Hari Selasa (11/9/2018) yang lalu bertepatan dengan libur tahun baru 1440 Hijriyah. Tapi, Dwi yang biasanya doyan keluyuran malah pingin di rumah thok. Sebab, temannya bilang bahwa pergi-pergi pada tanggal 1 Suro itu bahaya.
Weladalah....
Aku sih menanggapi santai keinginannya sang istri itu. Memang, dia seberapa tahan sih nggak keluar rumah pas hari libur begini? #hehehe
SILAKAN DIBACA
Eeeh, betul toh, pas mendekati zuhur, Dwi kepingin jajan cilok. #hehehe
Oleh karena tadi pagi kami “hanya” sarapan nasi + serundeng pedas Varia + jangan gori, jadilah aku tawarkan ke Dwi apa mau sekalian makan siang di luar. Siang-siang begini enaknya sih makan mie ayam. #hehehe
Alhasil, setelah menunaikan salat Zuhur, sepeda motor pun digas mencari keberadaan penjual cilok. Ketemulah satu di Taman Kuliner Karangmalang yang bertetangga dengan kampus UNY.
Target selanjutnya adalah mie ayam. Dari hasil Dwi meng-googling-googling, katanya di Dusun Sendowo ada warung mie ayam enak. Namanya, Mie Ayam Pak Wiyono.
Wah, boleh juga ini dicoba. Karangmalang dan Sendowo kan masih sepersekitaran kos-kosannya mahasiswa UGM dan UNY. Paling cuma butuh waktu tempuh 10 menit. #hehehe
SILAKAN DIBACA
Dwi bilang, rute ke Warung Mie Ayam Pak Wiyono itu masuk ke gapura Dusun Sendowo dan setelahnya mengambil belokan ke kanan. Pada praktiknya sempat salah jalan karena mengambil belokan ke kiri. #hehehe
Setelah akhirnya kembali ke gang yang benar, sepeda motor pun dilajukan pelan-pelan. Sepanjang perjalanan menyusuri gang, blas sama sekali nggak terendus tanda-tanda keberadaan warung mie ayam yang konon tersohor itu.
Suasana gangnya juga sepi. Padahal di sana banyak kos-kosan mahasiswa. Mungkin libur-libur begini para mahasiswa sedang mager di kamarnya masing-masing, bukan karena takut mitos keluar rumah pas tanggal 1 Suro. #hehehe
Hingga pada akhirnya, terlihatlah empat sepeda motor diparkir berjejer di sisi barat gang. Di dekatnya ada warung mungil berspanduk yang bertuliskan,
MIE AYAM DAN BAKSO
PAK WIYONO WONOGIRI
SENDOWO
Hooo, jadi ini toh warung mie ayam yang dimaksud itu. #senyum.lebar
Sementara aku memarkirkan sepeda motor, Dwi masuk duluan. Di dalam warung ia duduk di deretan paling belakang.
Kondisi warung Mie Ayam Pak Wiyono padat dan sempit. Ada dua meja panjang yang masing-masing diapit dua bangku panjang. Selain itu, dijejali pula meja tempat meracik pesanan.
Jika satu bangku panjang muat diduduki empat orang berdempetan, maka warung mie ayam mungil ini muat menampung 16 pelanggan. Tapi, idealnya sih maksimal 12 pelanggan lah.
Di muka warung terparkir gerobak yang digunakan oleh Mbah Wiyono kakung (beliau sudah sepuh ternyata) untuk meracik bakso dan mengisi mangkuk-mangkuk mie ayam dengan berbagai topping. Mienya sendiri direbus di dalam warung oleh Mbah Wiyono putri.
Aku tanya ke Dwi apakah dia sudah memesan. Katanya, belum. Katanya, aku saja yang memesan. Oke lah. #hehehe
Sebelum memesan, aku melirik aktivitas para penggerak warung mie ayam ini:
- Mbah Wiyono putri sibuk merebus mie.
- Mbah Wiyono kakung sibuk membungkus pesanan dua orang mas Gojek.
- Mbak peracik minum berangkat mengantarkan pesanan ke rumah pelanggan.
Kalau boleh dikata, ketiga orang di atas sangat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Kayaknya baru bisa memesan setelah kesibukan mereka mereda.
