HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Lanjut Nyepeda 2 km Lagi ke Air Terjun Yohnan Gedangsari

Senin, 5 Maret 2018, 08:00 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Apa yang bakal kamu lakukan jika baterai kameramu sudah kelap-kelip pertanda dayanya nyaris habis, tapi kamu belum sampai di lokasi tujuan buat motret-motret?

 

Kalau aku sendiri malah sempat kepikiran buat balik mundur alias membatalkan rencana.

 

Toh, ini kan hanya di seputaran Kecamatan Gedangsari di Kabupaten Gunungkidul. Masih di wilayah Provinsi DI Yogyakarta tercinta. Yang mana, bisa lah besok-besok atau entah kapan lagi mampir ke sini.

 

 

Tapi, setelah aku renungkan lagi, mosok ya batal menyambangi tempat hanya karena baterai kamera sudah kelap-kelip sih? Nggak mutu banget! #hehehe

 

Nggak hanya itu thok! Aku ini ke Gedangsari kan dengan bersepeda. Mosok ya ikhlas banget aku menyia-nyiakan perjuangan melibas sekian banyak tanjakan jahanam hanya karena baterai kamera sudah kelap-kelip nyaris mau mati?

 

Apalagi katanya Air Terjun Yohnan itu hanya berjarak sekitar 2 km dari Green Village Gedangsari.

 

Dari Green Village ke Air Terjun

Menurut papan informasi yang aku baca, nggak jauh dari Green Village Gedangsari ada air terjun yang bernama Air Terjun Yohnan, Curug Yonan, Grojokan Banyunibo Yohnan, atau yang semacamnya itu. #hehehe

 

Eh, Yohnan itu terdengar seperti bukan nama dalam bahasa Jawa ya?

 

 

Agenda PEKOK-ku pada hari Rabu (3/5/2017) silam itu sebetulnya bukan menyambangi Green Village Gedangsari, melainkan ke Air Terjun Yohnan.

 

Rute menuju Air Terjun Yohnan sebetulnya nggak mesti lewat Green Village Gedangsari sih. Tapi buatku, lebih enak lewat Green Village Gedangsari karena petunjuk arahnya lebih cetho, hehehe #hehehe.

 

Kalau mau dirangkum, untuk menuju ke Air Terjun Yohnan/Green Village Gedangsari bisa dengan mengikuti petunjuk arah berikut:

 

  1. Dari Kota Yogyakarta ikuti Jl. Raya Yogyakarta – Wonosari
  2. Nanjak di Tanjakan Patuk (Bukit Bintang)
  3. Belok kiri di pertigaan Sambipitu
  4. Di pertigaan Gedangsari – Nglipar belok kiri, ambil arah ke Gedangsari
  5. Sampai di Desa Hargomulyo lanjut ikuti jalan aspal
  6. Di pertigaan ke turunan Watugajah ambil arah lurus ke Green Village Gedangsari

 

 

“Ikutin jalan ini saja Mas. Nanti ketemu pertigaan njenengan belok kanan. Habis itu ambil jalan di samping masjid.”

 

Berdasarkan petunjuk yang disampaikan oleh pak petugas parkir Green Village Gedangsari itu, aku balik mengayuh pedal Trek-Lala seusai mengisi perut dengan segelas teh hangat di warung.

 

“Jalan ini” yang dimaksud oleh pak petugas parkir adalah jalan cor semen dua lajur yang membentang di samping Green Village Gedangsari. Kontur jalannya menurun, jadinya nggak perlu pakai adegan nuntun-nuntun sepeda deh, hahaha. #senyum.lebar

 

 

Selang beberapa ratus meter kemudian aku tiba di suatu pertigaan. Di sana ada papan arah menuju masjid. Aku pun belok kanan mengambil cabang jalan menuju masjid.

 

Kagetlah aku begitu melihat masjid yang dimaksud. Masjidnya itu mirip istana putih! Bangunannya megah! Sangat-sangat kontras sama suasana di sekeliling masjid yang berupa hutan.

 

Aku sempat membatin, kok ya bisa ada masjid sebagus ini di sini? Bangunan masjid di pemukiman pelosok biasanya kan sederhana.

 

Apa jangan-jangan ini masjidnya alam jin?

Apa jangan-jangan barusan aku sudah pindah ke alam jin?

Hahahaha. #senyum.lebar

 

 

Berhubung sudah pukul setengah dua siang dan aku juga belum menunaikan salat Zuhur, jadilah aku merapat sejenak di masjid megah yang bernama Al-Amin itu. Setelah didekati ternyata Masjid Al-Amin ini beneran masjid nyata, bukan masjid gaib, hahaha. #senyum.lebar

 

Pada waktu itu di sana ada sejumlah bapak-bapak yang sedang mengecat pagar masjid. Dari salah satu bapak aku dapat info kalau Masjid Al-Amin ini dulunya masjid sederhana. Kata si bapak, donatur perenovasian masjid ini salah satunya berasal dari Bekasi. Hoooo....

 

Sebelum salat, di dalam masjid aku sempat mengamati jikalau ada “tanda-tanda” yang menandakan bahwa ini adalah masjid yang “spesial”. Bisa-bisa nanti malah seperti pas dulu salat di masjid pelosok Wonogiri itu, hihihi. #senyum.lebar

 

 

Alhamdulillah sih aku nggak menemukan “tanda-tanda” kalau ini masjid “spesial”. #senyum.lebar

 

Dari Masjid Lanjut ke Air Terjun

Selesai menunaikan salat Zuhur aku lanjut mengarahkan Trek-Lala ke jalan kecil di samping masjid. Alhamdulillah kontur jalannya masih turunan. Jadinya, lagi-lagi nggak perlu susah payah mengayuh pedal. Di awal-awal malah jalannya turunan tajam.

 

Tapi yang malah menguji kesabaran adalah kondisi jalannya yang RUSAK! Hahaha. #senyum.lebar

 

Jalan yang aku lalui ini adalah jalan setapak tanah yang licin dan nggak rata. Jadi ya harus hati-hati banget bersepedanya supaya ban Trek-Lala nggak selip. #hehehe

 

 

Di sepanjang perjalanan menyusuri jalan kecil aku lihat sejumlah papan petunjuk ke arah Air Terjun Yohnan. Sayang, papan-papannya berukuran kecil dan tulisannya sudah nggak jelas #sedih. Untungnya sih jalan kecil ini nggak bercabang-cabang. Jadi, nggak bikin bingung arah.

 

Jalan kecil yang aku lalui ini juga melewati rumah-rumah warga. Tapi, pas waktu itu blas sama sekali nggak ada warga yang beraktivitas di luar. Jadi, kondisinya mirip-mirip kampung yang nggak berpenghuni gitu #mendadak.horor. Untung masih kedengaran ocehan kambing. Jadi, suasananya nggak begitu mencekam deh. #hehehe

 

 

Kira-kira setelah 10 menit berjibaku bersepeda melewati jalan kecil tibalah aku di ujung jalan yang merupakan halaman rumah warga. Sama seperti yang tadi-tadi, nggak ada satu pun penghuni rumah yang beraktivitas di luar. Pintu rumah juga terkunci. Jadinya, tanpa permisi aku sandarkan saja Trek-Lala di salah satu pohon yang ada di sana.

 

Air Terjun Yohnan sendiri sudah kelihatan kok dari halaman rumah warga ini. Untuk mendekat ke dasar air terjun bisa dengan menuruni tebing di samping halaman. Walaupun jalan menuruni tebing sudah ditata, tapi ya masih berupa jalan tanah licin yang menuntut kewaspadaan melangkah.

 

Selain mendekati dasar air terjun, rupanya bisa juga lho mendekati puncak air terjun. Di puncak air terjun ini terdapat sungai kecil yang menjadi sumber airnya. Sayang pada waktu itu air sungainya berwarna cokelat keruh. Batu-batu di puncak air terjun juga licin-licin, jadi ya tetap harus hati-hati melangkah.

 

 

Aku sendiri nggak terlalu banyak motret-motret Air Terjun Yohnan mengingat baterai kamera yang sudah kelap-kelip. Untung saja itu baterai kamera masih mau diajak bekerja sama buat mengabadikan foto slow speed. #hehehe

 

Ternyata ya ada hikmahnya juga tetap bersepeda ke air terjun meskipun daya baterai kamera sudah mau habis, hehehe. #hehehe

 

 

Air Terjun Yohnan menurutku agak kurang fotogenik gitu. Mungkin karena pancuran airnya yang bercabang-cabang dan cuma ada satu yang lumayan deras.

 

Apa kalau aku datangnya di puncak musim penghujan seluruh pancuran airnya bakal deras semua ya? Ini kan sudah masuk bulan Mei. Jadi, maklum kalau debit air sungainya nggak begitu banyak.

 

Selain itu, aku merasa agak sulit memotret di dasar Air Terjun Yohnan. Untuk mendapatkan sudut pemotretan yang luas aku harus memotret dari pinggir tebing yang miring. Fokus ke air terjun banyak terhalang oleh tanaman-tanaman besar dan juga batu-batu besar.

 

 

Walaupun menurutku Air Terjun Yohnan kurang fotogenik, akan tetapi air terjun ini tetap asyik jika dipakai untuk berbasah-basahan di bawah pancuran air #senyum.lebar. Sewaktu melewati jalan kecil di samping salah satu rumah warga, aku sempat melihat ada kamar kecil di luar rumah yang boleh dipakai pengunjung. #senyum

 

Dari Air Terjun Pulang ke Rumah

Pukul setengah tiga sore aku menyudahi kunjungan di Air Terjun Yohnan. Aku balik bersepeda menyusuri jalan kecil (yang sekarang konturnya jadi menanjak #hehehe) hingga tiba kembali di Masjid Al-Amin. Suasana sepanjang perjalanan balik ke Masjid Al-Amin ini masih sama, nggak ada orang yang beraktivitas di luar rumah.

 

Dari Masjid Al-Amin aku balik lagi bersepeda ke pertigaan jalan yang salah satu cabang jalannya mengarah ke Green Village Gedangsari. Karena penasaran dan nggak mau melewati jalan pulang yang sama seperti pas berangkat #spss.banget, aku pun menjajal cabang jalan yang satunya lagi.

 

Ternyata, cabang jalan yang satunya ini berujung ke turunan tajam. Katanya simbah putri yang sedang ngarit di dekat sana, jalan turunan tajam ini nanti bisa berujung ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.  

 

Wah, cocok ini! Berarti rute pulangnya lewat Klaten yang mana jalannya rata tanpa tanjakan. Walaupun agak membosankan karena kebanyakan sawah, hehehe. #hehehe

 

 

Foto langit mendung di persawahan Klaten di atas adalah foto terakhir dari DSLR Nikon D80-ku sebelum baterainya mati. Sekarang, kekhawatiran nggak bisa motret air terjun karena baterai kamera nyaris habis berganti jadi kekhawatiran terhadap ancaman hujan pas bersepeda pulang, hahaha. #senyum.lebar

 

Jalan turunan tajam ini berakhir di ruas jalan di wilayah Desa Tegalrejo, Gedangsari dekat dengan SDN Tengklik. Kalau nggak salah, di dekat SDN Tengklik ini ada cabang jalan masuk gapura yang nanti bakal mengarah ke SMPN 2 Gedangsari. Di sana itu kan dekat juga sama Curug Nglarangan.

 

Tapi ya cukup sekianlah agenda bersepeda PEKOK kali ini. Nggak ada acara mampir-mampir lagi. Yang jelas, pulang ke rumah lewat Klaten yang nantinya tembus ke Jalan Raya Yogyakarta – Solo.

 

Kesampaian juga aku bersepeda ke air terjun di “pucuk” Gedangsari setelah enam tahun yang lalu bersepeda nanjak lewat sini tapi nggak tahu kalau ada curug yang ngumpet, hehehe. #hehehe

NIMBRUNG DI SINI