Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Jumat, 17 April 2009, 18:54 WIB

Harus kita akui bersama bahwa penyelenggaraan Pemilu Legislatif, 9 April 2009 silam masih jauh dari kata sempurna. Apakah itu mekanisme Pemilu yang dilanda banyak problema ataupun DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang belum mencangkup seluruh konstituen di negeri ini. Sebetulnya gejala-gejala akan Pemilu yang kurang sukses sudah muncul jauh-jauh hari sebelum Pemilu berlangsung, karena itu nggak heran kalau banyak konstituen yang memilih untuk tidak memilih, alias menyandang gelar golongan putih (golput).

 

Menjadi golongan putih adalah sebuah pilihan, seperti yang dilakukan oleh kawanku pada Pemilu Legislatif lalu. Akan tetapi kita jangan tergesa-gesa dahulu menyimpulkan bahwa Golongan Putih itu adalah ”sekumpulan orang jahat” yang hendak merusak tatanan bangsa. Dari hasil ngintipin Facebook-nya orang ada beberapa alasan yang memunculkan Golongan Putih:

 

  • Ada yang memang malas; ”Mending liburan ke luar negeri daripada ikut Pemilu!”,
  • Ada yang ”dizalimi” oleh KPU; ”Gimana mau milih? Surat undangan milih aja dapet nggak!”,
  • Bahkan ada yang bawa-bawa nama agama;
    ”elo NYONTRENG, elo MUSYRIK, menjadi BUDAK THAGHUT” #glek.

 

Nah kalau alasannya kawanku itu sebenernya termasuk alasan yang juga diutarakan oleh mayoritas golongan putih di Tanah Air; ”Nggak tau mau milih calon legislatif yang mana”. Dari satu alasan itu bisa dimunculkan lagi sub-alasan, ”karena...”. Ada yang ”karena calon legislatifnya terlalu banyak”, ”karena cuma ngobral janji”, sampai ke alasannya yang sengaja disamarkan agar terkesan ilmiah. Tapi semua alasan itu manusiawi kok.

 

Kenapa Bingung?

Soal bingung memilih calon legislatif yang jumlahnya bisa puluhan di satu surat suara sebenernya bukan masalah penting. Di TPS tempatku menyuarakan hak suara, hasil perolehan suara didominasi oleh suara partai dan bukan suara calon legislatif. Jadi, banyak pemilih yang memilih partai. Kalau begini kan nggak usah pusing mikir milih calon legislatif yang mana kan? Aku nggak begitu tahu di daerah pemilihan lain apa juga lebih banyak pemilih yang memilih partai dibandingkan calon legislatif.

 

Esensi dari Pemilu itu adalah memilih. Dalam proses memilih, harus dipenuhi syarat utama yaitu sekurang-kurangnya ada dua obyek untuk dipilih. Kalau obyeknya cuma satu, buat apa milih, tul nggak? Memilih itu kan proses menetapkan satu dari sekian banyak obyek. Bagaimana bisa menetapkan yang terpilih itu, ya harus melalui banyak prosedur, tapi intinya satu yaitu membandingkan antara obyek yang satu dengan yang lain.

 

Akui saja deh kalau sekian banyak partai dan calon legislatif itu masing-masing memiliki kekurangan, karena itu tidak ada partai ataupun calon legislatif yang sempurna. Tapi masing-masing kandidat memiliki kelebihan yang ngakunya dilebih-lebihkan. Jadi, aku nggak heran kalau kampanye partai dan calon legislatif itu terkesan asal jadi, bahkan saling menjatuhkan. Wong, ingat iklan perang promosi layanan selular (biru vs kuning) aja bikin muak.

 

Karena itu kalau menghayati benar-benar ”Jadilah pemilih yang cerdas, pilihlah yang terbaik” itu bakal berat banget menjalaninya. Yah, dengan berat hati aku mesti mengatakan bahwa kita harus memilih satu dari sekian banyak calon, untuk diberi amanah dan tanggung-jawab walau pilihan kita pasti memiliki kekurangan. Tapi susahnya hidup sekarang itu banyak orang yang jadi nggak baik hanya karena materi, karena anggota dewan itu ibarat ikan yang berenang di lautan materi. Jadi, mbok ya bagi yang terpilih supaya tetap baik, menjalankan amanah dan tanggung-jawab yang kami berikan.

 

Hitamkah Anda?

Walau bagaimanapun kita sebelnya sama golongan putih, demokrasi yang dipraktekkan di Indonesia lewat Pemilu ini masih bakal jalan selama masih ada golongan hitam, yaitu mereka yang memberikan hak suaranya. Jadinya percuma juga buat memberi sanksi ke golongan putih. Tentu aku juga berharap bangsa kita adalah bangsa golongan hitam, bukan golongan putih.

