Pada Minggu siang (19/8/2018), misi perburuan tumbuhan hutan yang dibudidayakan di Perbukitan Menoreh akhirnya berujung di Kota Purworejo. Jam menunjukkan pukul sebelas siang lewat. Perut pun mulai merengek minta diisi.
Walaupun demikian, misi perburuan tetap berlanjut dengan ditemani perut yang keroncongan. Konon katanya, di RW 03 Desa Pangenrejo ada pembudidaya yang dimaksud. Tanpa nyasar-nyasar, sepeda motor pun digas menuju ke TKP. Sayangnya, setelah mblusak-mblusuk di sejumlah gang, hasilnya NIHIL!
Gagalnya misi perburuan menyisakan lapar yang semakin menjadi-jadi. Berhubung Dwi sedari tadi juga kebelet ke kamar kecil, alhasil misi pun berubah haluan. Dari berburu tanaman menjadi bersantap siang. Nyam!
Kalau nggak salah ingat, di RW 08 Desa Pangenrejo ada warung makan ndeso yang pernah dipopulerkan oleh Mas bloger asal Purworejo yang sekarang berdomisili di Pulau Lombok . Warung makan yang dimaksud nggak lain adalah Warung Bogowonto.
SILAKAN DIBACA
Menuju Warung Bogowonto
Posisi sekarang di gang RW 03, sedangkan Warung Bogowonto di RW 08. Sepeda motor pun digas kembali tanpa arahan dari aplikasi telepon pintar. Pikirku,
“Kenapa perlu pakai Google Maps? Toh, cuma beda RW ini. Gampang lah!”
Eeeeh, jebul ternyata… yang ada malah nyasar-nyasar!
Mana sempat keblasuk ke kuburan pula!
Hadeh....
Mungkin ada 10 menit waktu yang terbuang percuma untuk berputar-putar menyusuri gang-gang Desa Pangenrejo. Ini bukan berarti nggak bertanya ke warga. Seorang bapak di teras rumah yang sempat ditanyai malah berkata bahwa dia nggak tahu di mana letak RW 08.
Duh duh Paaak!
Pada akhirnya, bertanyalah lagi kepada seorang bapak yang sedang menonton televisi di pos ronda. Kali ini bertanya di mana Warung Bogowonto, bukan lagi di mana RW 08.
Gayung pun bersambut. Oleh si bapak, kami diarahkan mengikuti jalan desa sampai menyeberangi jembatan melintasi sungai. Sepeda motor pun kembali dilajukan menyeberangi jembatan yang dimaksud.
Guna menghindari tambahan adegan nyasar , setibanya di seberang sungai terpilihlah seorang bapak yang sedang mengulur selang air sebagai narasumber. Oleh si bapak kami diharuskan tetap mengikuti jalan desa. Sudah dekat kata si bapak.
Alhamdulillah, setelahnya sepeda motor tiba di pelataran parkir Warung Bowonto tanpa kendala. Sepanjang perjalanan dan adegan nyasar hingga ke sini, blas sama sekali nggak dijumpai adanya papan petunjuk arah.
Musala Warung Bogowonto
Pada siang itu cukup banyak kendaraan bermotor yang diparkir di sekitar bangunan Warung Bogowonto. Tanpa ada petugas parkir, sepeda motor pun diparkir di bawah teduhnya naungan pohon.
Area parkir Warung Bogowonto dikelilingi tiga bangunan, yaitu dua bangunan besar bergaya rumah joglo dan satu bangunan kecil yang difungsikan sebagai musala. Berhubung sudah masuk waktu Zuhur, awalnya Dwi berniat untuk salat di sana. Akan tetapi, begitu melihat isi gentong penampung air wudu yang kosong dan sumur timba yang juga kering, niat itu pun pupus.
Masakan Warung Bogowonto
Dari dua bangunan besar bergaya rumah joglo, satu bangunan difungsikan sebagai tempat bersantap utama, sedangkan satu bangunan lagi masih terlihat lumayan lenggang.
Di dalam bangunan tempat bersantap utama, berjajar banyak meja dan kursi panjang yang terbuat dari kayu jati. Lukisan-lukisan abstrak menghiasi dinding. Kesan yang terpancar adalah suasana bersantap yang dikelilingi banyak perabot kayu beraksen klasik.
