Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Sejak Kaliadem diterjang wedhus gembel alias luncuran awan panas pada tahun 2010 silam, lenyap sudah hunting grounds bagi para pemburu foto yang mengagung-agungkan keindahan Gunung Merapi.
Sedih banget segala macam vegetasi di Kaliadem yang hijau-hijau macamnya rumput, pohon, lumut dan sebagainya itu musnah dan berganti jadi hamparan abu dan pasir tebal.
Delapan tahun pun berlalu begitu cepat...
Kondisi Kaliadem masih belum sehijau seasri dulu. Malah yang ada, semakin hari Kaliadem semakin ramai dibanjiri gerombolan wisatawan dan jeep lava tour Merapi. Apalagi pas musim liburan. Hadeeeh....
Kalau sudah seperti itu kondisinya, kenangan memotret anggunnya Gunung Merapi dari sepinya hamparan rumput di tengah hutan seakan menjadi hal yang mustahil untuk diulang kembali.
Akan tetapi, baru-baru ini aku baru tahu bahwa ternyata sekarang ini memotret keindahan Gunung Merapi dari tengah hutan yang sepi BUKAN hal yang mustahil untuk dilakukan!
Dengan catatan, memotret Gunung Merapinya bukan dari Kaliadem, tetapi dari Kali Talang!
He? Apa pula Kali Talang itu?
Adalah Dwi sang istri yang pertama kali mengenalkan aku dengan Kali Talang. Awalnya, pas Dwi menyebut nama Kali Talang, aku pikir itu nama salah satu sungai di Bantul. Jebul ternyata Kali Talang itu lokasinya ada di lereng Gunung Merapi toh.
Pas tahu ancer-ancer lokasinya yang berada nun jauh di pinggir jurang sungai lahar dingin di Desa Balerante di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, seketika itu pula aku langsung menduga-duga hubungan antara Kali Talang dengan Kaliadem. Barangkali karena namanya sama-sama mengandung kata “Kali”.
Apa jangan-jangan Kali Talang ini Kaliadem-nya Klaten?
Apa jangan-jangan Kali Talang ini tiruan KW-nya Kaliadem?
Apa jangan-jangan Kali Talang ini sebatas tempat berfoto selfie dengan bermacam bentuk panggung seperti yang sekarang sedang hits itu?
Apa jangan-jangan ....
“Kali Talang itu persis di bawahnya kawahnya Merapi Mas!”
Penjelasan singkat Dwi itu seketika membuyarkan semua prasangka negatif. Dwi lalu memamerkan sejumlah foto pemandangan di Kali Talang yang berseliweran di Instagram. Weh! Ternyata foto pemandangan di Kali Talang itu bagus-bagus!
Hmmm, sepertinya boleh juga ini mengaktifkan mode “niat motret serius” di Kali Talang . Jadinya, di dalam tas kamera selain berisi DSLR D80 dan D3300, termuat pula lensa 18-55 VR DX, 18-105 VR DX, 10-20 VR DX, dan 55-200 VR DX. Hampir semua lensa di dry box aku bawa semua, hahaha.
SILAKAN DIBACA
Pada hari Minggu pagi (8/4/2018) aku dan Dwi berangkat dari Kota Jogja ke Kali Talang. Niatnya sih tancap gas pukul setengah lima pagi. Tapi, karena telat bangun berangkatnya baru pukul lima pagi lebih deh, hehehe.
Rute paling gampang ke Kali Talang dari Kota Jogja adalah dengan melewati Jl. Raya Yogyakarta – Solo. Di perempatan “Proliman” (km 14,5) belok ke kiri (utara) ke ruas Jl. Raya Kalasan – Cangkringan. Dari sini lurus terus saja ke arah utara sampai nantinya tiba di Desa Balerante.
Total jarak Kali Talang dari Kota Jogja sekitar 30 km. Papan petunjuk arah ke Kali Talang mulai banyak terlihat setelah melewati Pasar Butuh di Kemalang.
Semakin mendekat ke Gunung Merapi, Dwi mulai histeris teriak-teriak dari jok belakang sepeda motor,
“WOW! WOW! WOW!”
