Minggu kedua KKN diawali dengan konflik antar anggota perempuan subunit 1 dan 3. Konflik tersebut berujung kepada pemisahan kegiatan pengaturan masakan antar sesama subunit. Untuk lebih jelasnya silakan Pembaca simak artikel berikut.
Pada awal minggu ke-2 ini aku mengalami masa di mana sifatku mendadak menjadi pemurung. Sifat ini muncul karena aku iba mendengar cerita Ibunya Teguh (Bu Tini) mengenai tingkah laku anggota subunit 1 dan 3 yang tinggal di tempat beliau.
Aku nggak bisa mengendarai motor. Padahal transportasi merupakan alat yang cukup vital di desa Kebondalem Kidul. Namun keterbatasanku tersebut kusiasati dengan ngonthel! Onthel (sepeda tua klasik) kupinjam dari keluarganya Teguh. Cukup asyik lho ngonthel keliling desa. Dengan kaos oblong, sendal jepit, dan kamera terselip di pinggang. Ah, serasa jadi warga desa.
Dari perbincangan dengan sesama warga Desa Kebondalem Kidul, didapat tanggapan bahwa tema yang kami angkat dirasa kurang bisa memberdayakan warga. Oleh sebab itu, Gunawan selaku Kormanit lalu mengubah haluan dengan merancang program siap-saji untuk merebut hati masyarakat desa. Misalnya program bimbingan belajar atau TPA (Taman Pendidikan Al Qur'an).
Keputusan Gunawan mengubah haluan program tersebut bikin aku bingung. Pada saat presentasi ke sejumlah pengurus RW, Gunawan menyebutkan bahwa tema KKN kami adalah pariwisata. Akan tetapi, pelaksaan programnya malah nggak berhubungan dengan pariwisata. Agak kurang nyambung jadinya.
Terakhir, aku mulai membuat konflik dengan sesama anggota Subunit 3. Pertama dengan Ayu. Saat dirinya hendak makan, aku iseng menyembunyikan makanannya. Alhasil, ia pun ngambek semalam denganku.
Kedua adalah dengan Wulan. Pada suatu malam dirinya mengirim SMS yang berisi nada kekecewaan. Sepertinya ia kurang berkenan dengan caraku saat menasihatinya supaya lebih tanggap dengan kondisi rumah Teguh.
NIMBRUNG DI SINI