HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Ke Dasar Air Terjun Dolo

Rabu, 26 Oktober 2016, 08:24 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Ada banyak cara bagi kita untuk menikmati pesona air terjun.

 

Bisa dari dekat.

Bisa dari jauh.

Bisa dari ketinggian.

Dan bisa pula dari dasar.

 

Secara pribadi sih, aku sendiri sebetulnya lebih memilih menikmati pesona air terjun dari jauh. Kalau perlu, tanpa mendekati dasarnya. Walau ya... demi memuaskan rasa penasaran kadang-kadang aku juga tergoda mendekati dasarnya, hehehe. #hehehe

 

Soalnya, dari pengalamanku memotret air terjun, umumnya sudut pemotretan air terjun yang ideal itu dari jarak yang agak jauh. Katakanlah sekitar 10 hingga 20 meter dari air terjun. Selain supaya foto air terjunnya nggak terpotong (karena sudut pandangnya lebih luas), memposisikan diri agak jauh dari air terjun bisa menyelamatkan kamera dari resiko basah terpapar debur air. Apalagi kalau sedang mainan long exposure. #hehehe  

 


Sejatinya, memotret air terjun itu memang menantang bahaya kan? #hehehe

 

Nah, di Air Terjun Dolo, satu-satunya pilihan untuk menikmati pesona air terjun hanyalah dari dasarnya! Yang aku maksud sebagai “menikmati dari dasar air terjun” ialah pengunjung memposisikan diri lumayan dekat dengan dasar air terjun. Bukan persis di dekat guyuran air terjunnya lho ya! #senyum.lebar

 

Cara menikmati air terjun dari dekat seperti ini cocok bagi pengunjung yang datang dengan tujuan untuk bermain air. Tapi, bagi pengunjung (seperti aku) yang tujuannya hanya untuk motret, kondisi ini kadang menimbulkan dilema. Apalagi kalau butuh perjuangan ekstra keras untuk menuju ke dasar air terjun.

 

Wew....

 

Sepanjang Perjalanan ke Air Terjun Dolo

Air Terjun Dolo merupakan satu dari sekian banyak air terjun yang menghuni lereng Pegunungan Wilis. Secara administratif, Air Terjun Dolo terletak di Dusun Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kebetulan, pada hari Selasa (6/9/2016) silam aku berkesempatan mampir ke Air Terjun Dolo.

 

Jarak dari Kota Kediri ke Air Terjun Dolo kira-kira 30 km. Ada berbagai macam rute yang bisa digunakan untuk menuju ke Air Terjun Dolo. Tapi, kesemua rute itu kelak akan menyatu di Dusun Besuki.

 


Bagi Pembaca yang belum tahu di manakah gerangan Air Terjun Dolo berada.

 

Untuk mudahnya, perjalanan di siang hari itu mengambil rute melewati Jl. Agrowilis yang ujungnya berada di dekat Terminal Tamanan. Walaupun Jl. Agrowilis ini dekat dengan terminal, waktu itu di sepanjang perjalanan aku nggak melihat ada satupun angkutan umum ke arah Air Terjun Dolo. Jadinya, mau nggak mau ke sananya ya naik kendaraan pribadi deh. Aku sendiri sih naik mobil sewaan, hehehe. #hehehe

 

Eh, apa mungkin kalau pas hari libur gitu ada angkutan umum khusus yang ke Air Terjun Dolo ya?

 


Kyaaaa! Kok ya di Kediri ada acara macet juga?

 

Perjalanan dari Kota Kediri menuju ke Air Terjun Dolo bisa dibilang tanpa hambatan. Nggak perlu khawatir nyasar karena di sepanjang jalan ada banyak rambu-rambu petunjuk ke Air Terjun Dolo.

 

Di dekat Terminal Tamanan memang sempat agak macet karena jalannya sempit dan kendaraannya padat. Tapi setelah itu lancar jaya! Jalannya jadi lebar. Sepi pula! Yes! #senyum.lebar

 


Enak kalau blusukan pas hari kerja karena jalannya sepi. #senyum.lebar

 

Seiring dengan kontur jalan yang kian lama kian menanjak, pemandangan unik pun menyergap mata. Di kanan-kiri jalan aspal aku lihat ada banyak singkong yang dijemur! Kalau ditotal, mungkin panjang “jemuran singkong” ini mencapai ratusan meter! WOW!

 

Kuat dugaanku, mayoritas warga yang tinggal di pinggir-pinggir jalan raya ini merupakan petani singkong. Meski demikian, dari pinggir jalan raya nggak tampak adanya ladang singkong. Apa mungkin ladang singkongnya agak masuk-masuk ke dalam hutan ya?

 


Serius! Ini tempat penjemuran singkong terpanjang yang pernah aku lihat!

 

Kalau di Jogja, sebutan untuk singkong yang sudah kering dijemur adalah gaplek. Gaplek bisa diolah menjadi berbagai makanan lain seperti tepung singkong (tapioka), tiwul, dan gatot.

 

Katanya Mas Irfan – sang sopir mobil sewaan – di desa ini (aku lupa tanya nama desanya apa #hehehe) ada kuliner khas dari singkong, yakni nasi goreng tiwul. Unik toh? Bisa-bisanya nasi tiwul digoreng? Di Jogja aku tahunya ya nasi tiwul dimakannya pakai parutan kelapa. #senyum.lebar

 

Tapi sayang, waktu itu aku nggak sempat mengicip nasi goreng tiwul. Sebab, kabarnya penjual nasi goreng tiwul hanya beroperasi di akhir pekan. Biasanya pembelinya ya wisatawan.

 

Di sepanjang jalan aku juga nggak melihat ada kedai-kedai yang menjual jajanan berbahan baku singkong. Bisa jadi, warga di desa ini spesialisasinya hanya memproduksi gaplek thok. Padahal, kan lebih menarik kalau gapleknya diolah jadi semacam oleh-oleh khas gitu toh? #senyum.lebar

 


Hampir di setiap pekarangan rumah “terpajang” jemuran singkong.

 

Memasuki Desa Jugo pemandangan unik kembali menyergap. Bukan karena gaplek. Bukan karena tanjakan. Bukan pula karena pemandangan indah dari ketinggian.

 

Yang bikin pemandangan di Desa Jugo menjadi unik ialah keberadaan menara-menara pemancar televisi! Pemandangan seperti ini bikin aku teringat dengan Desa Ngoro-oro di Jogja yang juga dihuni oleh menara-menara pemancar televisi.

 


Warga yang tinggal di dekat sini pasti siaran televisinya bening-bening.

 

Menyaksikan pemandangan pemancar televisi ini juga bikin aku terkenang dengan suasana bersepeda di Desa Ngoro-oro. Beda dengan Desa Ngoro-oro, mungkin nggak banyak warga Kediri yang sudi bersepeda ke Desa Jugo. Soalnya ya... Desa Jugo ini lumayan tinggi. Harus melintasi banyak tanjakan panjang untuk bisa sampai ke tempat ini.

 


Jalannya nanjak terus! Kendaraan benar-benar harus siap nanjak!

 


Meskipun tanjakannya Masya Allah, tapi pemandangan dari pinggir jalannya Subhanallah!

 

Tapi... aku kok jadi penasaran bersepeda ke sini ya? Seumpama di Kota Kediri ada pinjaman sepeda, aku mau lah nyoba bersepeda nanjak ke Desa Jugo, hehehe. #senyum.lebar

 

Nah, nggak seberapa jauh dari menara-menara pemancar televisi, sampailah di gerbang masuk Kawasan Wisata Besuki. Tarif masuk untuk pengunjunjung dewasa Rp5.000 per orang. Sedangkan retribusi masuk mobil Rp2.000 dan retribusi parkir mobil Rp2.000. Murah kan? #senyum.lebar

 


Begitu sampai di gerbang masuk bukan berarti jalan setelahnya bebas tanjakan lho! #hehehe

 

Dari gerbang masuk Kawasan Wisata Besuki ke lokasi parkir kendaraan Air Terjun Dolo kira-kira masih 15 menit lagi. Jalannya sepi dan menanjak. Di tengah perjalanan, aku lihat ada gerbang masuk ke lokasi air terjun lain yang bernama Air Terjun Irenggolo. Jadi, bagi wisatawan yang waktunya lumayan senggang, bisa mengunjungi 2 air terjun sekaligus.

 

Eh, itupun kalau si wisatawan... ah, nanti sajalah aku bahas. #hehehe

 


Memang sengaja lapangan parkirnya luas begini? Kalau pas musim libur apa ya penuh sesak?

 

Sesuai dugaan, di siang hari itu lokasi parkir kendaraan Air Terjun Dolo SEPI BANGET! Hanya kamilah satu-satunya pengunjung yang bermobil di siang hari itu. Sisanya ya segelintir warga yang berwisata dengan naik sepeda motor. Umunya para pemuda-pemudi dan remaja tanggung. #senyum.lebar

 

Untuk ukuran lokasi parkir, menurutku lokasi parkir Air Terjun Dolo ini LUAS BANGET! Bisalah untuk menampung puluhan bus. Walaupun ya... apa ya bus kuat nanjak sampai sini ya? #hehehe

 


Jadi teringat dulu pas masih kecil seneng mainan macam ini sambil disuapin, hahaha. #senyum.lebar

 

Lokasi parkir ini dikelilingi oleh sejumlah fasilitas seperti toilet, area permainan anak, mushalla, dan juga warung-warung sederhana. Harga makanan dan minuman di warung pun masih terbilang wajar untuk ukuran obyek wisata populer. Sepertinya karena menyesuaikan dengan segmentasi pengunjungnya juga ya? #senyum.lebar

 


Walaupun di tempat wisata, harganya masih murah meriah lho! Eh, sepertinya belum lama harganya naik. #hehehe

 

Tantangan Terberat ke Dasar Air Terjun Dolo

Waktu menunjukkan pukul setengah 2 siang. Tadi, berangkat dari Terminal Tamanan sekitar pukul setengah 1 siang. Jadinya, perjalanan ke Air Terjun Dolo ini dari Kota Kediri memakan waktu sekitar 1 jam dengan berkendara santai.

 

Eh, kalau dengan bersepeda dan mempertimbangkan jumlah serta kemiringan tanjakannya, mungkin waktu tempuhnya bisa 3 – 4 jam, hahaha. #senyum.lebar

 

Oke! Tanpa menunggu lama, usai menunaikan salat Zuhur, aku pun bergegas menuju ke dasar Air Terjun Dolo. Seperti yang aku tulis di paragraf atas, satu-satunya cara menikmati Air Terjun Dolo adalah menuju ke dasarnya. Sebab, Air Terjun Dolo ini terletak di dasar jurang yang dikelilingi oleh pepohonan lebat.

 


Jalannya sih sudah lumayan bagus ya. Pantaslah jadi obyek wisata andalan Kediri.

 

Sebagai obyek wisata populer, akses jalan menuju dasar Air Terjun Dolo ini terbilang bagus. Bukan lagi jalan setapak dari tanah, melainkan jalan semen bertangga yang diperkokoh dengan alas batu alam. Jalan ini juga dibatasi oleh besi pengaman bercat hijau.

 

Dan menurutku, seharusnya di awal jalan ini ada plakat atau gapura yang bertuliskan,

 

“SELAMAT BERJUANG & TETAPLAH SABAR!”

 

Itu bukan ungkapan hati lebay lho! Tapi memang perjuangan meniti ratusan anak tangga (kabarnya jumlahnya sekitar 700-an) untuk sampai ke dasar Air Terjun Dolo adalah tantangan yang terberat!

 

Eh, salah! Tantangan yang paling berat itu ya pas pulangnya. Pas naik meniti tangga dari dasar Air Terjun Dolo ke lokasi parkir. Naik itu pasti lebih capek dari turun toh? #hehehe

 


Pemandangan semacam ini lumrah dijumpai di sepanjang jalan. SEMANGAT!

 

Aku kalau mengunjungi air terjun yang punya ratusan anak tangga ini jadi paling teringat dengan Curug Cimahi di Bandung Barat. Menurutku, Curug Cimahi itu benar-benar menguji daya tahan fisik karena harus melalui ratusan anak tangga untuk sampai ke dasarnya. Anak tangga di Grojogan Sewu atau Air Terjun Sipiso-Piso kalah sama Curug Cimahi!

 

Hanya saja, enaknya di Curug Cimahi itu, pengunjung bisa menikmati pesona air terjun dari ketinggian. Jadi sebetulnya nggak perlu repot-repot sampai turun ke dasar air terjun kalau nggak penasaran. #hehehe

 


Ini Curug Cimahi dan hanya orang-orang "terpilih" yang sanggup sampai ke dasarnya (dan naik lagi #hehehe).

 

Sedangkan di Air Terjun Dolo ini, untuk bisa melihat air terjunnya dengan mata telanjang, mau nggak mau pengunjung harus meniti ratusan anak tangga untuk sampai ke dasarnya. Ini mungkin sesuatu hal yang nggak semua orang sanggup melakukannya. Misalnya saja anak-anak, orang tua, dan mereka yang mengalami keterbatasan fisik. Alhasil, Air Terjun Dolo ini idealnya dinikmati oleh mereka-mereka yang masih muda, sehat secara fisik, dan yang terpenting PANTANG MENYERAH! #senyum.lebar

 

 


Di beberapa ruas jalannya rusak! Ada longsor pula! Jadi ya harus berhati-hati melangkah.

 

Di sepanjang perjalanan meniti anak tangga ini nggak begitu banyak fasilitas untuk beristirahat. Warung-warung ya ada, akan tetapi terpusat di puncak dekat lokasi parkir. Mana pas pada hari kerja tutup pula! Beh! Jadi, aku sarankan untuk yang berniat ke Air Terjun Dolo, selain mempersiapkan kondisi fisik juga mempersiapkan bekal minimal air minum.

 


Warungnya tutup! Terpaksalah menahan haus...

 


... dan duduk istirahat sekadarnya di bangku-bangku.

 

Aku sendiri menorehkan waktu 25 menit untuk turun ke dasar Air Terjun Dolo. Saat naik, juga relatif sama. Sama-sama bikin capek maksudnya. #hehehe

 

Coba ada lift atau eskalator.... #eh

 

Penampakan di Dasar Air Terjun Dolo

Jujur, buatku Air Terjun Dolo kurang cocok sebagai obyek foto. Ada 2 alasan. Pertama, Air Terjun Dolo terlalu tinggi! Jadinya, mau difoto dengan landscape atau portrait, obyek air terjunnya pasti terpotong.

 

Kedua, airnya nggak terlampau deras. Mungkin ya karena efek lain dari tingginya Air Terjun Dolo. Jadinya airnya terkesan merambat di tebing. Nggak cocok buat obyek slow speed.

 

Sepintas, karakteristik Air Terjun Dolo ini mirip seperti Air Terjun Sedudo di Nganjuk. Bisa jadi, tinggi Air Terjun Dolo dengan Air Terjun Sedudo hanya berselisih sekian puluh meter saja.

 


Air terjunnya tinggi, tapi airnya nggak begitu besar.

 


Mirip seperti Air Terjun Sedudo toh? Tapi hati-hati main air di sini. Khawatirnya ada longsor batu juga.

 

Bagi para pengunjung yang datang ke Air Terjun Dolo untuk bermain air ataupun untuk menikmati suasana air terjun yang masih asri dan alami, yang seperti ini sih bukan masalah. Malah di dasar air terjun ini ada toilet lho! Jadinya, untuk sekadar tempat bersalin pakaian ya boleh lah.

 

Sayangnya, aku nggak sempat menjajal ngendog di toiletnya itu. Alhamdulillah ya pas waktu itu perutku sehat wal afiat. Jadinya, tragedi yang dulu di Curug Cipendok nggak terulang untuk kedua kalinya, gyahahaha. #senyum.lebar

 


Tempat ngendog dekat air terjun itu sangat recommended! #senyum.lebar

 

Yang bikin aku kagum, di dasar Air Terjun Dolo ini relatif bersih dari sampah lho! Usut punya usut, ternyata di belakang toilet ada tempat penampungan sampah plastik! Isinya penuh dengan botol-botol plastik minuman. Apa mungkin sengaja dikumpulkan untuk kemudian dijual ke pengepul ya?

 

Yang jelas, hal yang seperti ini selayaknya patut ditiru oleh para pengelola air terjun yang lain. Umumnya jenis sampah yang membuat kotor lokasi air terjun itu kan sampah-sampah plastik. Kalau bisa dikumpulkan kemudian dijual atau malah didaur ulang bukannya lebih bagus ya? Sampah plastik kan sebisa mungkin jangan dibakar dan jangan dipendam tanah.

 


Botol plastik sebegini banyaknya mau diapakan ya kira-kira?

 

Walaupun Air Terjun Dolo kurang menarik sebagai obyek foto, tapi ternyata di dekat sana ada juga lho obyek foto yang menarik. Berjarak sekitar 50-an meter dari Air Terjun Dolo aku lihat ada penampakan curug kecil seperti di bawah ini. Untung aku sempat blusukan di sekitaran sana, wekekekek. #senyum.lebar

 


Curug kecil yang memesona itu. Dipotret asal-asalan buat nyari komposisi yang pas. #senyum.lebar

 

Pas aku mendekat ke sana, rupanya curug kecilnya itu sedang “dijajah” sama pemuda-pemudi nanggung yang hobi selfie #hehehe. Tapi, dengan sedikit tatapan sinis, mereka pun akhirnya menyingkir dan aku bisa mengabadikan foto curug kecil yang cantik di bawah ini. #senyum.lebar

 


Nah, kalau yang ini dipotretnya baru "agak" serius. #senyum

 

 

Foto curug kecil itu pun menutup kunjungan singkatku di Air Terjun Dolo. Kesimpulannya seperti yang aku bilang di atas itu, Air Terjun Dolo idealnya dikunjungi oleh mereka yang sehat secara fisik untuk tujuan bermain air atau menikmati keasrian alam. Sebagai obyek foto, Air Terjun Dolo menurutku kurang bagus.

 


Kecuali kalau motretnya sekadar seperti ini ya sak karepmu lah! #hehehe

 

Oh iya, katanya Air Terjun Dolo ini sering tertutup kabut selepas pukul 2 siang. Alhamdulillah di waktu itu cerah tanpa kabut sedikitpun. Jadi, untuk amannya mengunjungi Air Terjun Dolo sebaiknya saat pagi hari dan bukan di puncak musim penghujan.

 

Menurut sumber ini, Air Terjun Dolo memiliki mitos mistis. Beberapa di antaranya ialah larangan bersiul, larangan bertepuk tangan, dan larangan bersenda-gurau berlebihan. Konon, asal-usul nama Air Terjun Dolo dikarenakan adanya penampakan benda yang tergantung di pohon (bahasa Jawanya gemandul). Tapi, ada juga yang berpendapat nama Air Terjun Dolo berasal dari kata Gundul tela-telo (artinya si Gundul yang sedang bengong).

 

Jadi, siapakah si “Gundul” di Air Terjun Dolo itu? ...

NIMBRUNG DI SINI