Sebabnya, semakin didekati Gunung Merapi kelihatan semakin besar dan anggun. Aku sendiri juga nggak menyangka kalau pagi ini Gunung Merapi bakal tampil elok cantik memesona secerah ini. Padahal semalam hujan deras turun lumayan lama. Pas berangkat tadi juga langit di sekitar Gunung Merapi agak-agak mendung.
Jebul ternyata, agak siangan sedikit Gunung Merapi tampil cerah cantik memesona. Subhanallah sekali ya!
Dengan mempertahankan speedometer sepeda motor di angka 60 dan menguatkan diri untuk menahan terpaan dinginnya angin pegunungan di badan yang nggak dibalut jaket , akhirnya kami sampai dengan selamat di parkiran Kali Talang sekitar pukul setengah tujuh pagi. Jadi, waktu tempuh dari rumah ya sekitar satu jam lebih sedikit lah.
Cabang jalan menanjak dari ruas jalan aspal utama ke parkiran Kali Talang masih berwujud jalan makadam alias jalan yang dibentuk dari susunan batu-batu besar. Jadinya sepeda motor agak kesulitan untuk menanjak. Untung ruas jalan makadam ini nggak panjang-panjang amat.
Jalan bercabang dua dari parkiran yang di dekatnya terdapat beberapa warung yang belum buka. Jalan yang pertama berwujud jalan tanah. Jalan yang kedua masuk-masuk hutan.
Meskipun berbeda, kedua jalan itu nanti berujung pada tempat yang sama, yaitu panggung kayu dengan pemandangan jurang sungai lahar dingin lengkap bersama keindahan Gunung Merapi yang... mempertontonkan silit-nya, hahaha.
Eh... silit?
Dalam Bahasa Jawa, silit itu (maaf) adalah sebutan untuk lubang pantat.
Tapi, memang penampakan kawah sisi selatan Gunung Merapi yang terbuka lebar seperti foto di atas itu kan betul-betul menyerupai (maaf) silit alias lubang pantat toh?
Apalagi jikalau Gunung Merapi pas lagi “batuk-batuk” dan menyemburkan wedhus gembel alias awan panas. Kan awan panasnya keluar di bagian (maaf) silit itu toh? Jadi mirip “kentut”-nya Gunung Merapi. #eh
Cukuplah pembahasan terkait (maaf) silit sampai di sini saja.
Seperti yang lalu-lalu, di Kali Talang ini aku dan Dwi ngumpul bareng lagi dengan segerombolan cewek-cewek hobi motret dan dipotret yang terdiri dari Mbak Mar, Tirta, dan Nove.
Selain aku dan rombongan cewek berkaos pink + merah, ada pula gerombolan pejantan yang terdiri dari Yuhan sang adiknya Nove, Habib sang admin Instagram IniCangkringan, dan Mas Rofiq sang kawannya Habib.
Setelah itu ya agendanya ya foto-fotolah!
Mumpung Gunung Merapi awet cerahnya ini!
Tentang tempat memotret Gunung Merapi dari tengah hutan yang sepi, lokasi yang dimaksud itu bisa dijangkau dengan menyusuri jalan setapak yang dilewati warga setempat untuk ngarit alias mencari rumput untuk pakan ternak.
Jalan setapak ini rupanya juga merupakan jalur sepeda downhill. Rupanya, Kali Talang ini sudah lebih dulu populer sebagai bike park sebagaimana yang diceritakan oleh Mas Rofiq yang jebul ternyata adalah salah satu pengelola objek wisata Kali Talang.
Mas Rofiq juga cerita kalau sebelum Gunung Merapi erupsi tahun 2010, hutan Kali Talang berwujud hutan pinus. Pas erupsi hutan pinusnya habis nggak bersisa. Sampai sekarang pun hutan pinusnya masih belum kembali seperti sedia kala.
Pohon-pohon yang sekarang tumbuh tinggi melebatkan hutan Kali Talang adalah pohon akasia yang mana itu bukan vegetasi endemik hutan Gunung Merapi. Katanya sih pohon akasia ini asalnya dari Australia. Mbuh gimana caranya bisa pindah tumbuh ke lereng Gunung Merapi sini.
Aku sempat ngajak Dwi jalan kaki menyusuri jalan setapak masuk ke dalam hutan sejauh kira-kira 1 km. Semakin ke tengah suasana hutannya menjadi lebih syahdu. Ada padang rumput dan juga banyak pohon tinggi.
