Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Ada segudang air terjun di Sumatra Barat. Tapi, dari semua itu ada satu air terjun yang bikin aku penasaran, yaitu Air Terjun Lubuak Tampuruang yang konon katanya ada di Kota Padang. Di kompleks perumahan pula!
Gimana? Menarik kan?
Makanya, untuk membuktikan apakah kabar ini HOAX atau bukan, mending dicari tahu saja toh? Nah, kebetulan di hari Jum'at (12/12/2014) yang sudah lama banget berlalu itu, aku lagi ada di Kota Padang dan berhasil nyolong waktu senggang. Jadinya ya tunggu apa lagi? Ayo blusukan!
Kira-kira posisi air terjunnya ada di sekitar situ.
Ini cerita blusukan pas zamannya aku belum punya gawai android. Bahkan handphone saja masih jenis candybar murahan (eh, sekarang juga masih sih ). Jadinya, aku nggak bisa sesuka hati mengakses bala bantuan internet. Ditambah lagi aku nggak punya peta Kota Padang dan juga kamus baso Minang.
Modalku blusukan cuma dua, yaitu semangat pantang mundur dan secarik kertas bertuliskan lokasi air terjun Lubuak Tampuruang di Perumahan Belimbing, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatra Barat.
Blusukan di Padang Naik Angkutan Umum (plus Ngojek)
Berhubung di Padang aku nggak ada kendaraan, ya aku ke air terjun Lubuak Tampuruang naik angkutan umum saja toh? Air terjun ini kan (katanya) masih di wilayah Kota Padang. Seharusnya ya ada angkutan umum yang lewat sana dong? Sekaligus juga buat memasyarakatkan wisata dengan angkutan umum, hehehe.
Tapi, kalau memang nggak ada angkutan umum yang lewat sana ya... aku pikir nanti saja deh. Yang penting blusukan dulu.
Dari penginapan aku jalan kaki agak jauh ke arah Pasar Raya. Tepatnya menuju Bioskop Mulia yang sepertinya hidup segan mati pun sungkan. Di depan bioskop Mulia ini tempat mangkalnya angkot-angkot merah tujuan Kuranji (Belimbing). Tarif angkotnya Rp5.000 dengan waktu tempuh sekitar 40 menit. Lumayan lama dan mahal sedikit karena (perasaanku) jaraknya juga lumayan jauh.
Oh iya, pas nyari tempat mangkalnya angkot warna merah ini aku sempat nyasar ke luar pasar. Hahaha, baru mulai blusukan saja sudah nyasar. Untung ada Uda baik hati yang memboncengkan aku balik ke tempat mangkalnya angkot-angkot merah.
Naiknya angkot warna merah ini. Satu-satunya angkot arah ke Kuranji.
Sesampainya di Kuranji, aku turun di Pasar Belimbing. Terus bingung. Air Terjun Lubuak Tampuruang arahnya ke mana ya? Jaraknya jauh nggak ya? Naik apa ya ke sananya? Hmmm....
Suasana Pasar Belimbing di Kecamatan Kuranji.
Berbekal prinsip "dipikir karo mlaku" (dipikir sambil jalan) akhirnya ya berputar-putarlah aku di sekitar sana seperti orang linglung. Eh, malah nyasar ke kantor kelurahan. Kebetulan, siapa tahu di kantor kelurahan ada narasumber yang kompeten.
Eh, ternyata orang-orang di kantor kelurahan juga pada bingung. Doh!
Sepertinya aku salah melafalkan kata “lubuak tampuruang”. Sebenarnya dilafalkan sesuai ejaan latin atau dilafalkan “lubuk tempurung” sesuai lidahnya orang Jawa sih? Mumet...
Setelah berusaha saling memahami satu sama lain (kayak orang pacaran ), akhirnya aku dapat info yang valid. Aku harus naik ojek dari Pasar Belimbing karena angkot-angkot nggak ada yang lewat daerah sana.
Ya sudah deh. Balik lagi lah aku jalan kaki ke Pasar Belimbing. Pokoknya, sudah seperti orang hilang saja lah bolak-balik jalan kaki sana-sini.
Kalau yang ini, jalan kakinya nggak seperti orang hilang.
Malah yang seperti ini sering bikin aku merenung...
Aku sampai di Pasar Belimbing lagi. Celingak-celinguk nyari yang namanya ojek kok nggak ada ya? Aku tanyalah sama seorang ibu pedagang. Katanya, ojeknya itu mangkal di depan pasar. Heran. Aku dari tadi bolak-balik di depan pasar tapi kok nggak liat ada ojek ya Bu?
“Itu ojek Bang!”, ujar si ibu sambil menunjuk kumpulan sepeda motor yang ada boncengan penumpangnya (sidecar).
