaha. #senyum.lebar
Mencari Batu Granit yang Pas Difoto
Seperti biasa, di Pantai Tanjung Tinggi ini aku berpencar dari Bapak dan Ibu. Mereka berdua agaknya sudah menemukan lokasi yang pas untuk berfoto-foto #hehehe. Sementara aku masih mencari-cari batu granit besar mana yang sekiranya nikmat dibingkai ke dalam foto.
Aku nggak tahu batu granit mana yang tampil di film Laskar Pelangi. Tapi, menurutku batu granitnya sulit untuk difoto kalau nggak memakai lensa super lebar (super wide angle). Sebab, umumnya batu granit di Pantai Tanjung Tinggi itu berkerumun di satu tempat. Kalau batu granitnya berdiri sendiri dikelilingi laut kan motretnya bisa dibingkai ketat pakai lensa tele.
Di salah satu jalan setapak di sela-sela batu granit, aku melihat ada kotak sumbangan. Di sisi atas kotak itu tertera tulisan “SUKA RELA JASA PINTAS”.
Hooo! Rupanya warga setempat membuat jalan pintas menuju ke lokasi batu granit yang ukurannya sebesar rumah #serius. Apa mungkin di sana itu lokasi syuting film Laskar Pelangi ya?
Di lokasi batu granit yang sebesar rumah ini aku amati ada sejumlah pengunjung yang sedang berfoto-foto. Tampak juga seorang bapak warga yang mengawasi aktivitas pengunjung dari kejauhan.
Dari ceritanya si bapak, katanya lokasi batu granit sebesar rumah inilah lokasi yang paling ramai untuk berfoto-foto. Nah, pengunjung terlalu asyik berfoto ria seringkali membahayakan keselamatan dirinya sendiri. Jadinya harus diawasi deh. #hehehe
Sudut Terkucil di Pantai Tanjung Tinggi
Pas memotret pemandangan laut dari dekat batu granit sebesar rumah itu, aku melihat ada sudut pantai lain yang sepertinya bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Weh! Penasaran kan jadinya. Di sana apa ada obyek foto yang menarik ya?
Alhasil, setelah memastikan di lokasi yang aku sambangi ini sudah tak ada lagi yang menarik untuk difoto, aku pun bergerak menyambangi sudut pantai tersebut. Artinya ya... balik lagi deh berjalan kaki ditemani matahari yang posisinya kian bergeser ke atas ubun-ubun. #hehehe
Walau terik matahari terasa membakar kulit namun apa yang terbentang di hadapanku seakan membuat semuanya terasa sejuk. Ada hamparan luas pantai berpasir putih yang memanjakan mata. Ditambah lagi, pantai ini bersih! Baik dari sampah maupun dari hamparan batu-batu granit.
Subhanallah! Indah tenan! Cocoklah sebagai tempat pemotretan model nan cantik. Jikalau ingin bercengkerama dengan air laut ataupun membangun istana pasir, menurutku inilah lokasi yang ideal.
Selain hamparan pasir putih yang fotogenik, adapula sebatang pohon yang lebih akrab dengan laut ketimbang saudaranya yang lain. Ini menurutku juga obyek yang fotogenik. Berdoa saja, semoga pohon ini nggak rawan tumbang bila diterjang pasang naik. #senyum.lebar
Aku membayangkan, nikmat sekali jika melewatkan hari di bawah naungan pohon ini. Sambil membaca novel Laskar Pelangi barangkali? Ah, mungkin waktu yang pas adalah menjelang senja. Tatkala cahaya matahari belum sepenuhnya padam dan teriknya tak lagi menyengat kulit. Ditemani sayup debur ombak serta semilir angin pantai.
Amboinya....
Tak lama setelah itu aku tiba di suatu semenanjung. Pertanda bahwa titik akhir yang kutuju sudah dekat.
Pemandangan berbeda menyeruak mata. Tak ada lagi hamparan pasir. Tak ada lagi laut yang biru. Hanya ada pepohonan rindang, bebatuan granit berukuran sedang, dan suatu jalan setapak yang membelah di tengah-tengah.
Apakah kamu menanti di ujung jalan ini?
Adalah batu-batu granit besar yang berkerumun menyambutku. Posisinya tersebar di sana-sini. Ukurannya pun beragam.
Sama seperti sebelumnya, di sini pun aku kesulitan mendapatkan komposisi batu granit yang sesuai. Alhasil, aku harus mempraktekkan aksi “akrobat” merayap di antara bebatuan granit untuk akhirnya menemukan sudut pemotretan yang pas. Mana batu granit kan permukaannya cenderung mulus. Sulit untuk dibuat pegangan.
