HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Curug Jumog Jati di Karanganyar itu Indah tapi Kurang Terkenal

Minggu, 29 Desember 2019, 15:21 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Dusun Nglurah adalah tujuan aku sang istri terlucyu pada Rabu (20/2/2019) yang lalu. Tapi, kalau tiba di sini terlalu pagi, bisa-bisa nanti lapak-lapak penjual tanaman hias para warga masih tutup.

 

Selain itu, masak jauh-jauh dari Kota Jogja ke Dusun Nglurah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah hanya untuk berburu tanaman hias? Sungguh sangat menyia-nyiakan sekali total jarak lebih-kurang 100 km itu. #hehehe

 


Peta rute perjalanan Yogyakarta – Nglurah dari Goole Maps.

 

Oleh karenanya, ada baiknya kami nyurug alias mencari curug alias air terjun dulu. Terletak di kaki Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar kan lumayan terkenal sebagai tempatnya air terjun terkenal seperti Grojogan Sewu.

 

Karena ingin menyambangi curug yang masih alami alias masih minim campur tangan manusia, Curug Jumog Jati di Desa Balong, Kecamatan Jenawi pun terpilih sebagai target. Sekilas nama curug ini mirip seperti nama curug terkenal lain di Kabupaten Karanganyar yaitu Air Terjun Jumog.

 

Mungkin karena kemiripan nama itu, hasil pencarian Curug Jumog Jati di internet malah banyak menampilkan informasi Air Terjun Jumog. Hal yang seperti ini kan bikin penasaran. Seperti apa sih Curug Jumog Jati yang kalah terkenal dari Air Terjun Jumog itu? #senyum

 

 

Syarat menuju Curug Jumog Jati dari Kota Jogja adalah tiba di Kabupaten Karanganyar terlebih dahulu. Caranya bisa lewat Kota Solo, Kabupaten Sukoharjo, atau Kabupaten Wonogiri. 

 

Di Kabupaten Karangnyar, langkah selanjutnya adalah menyusuri Jl. Raya Solo – Tawangmangu hingga tiba di pertigaan Karangpandan (setelah Terminal Karangpandan). Di sini jalan bercabang dua: menuju Tawangmangu dan menuju Candi Sukuh dkk. Ambil cabang jalan ke kiri (utara) menuju Candi Sukuh dkk.

 

Setelah itu, nanti bakal melewati

 

  1. gapura pertigaan ke Air Terjun Jumog,
  2. pertigaan jalan ke Candi Sukuh,
  3. Rumah Teh Ndoro Donker,
  4. Terminal Ngargoyoso,
  5. kebun teh Kemuning,
  6. pertigaan ke Candi Cetho, dan
  7. Kantor Desa Jenawi.

 

Sepanjang perjalanan di Kabupaten Karanganyar, seluruh kantor desa yang kami lewati tampak dipadati manusia. Oh, rupanya hari ini bertepatan dengan pemilihan kepala desa se-Kabupaten Karanganyar. Mobil-mobil pick-up yang mengantarkan rombongan warga dan antrean pemilih yang mengular hingga ke jalan raya adalah pemandangan umum.

 


Pertigaan Karangpandan, di mana jalan bercabang dua.

 


Pemandangan kebun teh Kemuning yang memanjakan mata.

 


Keramaian Pilkades di Kantor Desa Jenawi, Karanganyar.

 


Perempatan Terminal Balong. Ikuti arah panah untuk menuju Curug Jumog Jati.

 

Selang 2 km selepas Kantor Desa Jenawi, tibalah di perempatan Terminal Balong (dengan tugu di tengahnya). Di sini ambil cabang jalan kecil (mirip gang) ke arah SMP Negeri 1 Jenawi. Pemandangan pun berganti menjadi suasana desa yang dikelilingi hutan karet

 

Supaya lebih yakin, kami bertanya tentang lokasi Curug Jumog Jati pada warga yang hendak berangkat nyoblos. Oleh mereka kami diarahkan untuk tetap menyusuri jalan cor semen yang membelah kawasan hutan karet.

 

Eee... lambat laun wujud jalannya semakin nggak kalapKontur jalannya menurun curam dan menikang-nikung. #bahaya #licin 

 

Di ujung jalan turunan yang menguji ketangkasan bersepeda motor itu berdirilah Masjid Al-Amin. Sepeda motor kemudian diparkir di halaman masjid. Perjalanan pun dilanjut dengan berjalan kaki menyusuri pinggir sungai ke arah sumber aliran air.

 


Pemandangan didominasi hutan karet.

 


Setelah melewati jalan menurun curam, Masjid Al-Amin tegak menyambut.

 


Cabang jalan setapak masuk hutan menuju Curug Jumog Jati. Di dekat sini ada papan petunjuk arahnya.

 


Medan jalan setapak cukup bersahabat. Tapi, tetap wajib waspada!

 

Nggak ada 3 menit, pemandangan indah menyeruak mata. Subhanallah! Jadi ini toh Curug Jumog Jati itu. #senyum.lebar

 

Dari sisi fotografi, Curug Jumog Jati cukup fotogenik. Curug ini nggak begitu tinggi. Bentuknya pun agak bongsor. Jadi, curug ini muat dalam bingkai foto landscape jika dipotret dengan lensa sudut lebar. 

 

Hal yang membuat aku sulit memotret Curug Jumog Jati adalah terpaan butiran air yang membuat peralatan memotret basah. Nggak hanya itu, sang istri yang jadi model pun ikut basah. Alhasil, aku harus mencari sudut pemotretan yang minim terpaan butiran air.

 

Aku ingin berpindah ke sisi seberang sungai untuk mencari sudut pemotretan lain. Tapi, urung terlaksana karena sepertinya sungainya dalam dan aliran airnya deras sekali. Mungkin saat menjelang musim kemarau aliran air Curug Jumog Jati nggak bakal sederas ini.

 


Curug Jumog Jati dengan nuansa mistis. #senyum.lebar

 


Ketika matahari bersinar terang, hanya sebagian sisi curug yang tersinari.

 


Andaikata semak dan tebing di sisi kanan itu menghilang, mungkin pemandangannya jadi lebih cantik.

 


Hasil mencoba teknik slow speed selama satu detik. Kamera dan lensa basah.

 


Kondisi di sekitar area pemotretan. Basah oleh terpaan butiran air terjun.

 

Alhamdulillah, kawasan Curug Jumog Jati cukup bersih. Apalagi jika mengingat curug ini hanya berjarak beberapa menit dari pemukiman warga dengan medan masuk-masuk hutan yang sangat bersahabat. Semoga curug ini tetap bersih dan lestari.

 

Dengan pipis yang sudah ditahan-tahan sejak pemotretan di sungai, aku bergegas melampiaskan panggilan alam itu di toilet Masjid Al-Amin. Sang istri bilang bahwa dirinya mau berjalan kaki sambil memotret-motret suasana sekitar. Tapi, rampung urusan pipis, kok sang istri malah menghilang?

 

Duh!

NIMBRUNG DI SINI