Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Sabtu subuh (16/8/2014), aku terbangun dari tidur lelapku di Kota Bandung dengan menggigil kedinginan. Nggak hanya itu saja, sehabis berwudu untuk salat Subuh pelan-pelan ingusku mulai meler.
Doh! Njijiki banget! XD Ini tandanya aku harus sesegera mungkin keluar mencari yang hangat-hangat!
Makanya itu, pas langit Kota Bandung sudah terang-benderang, aku menyusun rencana untuk jalan-jalan menikmati hangatnya mentari pagi. Kalau seharian cuma berdiam diri di kamar Pulas Inn, wah bisa-bisa ingusku aku beku! Brrr...
SILAKAN DIBACA
Tujuan jalan-jalan pagiku kali ini adalah menyambangi Curug Bugbrug yang ada di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Berhubung di kota Bandung aku nggak ada kendaraan pribadi, alhasil aku putuskan pergi ke sananya naik angkot!
Yok kita buktikan Pembaca! Bisa nggak sih angkutan umum di kota pimpinan Pak Ridwan Kamil ini mengantarkanku dengan selamat ke Curug Bugbrug?
Bagaimana caraku untuk bisa lebih dekat denganmu? #kemayu
Naik Angkot dari Ledeng ke Parongpong
Dari petunjuk yang aku comot dari Wikimapia, letak Curug Bugbrug itu berdekatan sama Curug Cimahi. Artinya, aku mesti naik angkot ke arah Curug Cimahi. Hmmm, kayaknya gampang ya?
Oke! Aku berangkat pukul 08.00 WIB dari penginapan Pulas Inn. Rencananya aku mau naik angkot jurusan Terminal Ledeng. Angkot yang aku maksud ini melewati Jl. Cipaganti yang mana jaraknya dari Pulas Inn cuma sekitar 50 meter. Asyik juga nggak perlu jauh-jauh nyegat angkot.
Di pinggir Jl. Cipaganti aku pun nyegat angkot hijau trayek Kalapa – Ledeng. Sampai di Terminal Ledeng sekitar pukul 08.15 WIB. Ongkos angkot hijau ini cukup Rp3.000 saja. Murah meriah lho! Eh, itu sebelum tarif BBM naik lho ya.
Angkot Bandung yang sepi di pagi hari.
Aku keluar dari Terminal Ledeng, jalan kaki ke utara sedikit dan ketemu sama pertigaan. Nah, kalau lurus terus ke utara mengikuti Jl. Setiabudhi nanti bakal sampai ke Lembang. Sedangkan kalau mau ke arah Curug Cimahi atau Curug Bugbrug ambilnya cabang jalan ke kiri. Nama jalannya itu Jl. Sersan Bajuri.
Terminal Ledeng yang jalan raya di depannya selalu macet. Doh!
Aku lanjut jalan kaki menyusuri Jl. Sersan Bajuri. Sekitar 100 meter, aku ketemu sama Indomaret di sisi kiri jalan raya. Nah, di sisi jalan raya yang bersebrangan dengan Indomaret itu ada terminal kecil. Banyak angkot trayek Ledeng – Parongpong ngetem di sana. Dari petunjuk yang kubaca, aku mesti naik angkot ini menuju Terminal Parongpong.
Terminal kecil yang isinya angkot ke arah Parongpong.
Normalnya, ongkos angkot dari Ledeng ke Parongpong itu Rp4.000/orang (dewasa). Tapi, waktu itu Pak supirnya “negosiasi” sama para penumpang (termasuk aku). Intinya sih Pak supir minta supaya ongkosnya naik jadi Rp5.000/orang supaya angkotnya nggak perlu ngetem lama. Maklum, waktu itu penumpangnya sedikit.
Selepas melalui bermacam tanjakan curam, angkot akhirnya sampai di Terminal Parongpong sekitar pukul 09.00 WIB. Nah, ini bagian serunya. Karena dari Terminal Parongpong menuju Curug Cimahi itu jarang ada angkot lewat (atau malah nggak ada ya?), aku putuskan untuk jalan kaki saja. Lagipula niat awalnya kan jalan-jalan mencari kehangatan toh?
Pemberhentian terakhir di Terminal Parongpong.
Nama jalan rayanya adalah Jl. Kolonel Masturi.
Kalau buat aku sih, jalan kaki menyusuri Jl. Kolonel Masturi itu nggak terlalu capek. Dinginnya hawa pegunungan yang berpadu dengan hangatnya mentari pagi terasa amat menyenangkan. Ingusku jadi berhenti meler deh. Sepanjang jalan aku melewati Kantor Kecamatan Parongpong dan juga Universitas Advent Indonesia.
Suasana Jl. Kolonel Masturi di pagi hari yang hangat itu.
Eh, inget ya! Ini jalan kakinya NGGAK sampai Curug Cimahi lho!
Sekitar 2 km dari Terminal Parongpong, ada tempat outbond bernama CIC (Ciwangun Indah Camp) yang letaknya persis di pinggir Jl. Kolonel Masturi. Di dekat gerbang masuk CIC ini ada gerbang besi yang mirip gerbang rumah. Seorang bapak yang ada di dekat sana nyuruh aku buat masuk aja ke dalam gerbang kalau mau ke Curug Bugbrug. He?
Ini masuk ke curug atau masuk ke rumah orang?