 

Aku jadi inget betapa bahagianya temen aku yang untuk pertama kalinya dia boleh mencontreng di Pemilu ini. Kalau dipikir-pikir Pemilu itu kayak event Piala Dunia aja, dinanti-nantikan semua orang dan munculnya jarang-jarang. Yah, walau cuma dilandasi niat sekadar bersenang-senang aja, aku yakin bangsa ini kian mantap melangkah kearah pembelajaran bernegara yang lebih baik dari sebelumnya. Bangsa kita masih perlu belajar, salah itu biasa, yang terpenting jangan pernah dua kali terjebak di kesalahan yang sama.

 

Intermezzo
Bicara soal memilih dan golongan putih, aku jadi inget obrolan antara aku dan kawanku yang dia nyeritain kisah kawannya. Kawannya itu cowok, udah nikah. Tentunya ia sudah memilih satu wanita untuk menjadi istri yang (InsyaAllah) bakal mendampingi dia sepanjang hayatnya. Dari wajah, wanita itu kalah jauh dari Asmirandah. Apalagi wanita itu punya kebiasaan yang menuntut kesabaran kawan itu. Beberapa yang diceritakan itu udah cukup memberikanku kesimpulan bahwa si wanita punya berbagai kekurangan. Tapi dengan segala kekurangan itu, mereka berdua masih menyetir bahtera keluarga sebaik mungkin, walau kadang ada masalah tapi itu wajar kan? Jadi Pemilu sebenernya kan nggak jauh-jauh amat dari makna ”memilih orangtua untuk negara”, kita ini anak-anaknya lho, hehehe.Trus golongan putihnya mana? Ya mereka itu yang nggak kepingin nikah karena nggak menemukan calon wanita yang sesuai untuk dipilih. Tapi itu amat jarang terjadi kan? Karena semua orang mikirnya pingin nikah, tapi ikut Pemilu belum tentu. Nah lho!

NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!
  • HIKARI
    avatar komentator ke-0
    HIKARI #Senin, 20 Apr 2009, 07:12 WIB
    ckckck, dimana pun... ipin masih ngotot juga tt hal itu.. ~_~
    Ini bukan masalah ngotot atau tidak, yang jelas ini menyangkut masa depan negara kelak.
  • WINKY
    avatar komentator ke-1
    WINKY #Minggu, 19 Apr 2009, 14:11 WIB
    hahaha...ya sudah..aku tidak menuntut kalian mau menerima alasan perbuatanku kok...yang jelas aku siap mendengar dengan pikiran terbuka segala pendapatmu???bagaimana dengan kalian????
    bukankah kamu sudah mendengarkan pendapat yang kami utarakan ini, entah disini atau di blogmu sendiri. Ini bukan berarti kami benci denganmu. Akan tetapi kami apa yang benci adalah pikiran untuk menjadi Golongan Putih, dan sayangnya itu melekat pada dirimu.
  • SAMSUL ARIFIN
    avatar komentator ke-2
    SAMSUL ARIFIN #Minggu, 19 Apr 2009, 08:56 WIB
    Halah, tahu apa kau tentang esensi golput win.
    Aku bahkan ga yakin apa kau tahu yang kau lakukan kemarin.
    Aku tidak habis pikir, mengapa kau tidak meresapi kalimat : GOLPUT ITU HARAM.
    Ayo WIn, pembelaan apa lagi yang mau kamu utarakan? Apa kamu mau bikin artikel baru lagi?
  • WINKY
    avatar komentator ke-3
    WINKY #Sabtu, 18 Apr 2009, 20:13 WIB
    masih salah wis...dikandani bukan itu esensinya kok...

    eh kok artikel ini enggak muncul di halaman muka situsmu??kamu sengaja ya??hehe
    ah, kamu ini beralasan aja Win. Artikel ini dah tak buat muncul di halaman depan situs kok.
  • WINKY
    avatar komentator ke-4
    WINKY #Sabtu, 18 Apr 2009, 00:57 WIB
    heh..kok artikel iki ngelink ke postinganku..mbayar kene..hehe

    lagian kowe masih salah menebak alasanku wis, bukan itu esensinya, dan aku tidak mencoba sok ilmiah ato sengaja menyamarkan ya, orang kalo kamu cermat itu sebenarnya salah satu motif yang paling mendasar dari manusia..

    wis nge-link ra ijin..sok tau sisan.. :P
    Kan yang seperti saya tulis, alasanmu itu serupa dengan alasan banyak orang, yaitu TIDAK MENEMUKAN SATUPUN CALON LEGISLATIF YANG SESUAI (Kompeten) DARI SEKIAN BANYAK CALON LEGISLATIF. Jika seandainya kamu menemukan Calon Legislatif yang sesuai, kamu pasti menggunakan hak suaramu atau setidaknya di artikelmu kamu tidak menyatakan bahwa kamu berpikir \"Kapitalis\".