Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Jam setengah enam sore di Kota Padang, Sumatra Barat masih seterang jam setengah lima sore di Kota Jogja. Mumpung matahari belum bersembunyi dan laut hanya sepelemparan batu dari penginapan, di hari Kamis sore (11/12/2014) aku dan Mas ArtHarry pun mampir ke salah satu objek wisata populer di Padang. Apalagi kalau bukan Pantai Padang yang mana warga setempat menyebutnya sebagai Taplau alias Tapi Lauik (Bahasa Minang, Tapi = Tepi, Lauik = Laut).
Pantai Padang di siang hari.
Cukup satu menit jalan kaki dari penginapan dan sampailah kami berdua di Pantai Padang. Pas kami sampai, ada beberapa remaja tanggung yang berenang di laut. Di dekat kami, dua anak kecil riang bermain di bibir pantai. Kami sendiri asyik mengabadikan guratan senja berlatar lautan lepas. Aku bereksperimen dengan teknik slow-speed karena di sekitar sana dikelilingi batu-batu besar.
Tempat bermain buat anak-anak.
Mendadak suara gemuruh perutku terdengar keras mengalahkan gemuruh deburan ombak. Aku baru sadar, sejak pagi tadi berangkat dari Jogja kami berdua sama sekali belum makan! Duh!
Bingunglah kami mau nyari makan di mana, sebab Padang kan kota yang asing bagi kami. Jadi, mau tidak mau kami harus nyari informasi. Idealnya sih dari warga setempat karena kan mereka yang lebih paham seluk-beluk Kota Padang. Betul nggak Pembaca?
Bentuknya kok mirip onde-onde bertabur wijen ya? #halusinasi
Nggak jauh dari tempatku berdiri, aku lihat ada seorang perempuan yang lagi duduk sendirian di atas anjungan pemecah ombak. Tanpa pikir panjang aku dekati saja dia. Eh! Bukan buat merayu lho ya! Tapi buat nyari informasi. Walaupun ya... kadang untuk mengorek informasi dari wanita kan ya butuh bujuk-rayu juga, hehehe. #kabur
Namanya Icha (kalau tidak salah ketik), mahasiswi semester 5 asal Universitas Negeri Padang jurusan Bimbingan Konseling. Mohon maaf, aku nggak bisa “selancang” itu memotret wajah wanita yang baru aku kenal. Dari obrolan (agak lama) sama Icha inilah aku mendapat petuah agar bisa survive di Kota Padang. Setidaknya untuk 3 hari ke depan.
Dipotret diem-diem oleh Mas ArtHarry.
“Sebagian besar orang Padang itu suka mempermainkan harga Bang, apalagi buat pendatang. Kalau Abang bicara pakai bahasa Indonesia, ketahuan sudah Abang itu orang luar. Makanya, kalau bisa Abang sedikit-dikit bisa bicara bahasa Minang. Supaya bisa mengelak kalau semisal diberi harga yang lebih mahal dari harga biasa.
Misalnya nih Bang. Lontong sayur itu paling mahal Rp6.000, kalau Abang diberi harga Rp10.000 itu kemahalan. Naik angkot itu Rp4.000 per orang untuk dalam kota. Lauk rendang itu umumnya Rp9.000 per potong. Makanya kalau bisa sebelum Abang makan, cari yang ada daftar menunya. Kalau beli jajanan di pasar beli sejumlah harga. Misal beli gorengan Rp5.000 jangan per gorengan. Kalau Abang besok belanja di Pasar Raya tawar barangnya 1/2 harga.”
Cemilan khas Padang, Sala Lauak (dibaca Sala Lauk). Beli Rp5.000 dapet banyak banget.
Dibuat dari adonan tepung dan ikan.
Aku pun hanya bisa mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Icha. Eh Ndilalah, Icha ini bukan warga asli Padang. Dirinya itu mahasiswa perantauan dari Bengkulu.
“Saya sendiri kurang tahu Bang kenapa warga Padang kok agak “sensitif” sama harga. Padahal di Bengkulu sendiri tidak sampai segitunya.