Air Terjun yang Ngumpet di Balik Gerbang
Aku pun masuk ke dalam gerbang. Katanya si bapak itu, kalau mau ke Curug Bugbrug tinggal ikutin aja jalan setapaknya dengan waktu tempuh kira-kira ya... 15 menit jalan kaki. Hmmm, oke deh Pak!
Yang aku nggak sangka-sangka, sepanjang perjalanan di dalam area gerbang itu pemandangannya sumpah, sumpah, sumpah... INDAH BANGET! Beautiful!
Semacam firdaus di balik gerbang.
Ada banyak kebun sayur di dalam sana. Di beberapa lokasi ada saung sebagai tempat beristirahat. Medan jalannya juga relatif landai lho! Cocok deh untuk trekking ringan segala usia.
Kalau capek jalan duduk-duduk dulu aja di sini.
Oh iya, di dekat gerbang aku melihat ada semacam proyek pembangunan yang lagi berjalan. Kayaknya tempat ini bakal dipercantik dengan berbagai fasilitas. Eh, apa mungkin tempat ini juga termasuk wilayah Ciwangun Indah Camp ya?
Ceritanya mau dibikin saung yang di bawahnya ada kolamnya gitu.
Yang aku sangat bersyukur di pagi hari itu adalah cuacanya yang cerah banget. Langit biru tanpa awan yang pas banget dijadikan sebagai latar foto. Pokoknya, waktu itu kondisi alam di sana serba banget-banget-bangetnya deh (apaan sih?). Sampai-sampai cahaya matahari juga terik banget. Nah, lho...
Aku lirik handphone ku. Masih pukul 09.30 WIB atau sekitar satu setengah jam sejak aku berangkat dari Pulas Inn. Jam segini ini masih terhitung pagi. Tapi kok terik mataharinya seperti pukul 12 siang ya?
Pas aku ke sana gratis karena nggak ada yang nagih dan juga nggak ada kotak retribusi.
Yang jelas ... (menahan sedih) ... aku nggak bisa memotret Curug Bugbrug dengan baik di pagi hari itu hanya karena ... MATAHARI! Sebab, mataharinya itu seakan persis berada di puncak curug. Aaargh!
Ya Allah...
Jelas kalau motret menantang matahari itu efek “negatif”nya bakal bermunculan di hasil foto. Misalnya seperti lens flare yang bikin foto terlihat SILAU!
Masih berusaha nyari celah di antara celah melawan matahari.
Berhubung kayaknya belum ada artikel blog yang membahas teknik memotret Curug Bugbrug, maka dari itu aku berpesan ke Pembaca yang hendak memotret curug ini untuk:
- Datang pas sore hari (eh, masih ada angkot lewat nggak ya jam segitu?)
- Datang pas langit mendung
Ketemu juga spot motret yang lumayan bersahabat.
Tapi sih kalau Pembaca nggak berniat untuk memotret, ya silakan datang kapan saja. Curug Bugbrug ini lokasi yang asyik untuk berkemah sekaligus untuk lokasi semadi #lho. Tapi jangan dipakai untuk berbuat mesum lho! Kalau buang sampah juga jangan sembarangan lho ya!
Bilik sederhana untuk ganti pakaian.
Hasil bersih-bersih di pagi hari itu.
Kenang-kenangan dari mahasiswa vandalis.
Ya sudahlah. Mungkin ini semacam “petunjuk Illahi” supaya aku datang lagi kemari suatu saat nanti untuk memotret Curug Bugbrug. Apalagi... aku masih punya "PR" mampir ke tempat di mana ini anak sekolah berada.
Kok kamu bisa nyasar ke tempat bagus kayak gini dek?
Oke deh! Sekian dulu cerita perjalananku ke Curug Bugbrug. Eh iya, pembaca blog yang lama berdomisili di Bandung! Sudah tahu dan pernah ke curug ini belum? Deket lho, naik angkot saja bisa!
NIMBRUNG DI SINI
kuliah ning bandung
:( dan aku ngga jadi kesana :( :(
ini makin banyak tempat wisata di daerah
saya yg semakin terkenal. Saya senang kalo
orang orang yang datang mau jaga kebersihan
dan naik kendaraan umun :)
Di sekitar Parongpong ada obyek wisata apa lagi mbak yang baru2?
Perlu dicoba untuk destinasi.selanjutnya ! ^^/
itu berarti aksesnya kalo mau ke sana itu lewatin gerbang yg dkt CIC? Atau memang waktu itu kamu motong jalan ya?
ada), mungkin ga usah bayar. Akses masuk utama ke Leuwi Opat .. ya bayar tiket ke CIC
..
yang membanggakan kota Bandung! FAIL!!! apaansik
Curug Cimahi sih tahu. Pernah lewat pas mau ke Dusun Bambu yang kapitalis itu. Next
time kalau mau ngebolang ke Bandung, kabar2 yaaa. Nanti aku nginthil :D
saya lumaya lama tinggal di bandung tapi belum tau ada curug ini,, hihi
sayang sekarang udah gak di bandung lagi,, mas nya sih kenapa gak dari dulu2 gitu ke curugnya kan saya bisa ngikut :p
pas aku weekend-an daerah sana mampir -__-
gitu.....pokoknya damai.....
Tapi kayaknya sepi banget ya di sana. Bahkan gak orang jual makanan :D
mas wijna ga sekalian diterusin hikingnya ke leuwi opat di atasnya ... kalau musim hujan
airnya banyak ... jadi keren
mas??? hehehe