HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Menjamah Sudut-Sudut Pantai Tanjung Kelayang

Sabtu, 29 Oktober 2016, 22:09 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Pernah ada masanya ketika seorang Wijna amat sangat senang pergi ke pantai.

 

Masa di mana debur ombak terasa menggelitik kaki.

Masa di mana hamparan pasir terasa seempuk kasur.

Masa di mana... kamu tidak perlu memikirkan apa pun selain bersenang-senang....

 

Dan ya, masa itu sudah lama sekali berlalu.

 

Sudah. Sangat. Amat. Lama.

 

 

Sampai pada akhirnya, di suatu sudut terasing di Pantai Tanjung Kelayang, perasaan nostalgia itu pun tiba-tiba menyeruak kembali. Tatkala sebait pertanyaan mendadak terbesit di benakku,

 

“Dulu, aku pernah suka main di pantai. Tapi, kenapa sekarang nggak?”

 


Ada masanya ketika pasir putih ini dibawa pulang ke rumah sebagai kenang-kenangan.

 

Di usia yang menginjak kepala tiga ini, aku merasa pantai seakan kehilangan daya magisnya. Boleh jadi, seiring dengan beragamnya jumlah pantai yang kusambangi, pantai tak lagi menjadi tempat yang spesial.

 

Bukan karena di sana hanya ada hamparan pasir dan air laut lho! Mungkin karena aku nggak lagi bisa menikmati pantai sebagaimana caraku di masa-masa aku amat senang menikmatinya.

 

Ya kaleee! Cobalah Pembaca bayangkan, bagaimanakah kesan bilamana ada seorang “om-om” yang lari-larian dikejar ombak dan guling-guling di pasir pantai. #hehehe

 

Wis ora pantes toh? #hehehe

 


Pantasnya menikmati pantai itu dengan duduk-duduk sembari ngopi-ngopi cantik? #eh

 

Maka dari itu, caraku menikmati pantai kini berbeda. Tak ada lagi berguling-guling di pasir. Pun tak ada lagi berlari-lari dikejar ombak.

 

Caraku menikmati pantai kini ialah dengan mengabadikan pesonanya dengan kamera. Kemudian, setelah sampai di rumah aku olah lagi foto-foto pantai itu via aplikasi image editing. Lantas, diakhiri dengan menatap lekat-lekat panorama ciptaan Gusti Allah SWT dan memuji keagungan-Nya.

 

Cara menikmati pantai yang sedemikian itu halal kan?

 

Semoga generasi mendatang masih bisa menyaksikan pemandangan seperti yang aku abadikan itu. #senyum

 


Sempat kepikiran, Gusti Allah SWT hendak apa ya pas menciptakan bentang alam ini? Hahaha. #senyum.lebar

 

Di Pantai Tanjung Kelayang ini, aku pun menikmati pesonanya dengan cara seperti yang aku ungkapkan di atas. Aku tahu cara ini nggak lazim. Sebab umumnya, wisatawan jauh-jauh melancong ke Pulau Belitung karena tertarik untuk island hopping ke pulau-pulau kecil di sekitar Pantai Tanjung Kelayang.

 


Di sekitar Pantai Tanjung Kelayang ada banyak pulau-pulau kecil semacam ini.

 

Mungkin Pembaca sendiri mengenal Pantai Tanjung Kelayang karena wisata island hopping-nya itu kan? Singgah di mercusuar di Pulau Lengkuas atau melihat batu kepala burung garuda dari dekat.

 

Dan sayangnya aku lebih suka blusukan, hahaha. #senyum.lebar

 

Menyusuri Bibir Pantai Tanjung Kelayang

Pukul 9 pagi pada hari Rabu (9/3/2016), aku memulai agenda blusukan di Pantai Tanjung Kelayang. Pantai ini terletak di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka dan Belitung. Jaraknya dari Kota Tanjung Pandan sekitar 30 km atau setengah jam berkendara. Nama Kelayang sendiri diambil dari nama jenis burung yang mendiami pantai ini.

