Jantungku berdetak dag - dig - dug pas masuk ke kawasan Pura Ulun Danu Bratan di Bedugul, Bali. Oh iya, sebelum singgah kemari, aku dan Radit memang sempat sarapan siang di rumah makan muslim di seberangnya gerbang masuk ke Pura Ulun Danu. Nah, biasanya kan kalau habis makan aku sering dapat “panggilan alam”. Tapi sayangnya, kali ini yang bikin jantungku dag - dig - dug bukan itu!
Yang bikin jantungku dag - dig - dug juga bukan tentang retribusi masuk ke Pura Ulun Danu sebesar Rp10.000 per orang dan Rp2.000 per sepeda motor. Bukan juga tentang cuaca, yang mana baru saja cerah setelah diguyur hujan lebat. Kalau cuaca di daerah pegunungan sih aku sudah pasrah dari dulu. Hujan ya biar. Cerah ya syukur.
Nah, lalu ada masalah apa sampai jantungku dag - dig - dug - duer?
Yah...
Aku merasa pada Jumat siang (5/4/2013) di Pura Ulun Danu Bratan inilah detik-detik terakhir DSLR-ku hidup.
#menghela.napas
Ini shutter terakhir DSLR ku.
Semoga saja aku bisa dapat foto yang lumayan bagus di Pura Ulun Danu Bratan.
#menghelanapas
Jadi, shutter DLSR-ku rusak gitu dan harus masuk tempat servis untuk diperbaiki?
Eh!? Nggak! Siapa bilang!?
Ini baterai DLSR-nya saja yang sudah kelap-kelip tanda mau mati, hahaha .
Biasalah, cuaca dingin di pegunungan kan bikin konsumsi daya baterai jadi boros. Nanti kalau baterainya sudah di-charge ulang juga bisa untuk motret lagi. Sayangnya, charger-nya ada di penginapan, hehehe.
Foto-foto di artikel ini adalah foto-foto terakhir sebelum DLSR-ku mati. Dengan demikian aku melewatkan sesi foto-foto di Tanah Lot. Ah, ya sudahlah...
Pembaca pernah kehabisan baterai kamera pas di lokasi wisata?
NIMBRUNG DI SINI
Bayanganku Mas Wijna sekarang pasti sudah memegang kamera on 7D. Dan
bayanganku selanjutnya adalah lensa yang nganggur hahaha...
Eh, foto-fotone tanpa filter-kah?