Owalaaah Bu! >.<
Kemudian terjadilah negosiasi satu arah dengan bapak tukang ojek. Kenapa satu arah? Itu karena si bapak berdialog pakai baso Minang sedangkan aku bener-bener lost in translation. Aku sudah nyoba mengajak berdialog pakai bahasa Indonesia, tapi tetap saja dibalasnya pakai baso Minang.
Ya ampuun, apa jangan-jangan aku dianggap orang Minang? Emangnya tampangku ada rasa Minangnya ya? Duh...
Kalau di Jogja semacam becak motor. Di Padang sini legal, tapi di Jogja dipermasalahkan.
Eh, ojeknya ini unik lho! Kalau di jalan ada orang yang mau ikut ngojek ya dipersilakan selama daya angkutnya masih memadai. Boncengan samping ini muat untuk duduk 2 orang dewasa. Penumpang juga bisa memilih duduk di belakang sopir ojek. Alhasil ojek ini punya daya angkut 3 penumpang. Pinter juga ya orang Minang nyari duit.
Si bapak tukang ojek hanya berkenan mengantar sampai jarak sekitar 3 km dari air terjun. Soalnya, sehabis itu jalannya nanjak dan ojeknya nggak kuat nanjak. Tarif ojek dari Pasar Belimbing sampai ke dasar tanjakan menuju air terjun itu Rp10.000 dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Kalau mau jalan kaki dari Pasar Belimbing ya paling 45 menit lah baru sampai.
Sedih ditinggal Pak Ojek. Sebatang kara di pelosok Padang.
Eh, gimana cara pulangnya pikir nanti saja lah.
Sepanjang Jalan Kaki ke Air Terjun Lubuak Tampuruang
Selepas berpisah dengan bapak ojek yang ramah itu aku lanjut jalan kaki deh. Meskipun medannya tanjakan untungnya lumayan mulus. Pas aku lewat sana banyak bapak-bapak yang sedang bekerja membangun selokan di pinggir jalan.
Enak! Walaupun nanjak, tapi jalannya sudah mulus!
Eh, ternyata jalan mulusnya ini nggak sampai ujung! Selepas mushalla desa, wujud jalannya kembali “alami” alias masih berupa jalan tanah merah yang bergeronjal-geronjal. Hanya orang nekat yang niat mengendarai mobil lewat jalan ini. Buat yang membawa mobil aku sarankan memarkir di sekitar mushalla desa. Kalau nggak, nanti baliknya repot!
Semoga saja jalannya segera diperbaiki mulus sampai ujung.
Hadeh! Ternyata jalan mulusnya nggak tuntas sampai ujung!
Yang bawa mobil mending diparkir di dekat mushalla aja. BTW, agak spooky gitu mushalla-nya.
Oh iya. Soal Air Terjun Lubuak Tampuruang yang katanya ada di kompleks perumahan itu ternyata HOAX, hahaha. Lebih pantas disebut perkampungan sih. Kalau secara administratif memang benar masih masuk wilayah Kota Padang. Hanya saja letaknya di kaki Perbukitan Barisan. Pinggiran kota lah ya. Sesekali masih bisa dijumpai rumah warga, tapi ya jarang.
Udah kayak setting film horror aja.
Sepanjang jalan aku nggak lihat ada papan petunjuk arah ke air terjun. Makanya, untuk menemukan posisi Air Terjun Lubuak Tampuruang aku mengandalkan cara-cara berikut.
- Menyusuri asal aliran sungai.
- Mengikuti jalan setapak.
- Mengikuti ceceran sampah.
- Memperhatikan jejak-jejak manusia.
- Naluri...
Jalan setapak, bangkai sandal, dan cat kuning. Jejak yang cukup jelas.
Selepas berpisah dari jalan rusak, kondisi medan menuju air terjun adalah jalan hutan dengan tipe naik-naik ke puncak gunung. Jalan hutan ini pas musim hujan ya jadi becek dan licin. Walaupun begitu, yang terbiasa blusukan di hutan pasti ngerti kok jalan mana yang mesti dipilih. Kalau nggak paling-paling ya nyasar.
Pasar Belimbing Jauh. Padang Jauh. Apalagi rumah di Jogja ya JAUH BUANGET!
Keindahan Air Terjun Lubuak Tampuruang yang ... Kotor ...
Setelah kurang lebih 10 menit jalan kaki, sampai deh di kawasan Air Terjun Lubuak Tampuruang! Di kawasan ini terdapat sejumlah gubuk dan sebuah pelataran semen yang ternyata adalah tempat salat! Subhanallah! Keren!
Di mana lagi bisa difasilitasi salat dekat air terjun kalau bukan di Padang!?
