Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Kaum adam umumnya gemar tantangan. Apalagi kalau memendam rasa penasaran. Makanya, selagi bernyawa segeralah dituntaskan. Masak iya sih perlu jadi arwah gentayangan? Hehehe. #hehehe
Sebetulnya, yang bikin penasaran sih cuma sebuah papan jalan. Nah, yang tertulis di papan itu yang memancing rasa heran. Alhasil, benak pun dijejali sekian pertanyaan.
Memangnya air terjun yang lain masih ada?
Kayaknya kemarin sudah semua?
Apa ini air terjun yang sama?
Tapi, kenapa nama dan arahnya berbeda?
Eh, ini sungguhan ada?
Eh iya, Pembaca jangan coba-coba menelisik frasa Klanceng Putih di mesin pencari ya. Dijamin, bakal kaget. #hehehe
Desa Sedayu yang Selalu Merayu
Desa Sedayu namanya. Di Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah persisnya. Nggak banyak yang tahu letaknya. Wajar sih, gugusan Perbukitan Menoreh seakan menyamarkan keberadaannya. Pun dari Kota Purworejo tak mudah untuk menggapainya. Untung kalau ditempuh dari Kota Jogja lebih cepat sampainya.
Sudah berulang kali aku bareng Pakdhe Timin singgah kemari. Rasa-rasanya, Desa Sedayu ini seperti mengundang kami untuk singgah lagi dan lagi. Tentu saja karena banyak iming-iming air terjun di sini. Seperti papan jalan di atas itu yang kayaknya belum lama berdiri.
SILAKAN DIBACA
Nah, di hari Minggu pagi (11/5/2014), kami pun kembali kemari. Tak berdua, namun berempat dengan tiga pengendara. Paklik Turtlix seorang diri tak ditemani istri #hehehe. Digenapi oleh Angki, kawan dunia maya yang baru sempat bersua. Halo Angki! #senyum
Perjalanan dari Kota Jogja tergolong mudah. Lewatnya Jl. Kebon Agung sejauh 22 km, menyebrang Kali Progo, hingga sampai di Perempatan Dekso, Kecamatan Kalibawang. Setelahnya, ikuti Jl. Samigaluh yang mayoritas tanjakan tak bercelah.
Sesampainya di Pasar Plono, belok kiri kemudian belok kanan ke arah Purworejo. Sempat ada insiden, baut rem sepeda motor Pakdhe Timin lepas. Untung bisa diakali kawat pengganti yang pas. Total waktu tempuh sekitar 2 jam dari kota Jogja.
Jarak 3,5 kilometer seperti yang tertera di papan tak membuat nyali surut. Hanya banyak cabang jalan yang membuat dahi berkerut. Oleh warga kami disarankan mengikuti jalan yang melewati dua jembatan. Jalannya tanah licin yang bila dilalui sepeda motor pastinya kurang nyaman.
Satu jembatan sudah terlewat, tinggal sisa satu. Jalan makin menyempit, sepeda motor pun kami tinggal di tengah hutan. Tidak ada seorang pun yang bisa dimintai bantu. Tak seberapa lama, kami sampai di jembatan kedua yang berdekatan dengan papan.
Papan yang kami temui barusan mengarah ke semak. Sudah pasti jalannya setapak. Menjejak sungai nan bening. Hingga kami sampai di tempat yang menurutku tidak asing.
“Pakdhe, ini kan jembatan bambu yang kita lewati pas ke dasar curug Nabag Desember lalu?”
Pakdhe Timin tak membatah. Berarti ini curug yang sudah pernah. Yaaah...
Curug Klanceng Putih Pelepas Letih
Tapi nggak jauh dari jembatan bambu aku lihat ada curug lain. Aku ajak tiga kawan untuk mendekat. Perlu hati-hati, sebab jalannya cukup licin. Tapi jujur, sepertinya memang butuh “sedikit” usaha nekat.
Untuk mendekat ke curug harus mengarungi sungai sebatas pinggang. Kanan-kirinya tebing yang sulit untuk erat dipegang. Masih ada halangan, sebuah kolam yang lumayan dalam. Tak disangka, Angki mendapat ilham.
“Mas gimana kalau aku berenang ke ujung sana?”
Duh Angki! Semoga dirimu tidak malah tenggelam.
Nggak terasa jam sudah bergerak melewati pukul satu siang. Itu tandanya kami harus pulang. Foto keluarga pun kami abadikan untuk dikenang. Sebab kalau disuruh kemari lagi... euh... mungkin kami bakal memikir ulang. Hahaha.
Ya itulah Pembaca, kisah kami berempat menuju Curug Sedayu alias Klanceng Putih. Sepertinya kisah perjalanan ke Curug Sedayu ini ditakdirkan tersambung dengan kisah perjalanan ke dasar Curug Nabag. Perlu pembaca tahu, perjalanan ke dasar Curug Nabag adalah awal kisah penjelajahan Curug Purworejo di tahun 2014.
Apakah ini artinya petualangan Curug Purworejo di Desa Sedayu sudah berakhir? Kalau Pembaca nggak mau petualangan ini berakhir bisa lho ngasih kami informasi lokasi curug-curug lain di Purworejo yang menanti untuk ditemukan.
catatan: Aku merasa kayak pujangga sehabis nulis artikel ini, hehehe.
Maulah kapan2 blusuk kesana
Bikin penasaran pingin nengok
Tapi rute nya rada susah ya gan .
Terus menghasilkan madu klanceng yang rasanya asam-kecut. Ditambah lagi si hewan klanceng ini suka nyerang rambut orang dan bikin kusut gitu.
menggugah selera untuk jalan jalan
Lha piye ada nomermu yang bisa dihubungi ga?
kata ci urug, ci/cai air, urug jatuh
ternyata tanah kelahiranku menyimpan banyak sekali tempat wisata alam, dan aku yakin dinas pariwisata di porjo juga gak tahu... hihihihi
aku blm prnh ke purworejo..jd blm prnh ke curug2nya... kmrn itu rata2 aku datangin curug2 yg di jawatimur ama jawa barat. :)
dikasih info tempat yang mblusuk-mblusuk yah :D
Kok ya banyak pembaca yg seneng blusukan masuk hutan ya? Mau nyari pelet po ya? :D
kenapa disebut curug ya, bukan grojogan atau kedung ya hehehe.
Salam buat Angki yah kalo ketemu lagi ^^
tok...hehehe...
pecah selama saya hidup ... pokoknya kalo saya jadi anak baik.. bakal kecipratan pahala
mas aamiin aamiin amiin... mksih y mas ajakannya bakal terus semangat dah khilaf dan
nemu ilhamnya ^-^ mas yang satu ini emng penuh misteri dan kepenesaranan hati\" lho
diajak khilaf yg bawa berkah ^.^,... smga gak kapok ya mas ngajak saya lagi :) ahay alay
saya kecipratan mas cumiy lebay mas ampunn pizz 2 blogger yg penuh inpirasi dah ^-^...
itu gank motor kece euy haha
Wah, medannya susah juga, ya... Tapi mungkin justru itu salah satu kenikmatannya....
BBM udah naik, trus mblusuk-mblusuknya gimana nih, Mas? Kayaknya tetap jalan ya, tapi naik sepeda :D