Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Jumat, 19 April 2019, 15:31 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Sepi adalah kata yang pas untuk menggambarkan kawasan Kuta Mandalika pada Senin pagi (7/5/2018) silam. Ratusan orang yang memadati tempat ini kemarin malam seakan lenyap tak berjejak. Syukur Alhamdulillah tak terlihat sampah berceceran di sana-sini.

 

Waktu menunjukkan pukul 6 pagi ketika sesi pemotretan matahari terbit di Kuta Mandalika berakhir. Karena jadwal untuk sarapan di hotel masih lama, jadi alangkah berfaedahnya bilamana pagi yang berkabut tipis ini dieksplorasi lebih lanjut. Hitung-hitung menjejali kartu memori dengan berbagai macam foto pemandangan Lombok Tengah.

 

wanita memotret sunrise pantai kuta mandalika

suasana pagi sepi pantai kuta mandalika

 

Maka dari itu, sepeda motor kembali digas, menyusuri jalan berpolisi tidur menuju ke aspal mulus. Sepeda motor jelas adalah pilihan terbaik untuk menyusuri sudut-sudut Kuta Mandalika. Mobil kurang lincah menyusuri jalan kecil. Angkutan umum belum tersedia. Sepeda kayuh sebetulnya cocok asalkan fisik masih mumpuni. Berjalan kaki tak disarankan jika ingin mengunjungi banyak tempat dengan batasan waktu.

 

Selang sejengkal kilometer di timur Kuta Mandalika, tower-tower crane menjulang bersaing tinggi dengan deretan pohon-pohon kelapa. Selepas subuh tadi pemandangan ini sudah terlihat jelas ketika memotret matahari terbit.

 

Pemandangan ini amat kontras dengan memori tahun 2009 silam, ketika menyambangi kawasan Kuta Mandalika untuk pertama kalinya. Sembilan tahun silam itu jelas mana ada tower-tower crane. Jalan di Kuta Mandalika masih banyak berwujud tanah. Pohon-pohon kelapa tumbuh berkerumun di sana-sini. Turis yang menjejak pantai masih bisa dihitung jari.

 

jalan raya besar kuta mandalika

proyek pembangunan kuta mandalika

 

Tapi siapa sangka, sembilan tahun kemudian kawasan ini berubah total. Jalan menjadi beraspal mulus nan lebar. Penginapan-penginapan berdiri di sana-sini. Pun berbagai tempat makan ala barat menjamur di mana-mana. Jumlah turis sudah tak sanggup dicacah dengan jari-jemari.

 

Tower-tower crane adalah penanda bahwa pembangunan skala besar sedang berjalan di Kuta Mandalika. Jelas, sembilan tahun mendatang atau mungkin 1-2 tahun mendatang, kawasan ini bakal membuat orang pangling. Gedung-gedung bertingkat mewah nan megah agaknya bakal mendominasi pemandangan. Selaras dengan rencana pengembangan Kuta Mandalika sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

 

Sementara itu, besar harapannya pembangunan di Kuta Mandalika masih menyisakan ruang bagi pelancong yang mendambakan tempat sunyi. Syukur Alhamdulillah pada Mei 2018 ruang itu masih ada. Tapi, entah untuk tahun-tahun mendatang. Semoga saja kata “khusus” pada KEK tak mengacu pada suatu golongan tertentu.

 

SILAKAN DIBACA

  • Thumbnail untuk artikel blog berjudul
  • Thumbnail untuk artikel blog berjudul
  • Thumbnail untuk artikel blog berjudul
  • Thumbnail untuk artikel blog berjudul

 

Perjalanan pada pagi yang sudah semakin beranjak siang itu akhirnya tiba di bundaran Hotel Novotel. Di dekatnya ada cabang jalan setapak yang dapat dilewati sepeda motor. Ujung jalan setapak rupanya adalah pantai tempat melangsungkan tradisi bau nyale.

 

Entah apakah ini Pantai Seger ataukah Pantai Putri Nyale. Yang jelas, tak ada pembatas pasti antara keduanya dan juga lettering besar yang biasa dipakai untuk tempat berfoto selfie. Sejumlah patung yang menggambarkan adegan di kisah Putri Mandalika adalah satu-satunya penanda bahwa tempat ini memiliki kaitan dengan tradisi bau nyale.

 

patung putri mandalika pantai seger

aula pendopo festival bau nyale

altar persembahan pantai putri nyale

 

Serupa dengan kawasan Kuta Mandalika, pantai ini juga nihil manusia. Sedikit pun tak ada tanda bahwa ini adalah pantai terkenal nan senantiasa ramai saat festival bau nyale. Entah apakah memang tempat ini hanya ramai ketika festival.

 

Dengan adanya pembangunan kawasan Kuta Mandalika, bisa jadi ke depannya pantai ini akan turut tertata. Bisa jadi pula dengan demikian tak bebas memarkir sepeda motor tanpa dipungut biaya. Bisa jadi pula dengan demikian kondisinya tak lagi alami.

 

Maka dari itu, selagi pembangunan kawasan Kuta Mandalika masih berlangsung, tempat-tempat sepi pada pagi ini adalah suatu keberkahan yang tak ternilai. Menyesapi karya Tuhan Yang Maha Esa di Lombok Tengah sembari bersyukur bahwa negeri tercinta ini dikaruniai alam indah yang wajib dijaga bersama-sama.

 

bukit pantai putri nyale lombok

pantai seger lombok dari ketinggian

pantai putri nyale lombok dari ketinggian

 

Segala puji bagi Tuhan semesta alam untuk pagi sepi yang bersahaja di Kuta Mandalika, Nusa Tenggara Barat.


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!
  • TATAKATA
    avatar komentator ke-0
    TATAKATA #Kamis, 2 Mei 2019, 13:55 WIB
    Masih bener-bener sepi dan asri banget ya pantainya cocok bgt buat nyantai dan menikmati
    alam
  • DWI SUSANTI
    avatar komentator ke-1
    DWI SUSANTI #Selasa, 23 Apr 2019, 14:57 WIB
    Jadi pingin ke Lombok lagi dan tetangganya Lombok juga. Aku nyesel nggak kulineran
    malah beli mi instan rebus.
  • BERBAGIFUN
    avatar komentator ke-2
    BERBAGIFUN #Minggu, 21 Apr 2019, 14:28 WIB
    weh aku dadi kangen mandalika lombok
    huhuhuhu
  • TOTOK
    avatar komentator ke-3
    TOTOK #Jumat, 19 Apr 2019, 22:20 WIB
    Penulisnya sekarang Mbak Dwi ya? Good. Agak
    serius, untuk penyeimbang penulis satunya:)