navigation

Seminggu Kemudian ke Curug Benowo Puworejo

terbit Selasa, 18 September 2012, 13:31 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Seperti ada makanan yang nyelip di gigi. Pembaca tahu gimana rasanya toh? #hehehe

 

Nah, berhubung sudah masuk bulan Ramadan, yang nyelip itu kan harus dibuang. Lha ya mosok ditelan? Nanti puasanya jadi batal dong? #hehehe

 

Eh, tapi ya, bagaimana mau dibuang? Lha wong benda yang nyelip itu sudah dicari-cari nggak ketemu-temu kok? Repot toh?

 

 

....

.... Sebetulnya aku ini bicara apa sih? #hehehe #ngelantur

....

 

Urusan Curug yang Belum Tuntas di Benowo, Purworejo

Jadi ceritanya, karena pada misi PEKOK kemarin kami gagal menemukan curug (air terjun), maka seminggu kemudian pada hari Rabu (25/7/2012) aku dan Pakdhe Timin kembali berangkat mencari curug tersebut. #sedih

 

Letak curugnya itu ada di Desa Benowo yang masuk wilayah Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kalau boleh dibilang Desa Benowo itu letaknya ada di pelosok Perbukitan Menoreh lah. #hehehe

 

 

HARAP DIPERHATIKAAAN!

 

Karena petulangan ini mengambil waktu pada bulan Ramadan alias bulan puasa, jadinya kan aku puasa. Alhasil, kami menyambangi curug di Desa Benowo ini dengan naik sepeda motor.

 

Lha, mosok puasa-puasa bersepeda toh? Ke Desa Benowo pula? Nyari perkara banget! #hehehe (Padahal yang puasa aku doang, si Pakdhe Timin nggak.)

 

 

Sekali Lagi Nyasar di Perbukitan Menoreh

Dari Yogyakarta kami balik lagi ke Desa Kalirejo di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Berhubung kami naik sepeda motor lewat Jl. Raya Yogyakarta – Magelang, jadinya waktu tempuhnya lebih singkat deh! 

 


Aku: Kita nyasar Pakdhe?
Pakdhe Timin: Tenang, kan ada GPS Android.

 

 

Dari ruas Jl. Raya Yogyakarta – Magelang kami mengambil cabang jalan yang mengarah ke Candi Borobudur. Kemudian kami ganti menyusuri jalan raya dari Candi Borobudur menuju Purworejo. Ruas jalan raya ini kerap disebut sebagai Jl. Raya Magelang – Purworejo.

 

Nah, nanti di ruas Jl. Raya Magelang – Purworejo km 7 bakal ada pertigaan dengan papan petunjuk arah ke Desa Kalirejo.

 

TAPI HARAP DIINGAT!

 

Informasi jarak ke Desa Kalirejo yang terpampang di papan tersebut itu SESAT! Kalirejo nggak berjarak 150 km! Melainkan hanya sekitar 5 km saja dari pertigaan itu. #hehehe

 


Jalannya rusak parah. Pejabat-pejabat nggak pernah lewat sini kayaknya. #hehehe

 

Dari Desa Kalirejo kami ganti haluan menuju Desa Cacaban Lor. Medan jalannya berupa tanjakan dan wujud jalannya berupa jalan aspal rusak. Menurutku, kalau aku bersepeda kemari lewat jalan ini ya masih kuat lah. #sedikit.sombong #hehehe

 

Letak Desa Cacaban Lor yang berada di ketinggian Perbukitan Menoreh ini sesuai dengan nama kecamatannya yakni Bener. Bener-bener tinggi maksudnya, hehehe #hehehe.

 

Desa Cacaban Lor ini sudah masuk wilayah Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah lho! Di Magelang cuma numpang lewat doang. #senyum.lebar

 


Angkot serbaguna, untuk ngangkut TV pun bisa.

 

Di jalanan pelosok Perbukitan Menoreh ini kami sempat berpapasan dengan angkutan umum berjenis angkot. Walaupun ya papasannya hanya sekali seumur jalan sih #hehehe. Sepertinya, terbuka peluang kemari dengan naik angkutan umum.