Menurutku, memotret di kawasan batu granit di Pantai Tanjung Tinggi ini membutuhkan kelincahan serta kehati-hatian. Harap waspada saat memijak batu granit yang terendam air laut. Jangan sampai terpeleset yang mengakibatkan kamera rawan terciprat air laut. #hehehe
Oh iya! Salah satu yang menarik dari sudut Pantai Tanjung Tinggi yang aku sambangi ini adalah bentuk pasirnya. Eh, mungkin kurang tepat ya bila disebut pasir? Sebab umumnya pasir itu kan butiran-butiran batu serupa tepung. Tapi “pasir” yang ini bukan batu-batu putih, melainkan sisa-sisa cangkang organisme laut. Seakan-akan lokasi terkucil ini merupakan “kuburan” mereka.
Semoga mereka beristirahat dengan tenang....
Sambil Menunggu Celana Kering
Lima belas menit lagi, jarum pendek dan jarum panjang jam saling berhimpit di angka dua belas. Matahari masih bersinar terik. Untung sesekali hembus angin masih datang menyapa.
Aku sendiri sudah capek motret-motret. Celana panjangku basah. Untung aku pakai celana formal. Kalau diangin-anginkan sebentar paling juga kering.
Jadi ya sembari menunggu celana panjang dan sandal gunungku sedikit mengering, aku merebahkan badan di atas batu granit. Awalnya ya terasa puaaanaaaas! #hehehe Tapi lama-lama ya terbiasa sama panasnya. Eh, atau mungkin malah batu granitnya yang jadi dingin ya? #hehehe
Sambil memejamkan mata, aku mencoba menyatu dengan suasana damai di Pantai Tanjung Tinggi. Jujur, buatku pantai ini terasa lebih nyaman dibandingkan Pantai Tanjung Kelayang. Boleh jadi karena relatif sepi pengunjung dan BERSIH DARI SAMPAH. #senyum
Tapi ya sampai kapan Pantai Tanjung Tinggi bisa bertahan dengan suasana yang seperti ini? Mengingat pantai ini mulai populer semenjak masuk film Laskar Pelangi. Apalagi, sepertinya dalam beberapa tahun ke depan bakal banyak resor yang dibangun di sekitar sini.
Ya, kita tahu bahwasanya obyek wisata yang mengundang banyak pengunjung juga akan berakibat mengundang BANYAK SAMPAH. Itu yang entah kenapa masih menjadi momok tatkala aku membahas perkara pengembangan obyek wisata. #sedih
Aku sih berharap Pantai Tanjung Tinggi tetap memesona seperti saat aku kunjungi. Agar kelak saat generasi penerus kita singgah di sini suasana Pantai Tanjung Tinggi masih tetap asri dan alami.
Satu lagi! Untuk kamu yang belum berkesempatan menikmati keindahan Pantai Tanjung Tinggi semoga diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bisa singgah di sini. #senyum
Dan akhirnya, sosokmu hadir ke dalam benakku....
Mataku tetap terpejam. Seakan tak ingin terbangun.
Apa ini juga termasuk salah satu nikmat-Nya?
Eh, mungkin karena otakku kepanasan apa ya? #hehehe
Balik ah....
udah gak sabar akhir Desember mau ke sana...
Pantainya emang bagus, mempesona...
Bener nih kudu ke sini! Tapi ya itu, semoga belum jadi private.. mosok untuk menikmati keindahan alam buatan Gusti Allah kudu mbayar banyak ke saku segelintir manusia yang sudah tebal isinya. Masih mending kalo untuk kemaslahatan umat. :(
Aku rasa biarkan saja tempat ini dibeli resor. Supaya ada yang mengelola. Memang untuk menjaga tempat ini supaya terkelola dengan baik, harus ada modal dikit. Bahwa orang umum harus membayar untuk menikmati, memang begitulah harga sebuah pengorbanan.
Kecuali..kalau Pemda Belitung bisa membuat regulasi sistem supaya orang umum tidak buang sampah sembarangan. :-)
Aku pribadi sih inginnya tempat ini tetap bisa diakses oleh pengunjung umum tanpa harus membayar mahal. Kalau untuk pungutan kebersihan, jasa parkir, atau pemasukan desa ya okelah.
Tapi kalau dibeli resor. Duh... kok sepertinya jadi ada sekat gitu ya? Antara tempat wisata alam yang bisa dinikmati oleh si miskin dan si kaya?