HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Candi Sojiwan

Rabu, 3 September 2008, 08:26 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Bila dibandingkan dengan candi-candi lain yang pernah aku sambangi, buatku Candi Sojiwan terasa amat berbeda. Yah, mungkin karena aku sudah menjalin hubungan panjang dengan candi ini. Jauh sebelum artikel ini diterbitkan.

 


Perkenalan pertama dengan Candi Sojiwan beberapa hari setelah gempa bumi Yogyakarta - Jawa Tengah tahun 2006.

 

Candi Sojiwan merupakan candi yang menjadi objek utama program kerja Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang aku ikuti dari bulan Juli hingga bulan Agustus 2008. Karenanya, selama kurang lebih 2 bulan tersebut, sudah berkali-kali aku berkunjung ke sana. Kalaupun nggak mampir, setiap hari aku selalu lewat di jalan desa yang ada di depan candi. Bisa dibilang, selama aku KKN, Candi Sojiwan sudah seperti pemandangan sehari-hari.

 

Sebetulnya aku ingin secara khusus membahas mengenai Candi Sojiwan. Karena menurutku, candi ini memiliki sejumlah hal unik yang menarik untuk dibahas. Aku berencana untuk mempublikasikannya dalam bentuk e-book. Tapi ya selama angan tersebut belum terealisasi, minimal aku sudah menceritakan perihal Candi Sojiwan kepada Pembaca lewat artikel ini.

 


Aku dan Andreas berkali-kali singgah di candi ini. #senyum.lebar

 

Pada kesempatan kali ini aku hanya akan merangkum secara garis besar apa-apa yang telah aku pelajari di Candi Sojiwan selama kegiatan KKN.

 

Rute Menuju Candi Sojiwan dan Lokasi KKN

Secara administratif, Candi Sojiwan berada di Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Rute untuk menuju Candi Sojiwan cukup mudah. Bila Pembaca bertolak dari Yogyakarta, ikuti saja Jl. Raya Yogyakarta – Solo hingga melintasi gapura perbatasan provinsi DI Yogyakarta – Jawa Tengah yang berada di dekat Taman Wisata Candi Prambanan.

 

Ikuti terus jalan raya sampai Pembaca tiba di suatu perempatan yang dijaga lampu lalu lintas. Tepatnya, sekitar 200 ratus meter di setelah melewati Kantor Kecamatan Prambanan, Jawa Tengah. Di perempatan ini, Pembaca berbelok ke selatan (kanan) ke arah Stasiun Brambanan.

 

Susuri jalan yang mengarah ke Stasiun Brambanan tersebut. Belok ke arah kiri menyeberangi rel kereta api untuk kemudian masuk ke wilayah Desa Kebondalem Kidul. Dari sana, ikuti saja jalan aspal yang membelah desa sekitar 500 meter hingga tiba di Candi Sojiwan yang berada di sisi kiri jalan. Kalau masih bingung, silakan bertanya ke warga Desa Kebondalem Kidul. Mereka pasti tahu keberadaan candi ini.

 


Bagian muka Candi Sojiwan ketika sedang dipugar.

 

Untuk mempermudah perjalanan, teman-teman Unit 80 KKN-PPM UGM sudah membuat berbagai macam papan penunjuk arah menuju Candi Sojiwan yang tersebar di beberapa titik di Desa Kebondalem Kidul. Termasuk di antaranya di dekat Stasiun Brambanan. Semoga saja papan-papan petunjuk tersebut saat ini masih bisa dijumpai. #hehehe

 

Sejarah Candi Sojiwan

Karena ketiadaan papan informasi yang menjelaskan seluk-beluk Candi Sojiwan, izinkan aku memanfaatkan data-data yang kuperoleh dari Kantor BP3 di Candi Sojiwan untuk bercerita mengenai sejarah candi ini.

 

Candi Sojiwan merupakan candi berlatar-belakang agama Buddha. Mudahnya, karena kita bisa menjumpai berbagai stupa yang tersebar di halaman candi.

 

 


Stupa-stupa yang tersebar di halaman Candi Sojiwan.

 

Menurut Prasasti Rukam bertahun 907 Masehi, Raja Balitung dari Kerajaan Mataram Kuno mempersembahkan bangunan suci agama Buddha untuk neneknya yang sangat dihormati. Bangunan inilah yang kemudian diduga kuat sebagai Candi Sojiwan. Perlu diketahui, Raja Balitung beragama Hindu, sedangkan neneknya beragama Buddha.

