Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Cuaca di hari kedua kami di Bali sangat kontras dengan cuaca di hari pertama. Selasa siang (3/2/2009) itu sepertinya hampir seluruh wilayah Bali diguyur hujan. Walau terkadang hujan lebat mereda jadi gerimis, namun kondisi tersebut berlangsung sepanjang hari, dari pagi sampai sore.
Dengan kondisi cuaca yang seperti ini, kami sih bisa saja berdiam diri di rumah Babe Ervan. Tapi sepertinya kalau hanya di rumah saja kok terasa sia-sia ya? Karena toh kan tidak setiap saat kami bisa singgah di Bali. Ya akhirnya kami pun memutuskan untuk tetap menjelajah obyek wisata di Bali sambil hujan-hujanan deh. Kapan lagi coba bisa jalan-jalan di Bali sambil hujan-hujanan?
Tidak Boleh Masuk ke Istana Tampaksiring
Tujuan kami di hari Selasa ini sebenarnya ke Tampaksiring, yaitu kota kecamatan di kabupaten Gianyar, Bali. Tampaksiring ini terkenal dengan Istana Tampaksiring yang merupakan salah satu istana negara. Dahulu istana ini sering digunakan oleh mendiang Pak Soekarno, presiden pertama republik tercinta ini.
Perjalanan dari Denpasar menuju Tampaksiring ditempuh selama kurang lebih 1 jam. Di bawah guyuran hujan, waktu tempuh serasa bertambah lama. Setibanya di lokasi, ternyata Istana Tampaksiring tertutup untuk pengunjung umum. Kalau ingin masuk ke dalam, harus ada surat pengantar dari Istana Negara di Jakarta atau di Yogyakarta. Yah, apa boleh buat. Kami hanya bisa memandangi pagar istana dari dalam sebuah warung sembari menunggu hujan reda.
Tirta Empul dan Mitos Batara Indra
Air suci bagi warga sekitar.
Mata air utama, Tirta Empul.
Sekitar pukul 2 siang hujan sedikit mereda. Kami pun melanjutkan perjalan menuju Tirta Empul yang terletak tidak jauh dari Istana Tampaksiring. Menurut sumber di internet, Tirta Empul merupakan pemandian suci yang sudah ada sejak abad ke-10 Masehi, seperti yang tercantum dalam Prasasti Manukaya berangka tahun 962 Masehi.
Ada mitos yang berkaitan dengan Tirta Empul ini. Alkisah, tersebutlah seorang raja bernama Raja Mayadanawa yang teramat sakti. Semasa bertahta, beliau memerintahkan agar rakyat Bali tidak menyembah para dewata melainkan menyembah dirinya.
Murkalah para dewa di kahyangan. Mereka pun mengutus Batara Indra untuk memerangi Raja Mayadanawa. Pertempuran sengit pun terjadi. Dalam menghadapi Batara Indra, Raja Mayadanawa menciptakan air beracun (yeh cetik). Pasukan Batara Indra yang meminum air ini pun tewas seketika.
Mengetahui hal tersebut, Batara Indra lantas mendirikan benteng untuk membendung air beracun itu. Tiba-tiba, dari dalam tanah muncullah suatu mata air yang kelak disebut sebagai Tirta Empul. Dengan air dari Tirta Empul ini, Batara Indra pun menghidupkan kembali pasukannya yang tewas. Singkat cerita, Raja Mayadanawa akhirnya tewas ditangan Batara Indra.
Tirta Empul Dewasa Ini
Saat ini, air yang berasal dari mata air Tirta Empul dialirkan ke berbagai kolam yang tersebar di kawasan ini. Banyak warga yang memanfaatkan air tersebut untuk keperluan ibadah dan mensucikan diri secara lahiriah sekaligus batiniah.
Ada satu kawasan di Tirta Empul yang hanya boleh dimasuki dengan menggunakan pakaian adat. Tetapi jangan khawatir, bagi pengunjung umum disediakan kain yang harus diikatkan di pinggang sebagai ganti pakaian adat. Para pengunjung juga disarankan untuk mengenakan pakaian yang sopan, rapi, dan menutup kaki hingga mata kaki. Untuk masuk ke Tirta Empul, setiap pengunjung dikenakan retribusi Rp6.000 per orang.
Oh ya ada satu lagi. Jangan sembarangan menyentuh benda apa pun! Khususnya atribut upacara. Nanti bisa-bisa dimarahi oleh pengawas.
NIMBRUNG DI SINI
Sayange, mbiyen pas mrono pas hujan, ora ono gadis ayu sing adus...
ayo dipasang dong.
apalagi waktu kamu n Winky pakai payung berdua itu, oh so sweet.
kapan2 klo da waktu liburan maen sana akh,,
spertinya asik banget mas