Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Setiap perjumpaan pasti berakhir dengan perpisahan. Entah itu disengaja atau memang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.
Salah satu perpisahan yang disengaja adalah keputusan yang dibuat oleh si manusia. Berpisah dengan kampung halaman untuk penghidupan yang lebih baik. Berpisah pula dengan kanca-kanca dolan untuk bertemu kanca-kanca baru.
Itulah pula yang dilakukan oleh Tirta dan Naj. Yang satu merantau ke ujung Jawa Barat. Yang satunya lagi merantau ke pinggir Jawa Tengah.
Dengan demikian, tinggalah Mbak Mar seorang diri di Turi tanpa sohib motret. Pun, akhir pekan Nove juga tak lagi selo sejak bermarkas di kantor desa. #hehehe
SILAKAN DIBACA
Oleh sebab itu, mumpung pada Minggu pagi (3/3/2019) silam para wanita itu diberkahi waktu luang, jadilah mereka dan sang istri terlucyu berkumpul di salah satu sabo dam Kali Krasak yang dijuluki Watu Purba.
Entah kenapa dinamai demikian. Yang jelas, di sini nggak ada batu fosil dinosaurus atau peninggalan zaman purbakala. #hehehe
Tempat ini juga nggak asing. Beberapa bulan silam kok ya ndilalah keblasuk bersepeda sampai sini. Jadilah dengan demikian rute menuju ke Watu Purba sudah hapal di luar kepala.
Rute ke Watu Purba yang termudah dari pusat Kota Jogja adalah melalui Jl. Raya Yogyakarta – Magelang hingga tiba di Pasar Tempel. Dari Pasar Tempel kemudian mengikuti Jl. Tempel – Turi dan berbelok masuk ke Dusun Gondanglegi. Setelah itu sebaiknya tanya warga setempat karena nihil petunjuk jalan.
Singkat perjalanan, sekitar pukul setengah 8 pagi tibalah kami di sabo dam Watu Purba. Suasananya sepi. Hanya kami berdua di lokasi. Mungkin karena jalan ke mari sangat luar binasa, alhasil keberadaannya di Google Maps tak mendongkrak popularitasnya.
Meskipun demikian, suasana sepi pun membawa untung. Sesi pemotretan bisa digelar tanpa khawatir “dibocori” pengunjung lain.
Satu yang disayangkan, langit pagi itu kok ya mendung? Semoga saja nggak hujan.
Kira-kira pukul 8 pagi, para wanita itu berdatangan. Mbak Mar, Tirta, dan Naj datang setelah menanti matahari terbit di sabo dam Cangkringan. Disusul Nove yang rumahnya hanya sakpelentingan dari sana. Diakhiri Linda yang datang dari Bantul mepet Sleman.
Setelah itu mirrorless Mbak Mar mulai mengabadikan pose mereka satu demi satu. Aku rehat dengan menyantap roti sobek yang dibawa Mbak Mar dan nasi gulung yang dimasak Linda. #laper
Ternyata, tak cukup berfoto dengan latar “air terjun” yang berundak-undak, sesi pemotretan pun berpindah ke dasar sabo dam. Di sini suasana Kali Krasak terasa lebih alami tanpa berhiaskan susunan tumpuk batu-batu sungai.
Keberadaan curug artifisial yang berundak-undak mempercantik latar pemotretan. Walaupun, curugnya artifisial, tapi buatku lebih memikat mata daripada susunan tumpuk batu-batu sungai. #hehehe
Syukur Alhamdulillah pula display huruf raksasa “WATU PURBO” yang aku temui sewaktu kunjungan ke sini beberapa bulan silam sudah lenyap tersapu luapan banjir Kali Krasak. #senyum.lebar
Pagi berlalu. Siang menjelang. Keseruan di sabo dam Watu Purba berakhir mendekati pukul 10.
Semakin tinggi matahari, semakin ramai pula suasana di sabo dam. Sejumlah remaja asyik bermain air. Ada pula rombongan pesepeda yang nyasar sampai ke sini. Tapi, mereka rupanya nggak berniat menyeberang dari sisi Yogyakarta ke sisi Jawa Tengah seperti aksiku dulu itu. #hehehe
Semoga sabo dam Watu Purba nggak menjadi saksi perpisahan kami untuk selama-lamanya.
Semoga pula santap pagi kesiangan kami di Soto Campursari bukan menjadi yang terakhir.
Semoga....
NIMBRUNG DI SINI
-
#ELISAMinggu, 12 Jan 2020, 09:03 WIBApik tenan nang foto...saiki wis kondang, mesti rame kih...