 

Hal yang unik dari angkot pelosok ini, selain untuk mengangkut penumpang angkotnya juga difungsikan sebagai moda distribusi kebutuhan harian. Ya buat angkut-angkut barang. Persis angkot yang kami tumpangi saat bertualang ke Curug Kyai Kate.

 


Istirahat siang dulu di masjid. Sejauh ini nyasar nggak ya?

 

Karena bingung arah (maklum jalan desa di Perbukitan Menoreh kan banyak percabangannya #hehehe) kami sempat nyasar ke Desa Kalitapas. DOH!

 

Untung Desa Kalitapas ini masih di sekitaran Kecamatan Bener sih. Jadi, nyasarnya nggak begitu jauh. #ngeles #hehehe

 

Ya pokoknya Ingat-ingat! Kalau Pembaca sampai di dekat Masjid Kalitapas berarti ya salah jalan. #hehehe

 

Karena nyasar, dari Desa Kalitapas kami balik lagi ke Desa Cacaban Lor. Di perjalanan balik ini ini kami sempat berhenti sejenak di Masjid Darul Fata. Sembari aku menunaikan salat zuhur, Pakdhe Timin memastikan arah perjalanan di GPS android-nya. Kalau pakai android siapa tahu jadi nggak ada acara nyasar-nyasar lagi. #hehehe

 

Air Terjun Benowo yang Mana ya?

Setelah memastikan arah ke belasan warga di sepanjang jalan, Alhamdulillah, kami akhirnya sampai juga di Desa Benowo. Kini, tinggal memastikan di mana gerangan posisi curug yang kami tuju itu berada.

 

Tapi sayangnya, begitu kami bertanya ke warga yang sedang berkumpul di sekitar balai desa tentang keberadaan curug di Desa Benowo, eh mereka mengaku tidak tahu-menahu!

 

Duh? Kok begini?

 

 

Ndilalah ya ada juga warga yang akhirnya memberi kami sedikit petunjuk. Katanya, saat ini curugnya sedang surut karena musim kemarau. Wew! Pantas saja kalau banyak warga yang nggak mudeng. #hehehe

 

Kami dapat informasi kalau di dekat balai Desa Benowo ini memang ada curug. Jaraknya lumayan dekat. Alhasil, dari balai desa kami mengambil jalan menurun yang katanya mengarah ke lokasi curug.

 

Kami pun menyusuri jalan menurun yang sempit itu. Ndilalah lagi jalannya buntu! Jadilah kami terpaksa menumpang memarkir sepeda motor di halaman salah satu rumah warga.

 


Ngobrol dengan Mbok Agus yang mana beliau membocorkan suatu rahasia besar bahwa ... mau tauuu? #hehehe

 

Demi kelancaran misi operasi mencari curug di Desa Benowo, kami pun bersilaturahim dengan sang pemilik rumah. Mbok Agus namanya. Menurutku, beliau belum pantas disebut mbok. Usianya aku taksir masih sekitar 40-an gitu.

 

Menurut penuturan Mbok Agus, sekitar 50 meter dari rumahnya ini terdapat curug. Tapi ya ituuu... Mbok Agus bilang saat ini air curugnya itu sedang surut karena musim kemarau. Duh!?

 

Berkali-kali mendengar informasi kalau curugnya itu sedang surut sebetulnya ya bikin kami kecewa juga. Tapi ya mau bagaimana lagi? Ini kan bulan Juli yang sudah mendekati puncak musim kemarau. #hehehe

 

Berhubung sudah jauh-jauh blusukan ke pelosok Purworejo, rasa penasaran terhadap curug satu ini tetap harus dituntaskan toh? #senyum.lebar

 


Suasana sekitar curug yang masih alami, liar, dan ... belum tertata.