 

Pemugaran Candi Sojiwan

Saat ini, proses pemugaran Candi Sojiwan sedang sedang berlangsung semenjak tahun 1996. Candi Sojiwan sendiri semenjak tahun 1999 digunakan sebagai Pusat Pendidikan dan Latihan Pengembangan Metode Pemugaran Candi Tingkat Nasional. Mungkin karena itu proses pemugarannya jadi lama. Tapi, bencana gempa bumi Yogyakarta – Jawa Tengah juga sempat meluluhlantakkan proses pemugaran Candi Sojiwan. Sehingga mau tidak mau pemugarannya menjadi lebih lama.

 


Tahapan proses pemugaran Candi Sojiwan yang sudah berlangsung hingga saat ini.

 


Suasana pemugaran bagian badan Candi Sojiwan.

 

Sisi timur dan barat Candi Sojiwan diapit oleh sawah dan ladang. Saat aku singgah di Candi Sojiwan pada bulan Juli 2008, ladang yang ada di sisi barat Candi Sojiwan masih lebat oleh rimbunnya tanaman tebu.

 

Kira-kira pada awal Agustus 2008, saat panen tebu telah usai, aku melihat beberapa susunan batu di bekas ladang tebu yang aku yakini sebagai bagian dari pagar Candi Sojiwan. Berdasarkan laporan hasil ekskavasi yang aku peroleh dari kantor BP3, diketahui bahwa Candi Sojiwan dikelilingi oleh tiga jenis pagar. Bila memperhitungkan keberadaan pagar candi, bisa dibilang area Candi Sojiwan itu sangat luas.

 


Pagar Candi Sojiwan di ladang tebu.

 

Laporan hasil ekskavasi juga mencantumkan keterangan bahwa Candi Sojiwan “pernah” memiliki sebuah candi perwara (pendamping). Adapun di dekat Candi Sojiwan juga pernah berdiri candi lain yang dikenal warga sebagai Candi Kalongan. Sayang sekali, saat ini Candi Kalongan sudah lenyap keberadaannya. Tidak lain karena batu-batu candinya sudah berpindah lokasi dan sebagian besar menjadi bahan penyusun pagar rumah warga.

 

Relief Cerita Binatang di Candi Sojiwan

 

Hal yang menarik dari Candi Sojiwan adalah keberadaan relief cerita binatang sebanyak 16 panel yang letaknya ada di dinding kaki candi. Sebetulnya jumlah reliefnya ada 19 panel, tetapi yang bisa terbaca hanya 16 saja.

 


Panel relief yang menceritakan kisah kera dan buaya.

 

Relief-relief tersebut unik karena hanya terdapat di Candi Sojiwan dan Candi Mendut. Cerita-cerita binatang tersebut sarat dengan pendidikan moral. Beberapa cerita tersebut adalah sebagai berikut:

 

  1. Seorang Prajurit dan Seorang Pedagang.
  2. Dua Ekor Angsa Menerbangkan Kura-Kura.
  3. Garuda Berlomba Dengan Kura-Kura.
  4. Buaya Menginginkan Hati Kera.
  5. Perkelahian Banteng dengan Singa.
  6. Gajah dan Setangkai Kayu.
  7. Seorang Laki-Laki dengan seekor Singa.
  8. Seorang Perempuan dan Seekor Serigala.
  9. Pemburu dan Serigala.
  10. Ketam Membalas Budi.
  11. Seekor Burung Berkepala Dua.
  12. Bercerita.
  13. Kambing dan Gajah.
  14. Orang Berkepala Singa.
  15. Lembu Jantan dan Serigala.
  16. Kinnara.

 

Mungkin suatu saat aku akan membahas lebih rinci mengenai kisah-kisah yang aku sebutkan di atas itu.

 


Panel relief lain yang menghiasi badan Candi Sojiwan.

 

Candi Sojiwan yang Terasing

Saat ini keberadaan Candi Sojiwan kurang mendapat perhatian dari warga setempat. Sebabnya, warga Desa Kebondalem Kidul tidak terlibat aktif dalam proses pemugaran Candi Sojiwan.

 

Dalam kaitannya dengan bidang ilmu arkeologi, berkunjung ke Candi Sojiwan dapat memperkaya khazanah ilmu khususnya di bidang pemugaran candi. Kami berharap pemugaran candi dapat menjadi jenis objek pariwisata baru.

 


Semoga esok hari, Candi Sojiwan berdiri utuh seperti di zaman dahulu.

 

Pembaca sudah pernah berkunjung ke Candi Sojiwan belum?

NIMBRUNG DI SINI