Beragam masakan ndeso terhampar di atas meja pendek nggak jauh dari meja kasir. Lauknya ada tempe goreng, tempe bacem, telur goreng, pepes, mangut lele, buntil, dll. Sedangkan sayurnya ada sayur lodeh, tumis genjer, tumis kenikir, dan sayur kuning.
Sembari memilih-milih masakan, seorang mas pelayan menanyakan minuman yang dipilih. Setelah dirasa cukup, kami pun memilih tempat bersantap di serambi belakang. Di tempat ini terdapat empat lincak sebagai tempat bersantap lesehan. Pemandangan hijaunya Sungai Bogowonto menambah nikmat bersantap.
Di lincak sebelah, seorang anak yang singgah bersama keluarganya terus-terusan bertanya kenapa Sungai Bogowonto diberi nama demikian. Seandainya nggak terusik dengan pertanyaan si anak itu, mungkin aku nggak bakal mencari tahu bahwa Sungai Bogowonto dahulunya bernama Sungai Watukoro dan dinamai Bogowonto karena sering terlihat ada pendeta (begawan) yang bersemedi di sana.
Lima Hal yang Harus Diperhatikan dari Warung Bogowonto
Berdasarkan pengalaman singkat bersantap di Warung Bogowonto, berikut adalah 5 hal yang harus diperhatikan oleh pengunjung ketika hendak bersantap di Warung Bogowonto:
- Di gang-gang Desa Pangenrejo minim petunjuk arah ke Warung Bogowonto.
Jadi, wajib hukumnya bertanya kepada warga setempat. Hindari pula pertanyaan di mana letak RW 08.
- Musalanya kurang terawat.
Terutama karena isi gentong penampung air wudu kosong dan sumur timba kering. Ya maklum sih, Agustus kan musim kemarau. Mungkin perlu dibuatkan tempat wudu yang airnya bersumber dari air PAM.
- Kondisi tempat bersantap kurang rapi.
Terutama di area lesehan. Di sana terlihat lincak yang dipenuhi perabot masak, kardus, pakaian yang digantung, dan alat musik yang berserakan. Ada juga seorang bapak yang sedang mengulek sambal di salah satu lincak. Mungkin hal-hal yang disebutkan itu perlu dipindah ke wilayah dapur atau ke wilayah yang tertutup dari penglihatan pengunjung.
- Cita rasa masakannya kurang nendang.
Jika dibandingkan dengan warung makan ndeso di Yogyakarta seperti Kopi Klotok, Kopi Panggang, atau Geblek Pari, cita rasa masakan Warung Bogowonto masih kurang berkarakter. Cita rasa masakannya masih seperti rumah makan prasmanan Rata-Rata. Menurut penilaian lidahku sih skornya “B aja” atau “biasa saja”.
- Harganya nggak transparan.
Nggak ada daftar menu beserta harganya, sehingga kurang sesuai bagi pengunjung yang membawa uang mepet . Hitung-hitungan ibu kasir pun nggak jelas. Dua piring santapan kami di atas ditambah segelas es jeruk dan segelas teh tawar hangat dihargai Rp30.000, padahal hitung-hitungan ibu kasir di buku tertulis Rp29.000.
Lima Daya Tarik Warung Bogowonto
Walaupun lima hal yang dipaparkan pada subbab di atas terkesan sebagai hal yang negatif , sebetulnya ada lima hal lain yang menjadi daya tarik Warung Bogowonto:
- Letaknya dekat dengan pusat Kota Purworejo.
- Medannya landai, mudah dijangkau oleh segala jenis kendaraan.
- Suasana bersantapnya ala Jawa klasik.
- Cocok untuk tempat bersantap keluarga atau rombongan besar.
- Berada di dekat tepian Sungai Bogowonto yang memiliki lapangan luas, sehingga cocok sebagai tempat bermain anak-anak (yang suka lari-lari). Tapi, semoga saja Sungai Bogowonto nggak banjir besar.
Apa pun yang aku tuliskan ini, semoga ke depannya Warung Bogowonto bisa semakin berirama menjadi kebanggaan warga Purworejo.
NIMBRUNG DI SINI
pernah salah masuk kereta Bogowonto, yang
harusnya masuk logawa. Untung cepat
sadar, kalau enggak, walahh...
Tapi enak juga membayangkan siang-siang panas, duduk di lincak, kena semilir angin, sambil minum es jeruk~
heuheuheu...
Aku dadi kangen. Pengen pulang kampung.