Srapan Nostalgia Ibu di Soto Gading

Ibu cerita, di dekat rumah Eyang di Solo itu ada warung soto yang jadi kesukaan almarhum Eyang Kakung. Nama warung sotonya itu Soto Gading. Diberi nama sepertu itu karena letak warungnya itu ada di dekat Plengkung Gading, gerbang Alun-Alun Selatan Keraton Surakarta. Pas zaman Ibu masih belia, beliau sering diajak sarapan di situ sama Eyang Kakung.

Cukuplah porsinya untuk sarapan pagi.


Mau nambah cemilan? Angkat aja tutupnya.


Suasana warung yang udah ramai di pagi hari.

Kebetulan, pas aku singgah di Kota Solo di hari Rabu (24/6/2009) bareng Ibu, kami sempat sarapan nostalgia di warung Soto Gading itu. Kami tiba di lokasi sekitar pukul setengah delapan pagi. Suasana di sana sudah rame banget. Sepertinya mayoritas pengunjungnya orang-orang yang habis olahraga di alun-alun kidul. Habis olahraga terus sarapan soto di sana deh.

Kami pun memilih duduk di deretan bangku luar yang dekat dengan tempat meracik soto. Apa yang kami pesan ya nasi soto biasa dan teh panas. Penasaran juga aku, apa sih yang membuat Soto Gading ini begitu populer bahkan di zaman sebelum diriku lahir?

Kalau diperhatikan komposisi soto ini tergolong biasa saja. Dalam semangkuk soto ada nasi, suwiran ayam, soun, daun seledri, dan bawang goreng. Hanya mungkin kuahnya yang bikin beda. Kuahnya bening, nggak pekat seperti soto pada umumnya. Jadi, rasanya nggak terlalu nendang, tapi justru segar.

Untuk mendampingi soto, di meja tersedia berbagai camilan yang tentu kalau berminat harus membayar. Sayang harga camilannya lumayan mahal. Sebagai contoh, harga sepotong tahu/tempe goreng itu Rp1.000, perkedel Rp2.000, dan uritan Rp7.000.

Sebenarnya di warung soto ini juga menyediakan soto daging sapi. Tapi soto daging sapinya harus ngambil dulu di warung cabang.

Saran dariku, kalau mau mengicip soto ini jangan terlampau siang karena biasanya sotonya sudah habis menjelang siang. Harga yang mesti ditebus juga nggak terlalu mahal kok.

Pembaca juga punya kenangan di Soto Gading?