Setelah sekian belas menit menunggu, akhirnya Mbah Wiyono putri bertanya ke kami mau pesan apa. Aku jawab mie ayam biasa dan bakso. Eh, maksudnya mie ayam bakso goreng.
Pada waktu itu ada seorang bocah perempuan yang memesan mie ayam untuk dibawa pulang. Bocah itu bertanya ke Mbah Wiyono putri apakah baksonya masih ada. Mbah Wiyono putri menangkap pertanyaan bocah itu sebagai mie ayam bakso. Padahal, bocah itu bertanya apakah menu bakso masih ada.
Supaya menghindari kerancuan, kalau berniat memesan mie ayam bakso sebaiknya harus dinyatakan dengan jelas sebagai mie ayam dengan bakso. #hehehe
Setelah menunggu sekian belas menit lamanya, akhirnya terhidanglah mie ayam bakso goreng di meja. Jadi ini toh mie ayam Mbah Wiyono yang tenar se-Sendowo itu. #senyum.lebar
Seperti yang terlihat pada foto, potongan daging ayam semur dan bakso goreng menutupi permukaan mie sehingga membuatnya susah untuk diaduk. Mienya sendiri agak tebal dan porsinya melimpah.
Sepengecapan lidahku, kuah semur ayamnya terasa sedikit manis. Tapi, kalau diimbangi dengan kuah kaldu mie ayam, rasanya menjadi berpadu harmonis. Ini bukan jenis kuah mie ayam yang butuh tambahan garam, cuka, kecap, dsb untuk mendongkrak rasanya.
Oh iya, aku agak kurang suka dengan bakso gorengnya karena KERAS! Eeeh, mungkin buatku terasa keras karena efek dari gigi gerahamku yang sebagian besar sudah lenyap, hahaha #senyum.lebar. Alhasil, aku harus merendam bakso goreng dengan kuah mie ayam dulu supaya jadi lebih lunak.
Berhubung konsumen warung Mie Ayam Pak Wiyono ini didominasi mahasiswa, jadi otomatis harga menunya juga menyesuaikan dengan isi dompetnya mahasiswa:
Bakso | Rp9.000 |
Mie Ayam Biasa | Rp7.500 |
Mie Ayam Ceker | Rp8.500 |
Mie Ayam Bakso Rebus | Rp9.000 |
Mie Ayam Bakso Goreng | Rp8.500 |
Mie Ayam Spesial | Rp10.000 |
Teh Panas | Rp2.500 |
Es Teh | Rp2.500 |
Jeruk Panas | Rp2.500 |
Es Jeruk | Rp2.500 |
Es Susu | Rp3.000 |
Es Nutrisari | Rp2.500 |
Kalau nggak ingin memesan minum, di setiap meja tersedia gelas-gelas dan wadah plastik berisi air putih gratis. #senyum
Singkat penilaian, aku memberi skor 8 untuk rasa, porsi, serta harga Mie Ayam Pak Wiyono. Mie ayam ini adalah mie ayamnya mahasiswa, jadi porsinya banyak, harganya murah, dan rasanya bisa dipertanggungjawabkan. #senyum.lebar
Dwi malah ganti memfavoritkan mie ayam ini dari yang semula memfavoritkan Mie Ayam Pak Pendek dan Mie Ayam Pangsit Seberang Hotel Santika. #hehehe
Hanya saja....
Jikalau memperhitungkan kenyamanan bersantap, mungkin skornya bakal turun drastis jadi 6,5.
Karena ya itu, kondisi di dalam warung Mie Ayam Pak Wiyono itu sesak dan padat. Apalagi pas siang hari terik. Suasana di dalam warung terasa panas dan pengap walaupun sudah dibantu dengan 2 kipas angin. Belum lagi ketika bersabar menanti pesanan tiba. #hehehe
Maka dari itu, jika Pembaca adalah mahasiswa Jogja yang beraktivitas di seputaran UGM atau UNY dan ingin menyantap mie ayam ekonomis (terutama pas tanggal tua atau belum dapat kiriman #hehehe), Mie Ayam Pak Wiyono jelas adalah pilihan terbaik.
Tapi, jika Pembaca bukan termasuk golongan mahasiswa, ada baiknya menyambangi warung Mie Ayam Pak Wiyono beberapa jam setelah waktu makan siang dan bukan pada hari kerja. Kasih giliran lah bagi mahasiswa yang kelaparan, hahaha. #senyum.lebar