Tapi, di tengah perjalanan Dwi jadi nggak mood. Istri memutuskan balik ke tempat cewek-cewek ngumpul karena dari padang rumput muncullah dua ekor anjing mencurigakan yang salah satunya hobi banget menggonggong, hehehe.
Tapi betul deh! Kalau ingin mencari tempat di tengah hutan yang sepi untuk memotret keindahan (maaf) silit Gunung Merapi, maka Kali Talang adalah jawabannya.
Di tengah hutan di kawasan Kali Talang ini seakan berlaku rumus baku:
SENDIRI + HUTAN + GUNUNG MERAPI = KESYAHDUAN HAKIKI.
Aku merasakan kesyahduan yang hakiki di tengah hutan Kali Talang.
Nggak ada suara manusia.
Nggak ada suara hewan.
Yang ada hanya gemerisik daun-daun pohon akasia yang bergoyang cukup keras karena tiupan angin pegunungan yang lumayan kencang.
Dalam segala suasana keheningan ini kok ya aku sama sekali blas nggak kepikiran bahwasanya hutan di Gunung Merapi itu kan rumahnya para makhluk gaib ya? Hahaha.
Untuk tempat lain di tengah hutan yang menyajikan keindahan Gunung Merapi mungkin ya ada juga di sepanjang jalur pendakian Kinahrejo. Tapi ya Kali Talang ini lebih unggul karena lokasinya mudah dijangkau kendaraan roda dua dan roda empat.
Apalagi untuk mendapatkan spot pemotretan Gunung Merapi yang menarik di dalam hutan hanya butuh kurang dari 1 jam berjalan kaki! Lumayan nggak menguras tenaga sih menurutku.
Satu yang pasti, keunggulan yang paling hakiki dari Kali Talang adalah keindahan (maaf) silit Gunung Merapi benar-benar tegak lurus terlihat jelas.
Beruntunglah saat ini Kali Talang masih belum seramai Kaliadem. Mungkin karena lokasinya lumayan jauh dari Kota Jogja yang notabene adalah pusatnya turis.
Mbuh kenapa juga kok rasanya promosi objek wisata di Jawa Tengah terutama di Kabupaten Klaten itu bisa dibilang kurang greget.
Aku sih berharap semoga keberadaan Kali Talang bisa turut mendongkrak kesejahteraan warga Desa Balerante. Tapi ya jangan malah karena itu Kali Talang berubah jadi seramai Kaliadem, Gua Pindul, Malioboro, dan tempat-tempat lain yang selalu dibanjiri turis pas musim liburan.
Dari dalam lubuk hati yang terdalam sebagai pehobi foto yang senang memotret Gunung Merapi dari tengah hutan, aku berharap Kali Talang masih menyisakan tempat alami di dalam hutan yang nggak terjamah panggung-panggung berfoto yang “aneh” . Biarlah panggung-panggung foto itu berkumpul di Taman Bukit Broken Heart saja.
Singkat kesimpulan, Kali Talang adalah jawaban dari rasa penasaranku akan hunting grounds yang menyajikan keindahan Gunung Merapi dari tengah hutan selain di Kaliadem. Para Pembaca yang cinta memotret Gunung Merapi bisa mencoba datang ke Kali Talang.
Semoga pas ke sini lagi Gunung Merapinya cerah.
Oh iya, tiket masuk ke Kali Talang katanya sebesar Rp8.000 per orang dan Rp2.000 per sepeda motor. Tapi waktu itu kami semua terbebas bayar karena ada Mas Rofiq, hehehe .
Makasih lho Mas Rofiq!
NIMBRUNG DI SINI
Btw, kenapa Mas Bro gak sekalian motret bokong Merapi plus seisi hutannya pada malam hari bertaburbintang galaksi bima sakti pasti lebih menarik lagi.
Iya, kalau langit malamnya cerah memang ciamik. Tapi, ke lokasi pas malem itu banyak godaannya. Dari mulai dingin sampai males, hahaha.
Aamiin.. semoga gak terlalu rame dan gak ada tempat selfie aneh-aneh.. biarkan terjaga kealamiannya..
-Traveler Paruh Waktu
Semoga kalau suatu saat dirimu main ke Jogja bisa mampir juga ke sini. :D