Oh iya, kalau di Padang ini untuk menyebut laki-laki itu Uda untuk yang lebih tua atau Abang untuk yang lebih muda. Kalau untuk wanita sebutannya Uni untuk yang lebih tua atau Kakak untuk yang lebih muda. Beda kalau di Bengkulu di tempat saya tinggal, Kakak itu untuk menyebut laki-laki sedangkan perempuan disebutnya Ayuk.”
Semakin sore malah semakin mendung.
Tidak terasa matahari perlahan mulai merapat ke ufuk barat. Icha pun mulai berkemas meninggalkan Pantai Padang.
“Kapan-kapan mainlah ke Bengkulu Bang. Dari Padang ke Bengkulu saya biasa naik bus. Waktu tempuhnya 18 jam berangkat sehabis zuhur sampai di Bengkulu pagi. Sebelum BBM naik tarifnya Rp215.000.
Di Bengkulu pantainya lebih menarik dari Pantai Padang ini Bang dan pantai-pantainya itu tematik. Ada Pantai Jenggalu buat mancing. Pantai Cempaka yang banyak pohon cemaranya. Pantai Tapak Paderi buat kulineran. Pantai Nala tempatnya nelayan. Pokoknya banyak Bang.”
Wooo... ternyata Icha fasih juga mempromosikan daya tarik wisata di kampung halamannya. Walaupun aku hobinya nyari air terjun tetapi setelah mendengar promosinya Icha, kayaknya menarik juga itu pantai-pantai di Bengkulu.
Ah, apa mungkin kehadiran Icha di Pantai Padang di sore hari itu untuk melepas kangennya terhadap pantai-pantai eksotis di Bengkulu ya? Mungkin itu yang menjadi isi puisi yang ditulisnya sesaat sebelum kuhampiri.
Oke deh Icha. Doakan saja suatu saat nanti aku berkesempatan mampir ke Bengkulu untuk mencari air terjun, ... eh pantai.
Pesona senja di Pantai Padang. Walau mendung tetap eksotis!
Oh iya! Lha, terus gimana ini sama tempat makannya? Niat awalnya ngobrol sama Icha kan untuk nyari informasi tempat makan. Kok ya malah ngobrol ngalor-ngidul gini sih? Hadeh...
“Abang naik angkot warna putih saja nanti turun di Lamun Ombak. Itu tempat makan terkenal se Padang Bang. Bayar angkotnya empat ribu ya Bang.”, ujar Icha sebelum ia berlalu pergi.
Terima kasih ya Icha buat informasinya!
Doh! Lupa aku kan kemari bareng ini orang.
Kasihan juga ini bapak satu anak aku cuekin karena kelamaan ngobrol sama cewek...
Sepeninggal Icha, aku pun menghampiri Mas ArtHarry yang sedari tadi aku abaikan, hahaha. Kami pun lantas menghadang angkot dugem warna putih. Berharap saja, semoga kami benar-benar bisa sampai di Lamun Ombak dengan ongkos empat ribu rupiah per orangnya.
Pembaca pernah main ke Pantai Padang? Dapet kenalan apa di sana?
NIMBRUNG DI SINI
Nek curug2e ra ngerti aku, perlu dicari kayaknya :D
Lha emang di Curup itu dataran tinggi toh? Terkenal sama kopinya?
suka restoran pak datuk. lauknya lbh berasa padang.. Tapi kmrn itu baca blog mas cumi
kyknya lbh enak2 lagi tuh :D..
bTW di pantai padang bukannya ada warung2 yg jual makanan ya? Tapi makanan kyk
indomie ama jagung bakar pake sambel sih :D. Cuma bnr tuh, mrk suka getok harga utk
turis.. kita kena juga soalnya -__-
Iya di Pantai Padang ada banyak warung-warung kecil gitu. Tapi katanya harus berhati-hati di sana karena kita kan... turis...
btw ... foto2nya keren2 apalagi yang suasana sore ... top
Itu itu sbenernya dipotret pakai lensa rusak lho Kang :D
Mas :D
Ini tugas kantor Bro, jadinya karena tinggal berangkat ya okelah, hahaha. :D
Petuahnya aku hafalkan baik-baik, siapa tau besok-besok bakalan main ke Padang :D
Semoga besok dirimu bisa maen ke Padang ya Bro dan makan nasi Padang langsung di Padang, hehehe. Aamiin...