 

Aku ke mari bersama Bapak dan Ibu. Hanya kami bertiga yang ke sini, sebab nama keempat di kartu keluarga sedang terpisah jarak ribuan kilometer. #hehehe

 

Anyway, cerita perjalanan kami di Belitung bisa Pembaca simak pada senarai di bawah ini.

 

 

 

Seperti biasa, di Pantai Tanjung Kelayang ini pun aku berpisah jalan dengan kedua orangtuaku. Jujur, aku lebih senang berpencar menikmati keindahan alam dari lokasi pilihan sendiri daripada berkerumun ramai jadi satu.

 

Dari lokasi parkir kendaraan, aku berjalan kaki menyusuri bibir pantai ke sisi kiri. Sementara Bapak dan Ibu ke sisi kanan.

 

Nggg? Apa pilihan arahku ini menandakan aku orang yang berhaluan “kiri” ya? Wekekekek. #senyum.lebar

 


Orangtuanya ke mana, anaknya ke mana. Everything is OK asalkan bebas terkendali. #senyum.lebar

 

Entah apakah beberapa saat lagi akan hujan (walaupun langit cerah #hehehe). Entah apakah ini ciri khas Belitung. Ataukah entah karena aku sedang berada di pantai. Tapi yang jelas, Pantai Tanjung Kelayang pada saat itu

 

PANASNYA BUKAN MAIN!

 

Jadi, untuk Pembaca yang hendak menikmati Pantai Tajung Kelayang dengan blusukan seperti aku, harap menyiapkan:

 

  1. Topi atau payung
  2. Air minum 1,5 liter
  3. Lap keringat #hehehe

 

Di Pantai Tanjung Kelayang memang ada banyak warung yang menjual minum. Tapi, ketika sudah blusukan jauh dari para pedagang,  memutuskan membawa bekal air minum adalah pilihan bijak. #senyum.lebar

 


Kayaknya seru juga kalau menyusuri pantainya pakai benda ini.

 


Ini lho cara pakai benda yang di atas itu. Unik ya rakitnya? #senyum.lebar

 

Saat berjalan kaki menyusuri bibir pantai sesekali aku berjumpa dengan warga. Sesekali kami bertegur sapa. Yang bagiku menyenangkan, warga-warga setempat nggak gencar menawarkan dagangan atau pun jasa island hopping. Padahal, boleh dibilang hampir sebagian besar wisatawan yang ke Pantai Tanjung Kelayang kan untuk ber-island hopping. Uang pun pasti deras mengalir dari pariwisata ini.

 

Di lokasi wisata, perilaku warga yang adem ayem seperti inilah yang aku dambakan. Jadinya, aku bisa bebas menikmati suasana dengan tenang. Apalagi untuk motret-motret.

 


Ini kapal yang dipakai untuk island hopping.

 

Perjalanan menyusuri bibir Pantai Tanjung Kelayang ini mengantarkanku ke tempat di mana kapal-kapal island hopping bersandar. Sejumlah warga yang melihatku memotret kapal tergerak untuk beranjak mendekat dan menawari jasanya.

 

“Ke pulau Bang?”

“Oh, nggak, saya cuma mau motret.”

 

Mereka pun berlalu tanpa pernah memaksa. Dan aku, segera kembali tenggelam dalam aktivitas mengabadikan sudut-sudut Pantai Tanjung Kelayang.

 

Buatku, kapal-kapal ini adalah obyek foto yang menarik. Memang sih bentuknya kurang unik. Tapi, walau bagaimanapun, kapal yang ramping seperti ini lebih fotogenik dibandingkan kapal yang berukuran besar macamnya kapal feri.

 


Perahu-perahu di Pantai Tanjung Kelayang yang fotogenik itu.

 

Menyinggung perihal sudut-sudut pemotretan, aku menilai Pantai Tanjung Kelayang memiliki beragam spot foto yang fotogenik. Salah satu lokasi yang menurutku fotogenik dapat dijangkau dengan menyusuri bibir pantai selepas tempat di mana kapal-kapal island hopping bersandar.

 

Beberapa kali, perjalanan menyusuri bibir pantai ini nggak berjalan mulus. Ada kalanya, ketinggian genangan air laut yang semula sebetis berubah menjadi sepaha. Alhasil, terpaksalah aku berpindah medan ke tempat yang lebih kering. Menyibak jalan setapak di bukit serta menyusup di antara bebatuan granit.

 

Kadang aku nggak habis pikir, bagaimana bisa batu-batu granit yang segede gaban  terdampar di Pantai Tanjung Kelayang? Padahal, di Pulau Belitung kan nggak ada gunung berapinya sama sekali. Apakah mungkin di zaman purba dahulu di Pulau Belitung ini pernah ada gunung berapi? Ah, sepertinya ahli geologi yang pantas untuk menjawabnya.

 


Batu granit yang sudah berkawan dengan pepohonan.

 


Yang ini batu granit besar banget mirip seperti ikan paus. #lebay

 

Buatku, batu-batu granit besar ini adalah obyek foto yang unik. Meskipun unik, tapi entah kenapa kalau diperhatikan lama-lama rasanya kurang begitu menarik. Mungkin ya karena batu-batu granit ini terasa kurang “hidup”.

 

Ah, mungkin juga ini karena caraku yang terlalu monoton untuk “menghidupkan” obyek mati. Di pantai, biasanya aku menghidupkan suasana dengan teknik foto slow speed. Tapi sayangnya, ombak di Pantai Tanjung Kelayang kurang beringas untuk dibadikan dengan slow speed.

 

Alhasil, satu-satunya perlengkapan tambahan yang terpakai saat memotret di Pantai Tanjung Kelayang  hanyalah filter CPL. Filter ND nganggur. Begitu pula dengan tripod.

 


Ah, coba ombaknya besar dan ganas. Pasti bagus di-slow speed. (Tapi bahaya buat kamera #hehehe)

 

Bawa banyak perlengkapan motret tapi nggak terpakai rasanya agak gimaanaaa gitu, hahaha. #senyum.lebar  

 

Masalah Klasik di Pantai Tanjung Kelayang

Pagi bergulir menjadi siang. Matahari kian bersinar terik. Hawa pun kian bertambah panas.

 

Di suatu sudut terasing di Pantai Tanjung Kelayang itulah aku berada. Sendiri berkawan sepi. Ditemani oleh alunan sapuan ombak, hamparan putihnya pasir, dan bayang-bayang sosokmu yang sesekali hadir.

 

Langkahku pun kuputuskan berhenti sampai di sini. Sejauh mata memandang, bibir pantai masih panjang membentang. Tak ada satu pun batuan karang menjulang sebagai pembatas. Bisa-bisa kalau aku teruskan blusukan, aku bakal nyasar ke pantai lain. Mana panas pula! #hehehe

 


Kalau serius jalan kaki sampai ujung pantai sebelah sana bener-bener selo dan kurang kerjaan! #senyum.lebar

 


Nggak terlupa, untuk kamu yang belum ke Belitung.

 

Aku pun duduk melepas lelah di atas kerumunan batu granit di bibir pantai. Sengaja aku “nyari perkara” duduk di atas batu panas, semata-mata supaya celanaku yang basah bisa agak kering sedikit.

 

Lagipula di sepanjang bibir pantai aku nggak menjumpai bangunan yang bisa digunakan untuk berteduh dari teriknya matahari. Obyek buatan manusia yang aku lihat hanyalah kapal karam. Cukup fotogenik sih. Tapi nggak cocok sebagai tempat berteduh. #hehehe

 


Kapal karam yang sepertinya sengaja dibiarkan teronggok di bibir pantai.

 


Ada sih gubuk sederhana pas jalan ke sini tadi, tapi jaraknya agak jauh. Semoga bukan gubuk mesum ya. #hehehe

 

Sambil menunggu pegal-pegal di kaki hilang dan juga celana agak kering, aku pun menikmati keindahan sudut Pantai Tanjung Kelayang yang sepi ini dengan menyapukan pandangan ke sana-sini. Benar-benar sepi. Tak ada keberadaan orang selain aku. Benar-benar serasa pantai milik sendiri.

 

Bisa jadi karena suasana yang sepi inilah pikiranku jadi “meliar” hingga ke mana-mana. Dari mulai memikirkan pertanyaan di awal artikel ini, memikirkan kamu, hingga memikirkan kenapa di tempat indah yang terasing di Pulau Belitung ini mataku MASIH MENANGKAP ADANYA SAMPAH DIBUANG SEMBARANGAN DI MANA-MANA!?

 

Terus terang masalah sampah ini bikin aku jengkel! Sampai-sampai di blog Maw Mblusuk? ini aku terbitkan artikel tentang sampah dan aku pajang sebagai sticky post di halaman utama.

 

Yang parahnya, baru di Pantai Tanjung Kelayang ini aku menangkap penampakan sampah yang nggak hanya sampah plastik, melainkan juga “sampah” yang... ... ...

 

Ah, Pembaca scroll sendiri saja deh foto-foto di bawah ini. #sedih

 


Sampah botol plastik minuman sudah jadi pemandangan umum. Itu yang putih-putih di bawah sepertinya pembalut.

 


Ini aku duga kuat adalah pampers bayi. Maklum, soalnya aku sendiri kan belum punya bayi. #hehehe

 


Obyek foto di atas sengaja aku buramkan. Kebangetan lah, ada orang yang ngendog di pasir tanpa ditimbun!
Di sekitar lokasi ini baunya pesing bukan main! Inikah toilet umum?

 

Aku suka blusukan. Aku suka jalan kaki. Aku suka menyusuri bibir pantai. Aku suka singgah di tempat-tempat sepi yang terkesan tak terjamah.

 

Tapi aku NGGAK SUKA LIHAT SAMPAH DIBUANG SEMBARANGAN!

 

Karena aku BUKAN ORANG YANG MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN!

 

Yang seperti ini sering bikin aku bertanya-tanya,

 

“Kenapa sih orang Indonesia suka buang sampah sembarangan?”

“Kenapa sih orang Indonesia jorok-jorok?”

 


Tempat-tempat sampah yang penuh oleh orang yang membuang sampah pada tempatnya.

 

Sebetulnya, di Pantai Tanjung Kelayang sudah disediakan banyak tempat sampah. Aku lihat dan juga aku potret. Tentu, seperti yang Pembaca amati, di setiap artikelku yang mengunjungi obyek wisata, aku nggak pernah absen memotret tempat sampah yang aku jumpai.

 

Kalau mau dicari kambing hitam, barangkali orang-orang yang membuang sampah sembarangan itu beralasan bahwasanya tempat sampah di Pantai Tanjung Kelayang hanya di kawasan keramaian yang dekat dengan lokasi parkir kendaraan.

 

Nggak bisakah mereka membawa sampahnya terlebih dahulu kemudian membuangnya di tempat sampah yang sudah disediakan? Sesulit itukah? Ataukah malas!? #emosi

 


Bangunan-bangunan baru banyak didirikan. Walaupun yang ini sepertinya terbengkalai.

 


Kelak di kemudian hari, kedai sederhana seperti ini akan bermetamorfosis.

 

 

Haaaah....

 

Mood menulis artikel ini pun mendadak rusak karena masalah sampah yang dibuang sembarangan. Masalah klasik yang seakan menjadi ciri khas orang-orang kita tatkala berwisata.

 

Apakah kelak bila keramaian Pantai Tanjung Kelayang semakin bertambah maka sudut-sudut pantai seperti ini akan semakin kotor?

 

Sepertinya waktu yang kelak akan menjawab semuanya....

NIMBRUNG DI SINI