 

Dari rumah Mbok Agus kami pun menyusuri jalan setapak yang beliau tunjuk. Selang beberapa saat kami bertemu dengan curug yang dimaksud. Ah, akhirnya! #senyum.lebar

 

Warga menamai curug ini sebagai Curug Benowo. Itu karena letak curugnya ada di Desa Benowo. Ada juga yang menyebutnya sebagai Curug Seneng. Entah hal apa yang bikin jadi curug ini menjadi senang. #senyum.lebar

 


Yang penting sudah pernah kemari jadi nggak penasaran lagi deh. #senyum

 

Aliran air curug ini membentuk sungai yang dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Dari ceritanya Mbok Agus, Pak Lurah sudah memerintahkan warga untuk merapikan daerah di sekitar curug supaya pengunjung betah berlama-lama di sini. Tapi pas kami ke sana itu, kondisinya masih belum rapi.

 

Meskipun letak Curug Benowo ini terpencil, kata Mbok Agus tetap ada saja pengunjung yang singgah kemari. Ya semacam kami-kami yang kurang kerjaan ini lah #senyum.lebar. Pernah juga ada semacam ospek yang dilaksanakan di sini.

 


Curug Benowo (nama lainnya Curug Seneng) yang airnya sedikit karena musim kemarau.

 


Penampakan Curug Benowo di musim penghujan. #senyum

 

Mbok Agus juga berbagi informasi yang menarik! Katanya, di dekat sini ada curug lain yang ukurannya jauh lebih besar. Akan tetapi, Mbok Agus berkali-kali melarang kami menyambangi curug tersebut. Sebab, letaknya ada di tengah hutan dan saat itu hari sudah beranjak sore. Takutnya nanti ada "apa-apa". #hehehe

 

Ya sudah deh Mbok. Besok-besok lagi kami kembali bertamu ke Desa Benowo lagi.

 

Di musim hujan tentunya! #senyum.lebar

 

 

Mampir Sebentar di Petilasan Pangeran Benowo

Selain Curug Benowo, di Desa Benowo juga terdapat suatu tempat mistis yaitu Petilasan Pangeran Benowo. Petilasan ini berwujud sendang (mata air) yang letaknya ada di dasar pohon beringin yang besaaar banget.

 

Dari ceritanya Mbok Agus, setiap Jumat Kliwon banyak orang yang melakukan ritual di sana. Area sekitar petilasan pun sudah tertata rapi dengan diberi pagar.

 


Petilasan Pangeran Benowo ternyata mata air toh?

 


Sekeliling Petilasan Pangeran Benowo diamankan dengan pagar bambu.

 

Pemandangan Sepanjang Perbukitan Menoreh

Usai mengulik segelintir tempat-tempat menarik di Desa Benowo, kami pulang ke Jogja deh. Untuk rute pulang kami nggak kembali lagi ke Candi Borobudur, melainkan menyusuri lereng Perbukitan Menoreh yang jalan tembusnya katanya ke Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.

 

Ini mumpung perginya pakai sepeda motor! Jadinya bebas mau pilih jalan pulang yang mana. Kan nggak perlu memikirkan perkara tenaga yang tersisa untuk bisa selamat sampai rumah, hahaha #senyum.lebar.

 

Subhanallah, di sepanjang perjalanan pulang kami dihibur oleh pemandangan Perbukitan Menoreh yang sangat indah. Tapi sayangnya, JALANNYA RUSAK! Doh!

 

 

Setelah berlika-liku melibas berbagai macam tanjakan Menoreh, akhirnya kami berjumpa dengan jalan raya besar. Horeee! #senyum.lebar

 

Tibalah kami di Desa Pagerharjo yang masuk wilayah Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Ini desa yang ada Curug Watu Jonggol-nya itu lho!

 

Serasa bernostalgia, kami pun mengikuti Jl. Samigaluh hingga tiba di perempatan Dekso, Kecamatan Kalibawang. Selanjutnya tinggal pulang ke Kota Jogja lewat Jl. Godean deh.

 


Semoga pulangnya nggak nyasar setelah membaca ini.

 

Selesai! Yang nyelip sudah ketemu dan bisa dibuang, hehehe. #hehehe Tapi muncul nyelip yang lain, karena ada satu curug besar yang diiming-imingi Mbok Agus itu.

 

Terus nantikan petualangan kami di pelosok Purworejo ya Pembaca! #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI