Ada banyak sungai di Sumatra. Dari sekian banyak itu, ada Sungai Kampar Kiri dan ada pula Sungai Kampar Kanan.
Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan sama-sama berhulu di Bukit Barisan di Sumatra Barat. Sepanjang alirannya, kedua sungai itu sama-sama melewati wilayah Kabupaten Kampar di Provinsi Riau. Itulah kenapa Kabupaten Kampar dinamai demikian.
Sekadar info, nantinya kedua sungai yang terpisah itu bakal menyatu di wilayah Kabupaten Pelalawan di Provinsi Riau. Uniknya, di muara Sungai Kampar sering terjadi fenomena alam Ombak Bono yang disebabkan pertemuan arus sungai dan arus pasang naik air laut.
Pada April 2016 silam, aku sempat blusukan di Kabupaten Kampar. Selain Kompleks Candi Muara Takus, tempat lain yang aku sambangi adalah Air Terjun Panisan di Desa Tanjung.
Dibandingkan perjalanan ke Kompleks Candi Muara Takus, perjalanan ke Air Terjun Panisan lebih-sangat menantang. Selain karena harus bermotor menerjang jalan tanah becek di tengah hutan, rintangan yang harus dilalui adalah menyeberangi Sungai Kampar Kanan.
SILAKAN DIBACA
Menyeberangi Sungai Kampar Kanan di wilayah pedalaman bukan persoalan mudah. Soalnya, jumlah jembatannya terbatas. Karena itu, masyarakat pun berinisiatif membuat alat penyeberangan sendiri, umumnya sih rakit.
Syukurlah pada waktu itu sudah tersedia rakit “wisata” untuk menyeberangi Sungai Kampar Kanan ke Air Terjun Panisan. Tarifnya lumayan murah, Rp2.000 untuk sekali menyeberang. Nggak hanya orang, sepeda motor pun boleh ikut naik.
Nah, sesuai dengan judul artikel ini, rakit bukanlah satu-satunya alat yang dipakai untuk menyeberangi Sungai Kampar Kanan. Selain rakit, ada pula gondola! Yang disebut gondola ini bukan perahu, tapi gondola lift sejenis kereta kabel atau kereta gantung.
Pos penyeberangan naik gondola terletak di pinggir ruas jalan setapak yang mengarah ke dalam hutan tempat Air Terjun Panisan berada. Pak Izul yang menemani aku keliling-keliling menyebut gondola ini mirip seperti yang ada di Genting Highlands, Malaysia. Berhubung kami sedang dalam perjalanan ke Air Terjun Panisan, jadinya ya hanya bisa melihat sekilas gondola yang sedang hilir-mudik dari jauh.
Akan tetapi, keberadaan gondola penyeberangan di atas itu jelas bikin kami penasaran. Alhasil, dalam perjalanan pulang dari Air Terjun Panisan, aku dan Pak Izul menyempatkan mampir di pos gondola.
Kebetulan, pada waktu itu ada sejumlah siswi SMA yang berniat menyeberangi Sungai Kampar Kanan naik gondola. Kami pun beramai-ramai naik. Sebelumnya, sepeda motor terlebih dahulu diparkir Pak Izul di dekat pos gondola.
Dengan agak berdesak-desakan, gondola penyeberangan Sungai Kampar Kanan mampu memuat 8 orang. Kalau yang naik anak-anak mungkin bisa memuat sampai 10 orang.
Setelah para penumpang naik, abang penjaga pun menutup pintu gondola. Sama seperti dinding dan lantai, pintu gondola terbuat dari papan-papan kayu yang diperkokoh dengan kerangka besi. Pintunya sendiri hanya memiliki engsel di bagian bawah. Jadi, cara membuka-tutupnya adalah dengan melepas-mengencangkan ikatan tali tampar dari dalam.
Pelan-pelan gondola pun bergerak perlahan menyeberangi Sungai Kampar Kanan. Sensasinya lumayan bikin deg-degan terutama ketika gondola sempat mendadak berhenti di tengah sungai.
Para siswi SMA yang naik juga tak kalah ramai. Mereka baru sekali ini naik gondola. Katanya, keberadaan gondola mempersingkat jarak tempuh dari rumah ke sekolah.
Setelah menurunkan para siswi SMA di tepian seberang Sungai Kampar Kanan, gondola pun kembali bergerak ke pos penyeberangan. Lagi-lagi, hati pun kembali harus deg-degan tatkala gondola melaju perlahan dengan bergoyang di atas sungai. Alhamdulillah, kurang dari lima menit, kami pun tiba kembali dengan selamat di pos penyeberangan.
Setibanya di pos penyeberangan, seorang bapak yang sedang berjaga mengundang kami untuk naik ke bilik pos jaga. Undangan itu jelas tak kami sia-siakan. Dengan bergegas, kami pun naik melalui tangga yang terletak di belakang bangunan pos jaga.
Di dalam bilik pos jaga, kami disambut oleh dua orang bapak-bapak. Mereka mengenalkan diri sebagai Pak Imam dan Pak Udin. Dengan ditemani sepiring potongan nanas, mereka bergantian mengoperasikan gondola dari pagi hingga sore.
Kata mereka, penyeberangan gondola Sungai Kampar Kanan ini baru berjalan sekitar 2 minggu. Para penyeberang belum ditarik ongkos karena masih dalam tahap uji coba.
Mesin yang menggerakkan gondola berasal dari sepeda motor bekas. Di dalam bilik pos jaga terlihat sejumlah komponen sepeda motor yang dikanibal seperti gagang kemudi, tangki bensin, dan rantai gir. Serasa mengemudikan sepeda motor dari dalam bilik kayu.
Di dalam bilik pos jaga kami sempat ngobrol-ngobrol. Salah satu topiknya adalah terkait gondola sebagai daya tarik pariwasata di Kabupaten Kampar.
Kalau dipikir-pikir, menyeberangi sungai naik gondola adalah suatu pengalaman yang unik. Di Jawa saja aku pikir, nggak ada alat penyeberangan sungai yang seperti ini. Kalau nggak rakit paling ya jembatan bambu.
Walaupun menarik, tetap saja penyeberangan gondola ini harus dikaji faktor keamanannya. Semisal, berapa maksimal bobot yang diperbolehkan? Seberapa kuat kawat besinya menahan bobot? Seperti apakah penanganan ketika gondola mendadak macet di tengah perjalanan?
Kalau hal-hal tersebut sudah bisa ditangangi secara matang, nggak menutup kemungkinan gondola di Sungai Kampar Kanan ini bakal setenar gondola di Genting Highlands.
Setelah puas mengobrol-ngobrol, perjalanan pun berlanjut lagi. Awalnya, Pak Izul berencana balik menyeberangi Sungai Kampar Kanan naik rakit. Akan tetapi, bapak-bapak penjaga pos penyeberangan gondola menawari menyeberangi sungai naik gondola. Tentu sepeda motornya juga ikut diseberangkan dengan gondola!
Weh! Rupanya gondola ini muat juga dijejali sepeda motor! Menurut pengamatanku, gondola bisa muat menampung dua sepeda motor dengan pengendaranya.
Untuk yang ketiga kalinya, kami pun menyeberangi Sungai Kampar Kanan dengan gondola. Walaupun sudah berkali-kali menyeberang tetap saja muncul perasaan deg-degan.
Setibanya di sisi seberang Sungai Kampar Kanan, sepeda motor pun turun keluar dari “dermaga” yang tidak berpenjaga menuju ke jalan setapak yang menyusuri pinggir sungai. Jalan ini nanti tersambung dengan jalan beraspal menuju ke Desa Tanjung.
Saatnya balik ke Desa Muara Takus.
NIMBRUNG DI SINI
Btw, tulisan Air Terjun Panisannya belum ada?