Gubuk-gubuk itu aku perkirakan adalah warung, tempat penyewaan ban, dan tempat bersantai. Oleh karena ini hari Jum’at dan karenanya bukan hari libur, wajar lah kalau suasananya sepi.
Kalau pas hari libur bisa jadi ramai ini.
Sepertinya ini air terjunnya bertingkat-tingkat.
Yang rame sih cuma satu...
SAMPAHNYA!
Nggak di Jawa, nggak di Sumatra, kenapa sih banyak orang yang seneng bikin kotor air terjun!? #jengkel
F**K banget, selfie kotor beginian...
Terlepas dari sampah yang berserakan di sana-sini, menurutku Air Terjun Lubuak Tampuruang termasuk air terjun yang fotogenik. Meskipun saat itu susah banget memotret bagus Air Terjun Lubuak Tampuruang tanpa terlihat kotor oleh sampah-sampah yang berserakan.
Ini lho kenapa asal-usulnya diberi nama Lubuak Tampuruang. Bentuk lubuknya kan mirip tempurung.
Dipotret agak dekat biar sampahnya nggak kelihatan.
Air Terjun Lubuak Tampuruang dipotret dari depan.
Kalau melihat banyaknya sampah yang berserakan (duh!) air terjun Lubuak Tampuruang ini sudah sukses menarik banyak pengunjung. Hanya saja, mungkin bisa dikelola lebih baik dengan melibatnya komunitas warga setempat semisal karang taruna. Tapi yang seperti ini, kayaknya lebih kepada perilaku orang kita yang SUKA NYAMPAH SEMBARANGAN!#EMOSI
JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN!
Sebagian kecil dari sampah para pengunjung.
Dapet banyak oleh-oleh dari Padang. Ini cuma sedikit. Plastiknya nggak muat.
Besok-besok lagi kayaknya perlu bawa karung beras nih.
Air Terjun Lubuak Tampuruang sepertinya cocok juga untuk main air. Airnya dingin dan jernih. Aku sih bukan penganut aliran mandi di air terjun (cukup cuci kaki dan cuci muka saja ). Cuma ya melihat debit airnya yang deras seperti ini, kayaknya kalau mau main air di sini ya mesti hati-hati. Jangan mati konyol karena terlena oleh keindahan wanita alam.
Bacanya gini. Ban besar = Rp10.000. Ban kecil = Rp5.000.
Selalu berhati-hati saat berwisata alam ya!
Hati-hati juga kalau mau mojok di tempat sepi kayak gini.
(Itu dari seragamnya, sepertinya mbaknya masih SMP deh)
Jadi, buat Pembaca yang kebetulan main ke kota Padang dan mencari objek wisata alam yang nggak begitu jauh, plus bisa ditempuh pakai angkutan umum, boleh lho dicoba singgah ke Air Terjun Lubuak Tampuruang.
Eh, kabarnya di sekitar sini masih ada air terjun lain. Tapi ya kapan-kapan lagi deh kalau sempat blusukan di Padang lagi ya.
NIMBRUNG DI SINI
Tapi Sumbar memang keren alamnya. Banyak air terjun, bahkan di Kota Padangnya aja berjibun air terjunnya. Salam mblusuk... :D
Salam blusukan juga dari Jogja buat para perantau Jawa di Sumbar. :D
Di beberapa tempat wisata di Sumbar emang banyak disediakan tempat untuk solat... luar biasa memang..
Eh udah gak di Padang lagi ya? :D
salam kenal.
Sekarang dah mastah berarti.. :O
btw, maw.engine nya keren jugak :D
Jadi pengen ke sana, sekalian mau bersihin tu sampah biar yang lain enggak pada ikutan buang sampah sembarangan, ntar makin numpukkkk.
Eniwei, masnya buang sampah sembarangan juga ga? Hehehe.
tas dulu kemudian buang saat ada tempat sampah
setelah perjuangan ternyata lokasinya bukan di perumahan ya ... hoax
kapan2 ke sini ah .. kalau pas mudik ke kampung istri
btw .. nyampah bener2 bikin keselll .. memang sudah jadi budaya jelek kita .. hikss
mblusuk kang
aja deh...
- sampahnya, sangat disayangkan,,,, huhuhuhu
- tempat terpencil gini memang pas buat mojok pacaran, heuheuheu asal siap aja kalau ketemu lintah atau nyamuk
Air terjunnya indah juga ya, pemandangan kotanya juga indah dari atas :D
kesadaran masing-masing orang.. merenung
Btw, itu yang gandengan tangan kok bisa sampe air terjun ya? Kok niat banget.. kepo
Setelah sekian lama cuma baca artikel Mas Wijna, akhirnya aq comment juga kan :)
Air terjunnya bagus, tapi sayang sampahnya byk bangetttt.
Iya, emang disayangkan itu sampahnya banyak banget >.<