HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Blusukan di Pulau Lingga:
Ada 2 Versi Istana Damnah

Senin, 17 Oktober 2016, 05:01 WIB

Sore hari itu, di dermaga Tanjung Buton aku senyum-senyum sendiri. Aku mbatin, kok ya sudi sekali aku keluyuran sampai ke Pulau Lingga? Mana sendirian pula!? Kalau orang-orang tahu, bisa-bisa mereka bakal bilang ini kelakuannya orang kurang kerjaan! Gyahahaha. #senyum.lebar

 

Kalau boleh jujur, aku bisa sampai ke Pulau Lingga ini tanpa persiapan matang lho! #jangan.ditiru #hehehe

 

Aku sebatas tahu caranya ke Pulau Lingga dari Pulau Bintan. Selain itu, aku sama sekali nggak ngerti bagaimana kondisi di Pulau Lingga. Baik itu perkara transportasi, akomodasi, dan tempat-tempat wisata menarik selain Air Terjun Resun. #misi.utama

 

Pulau Lingga di Kepulauan Riau...

Buat Pembaca yang belum tahu. Pulau Lingga itu letaknya di wilayah selatan Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Lingga masuk ke dalam wilayah Kabupaten Lingga. Ibu kota Kabupaten Lingga adalah  Kota Daik dan terletak di pulau ini.

 

Walau tanpa persiapan matang, aku tetap berani keluyuran ke Pulau Lingga dengan bekal keyakinan,

 

“Pokoknya Bismillah saja! Selama niatnya baik, InsyaAllah Gusti Allah SWT ngasih jalan.”

 

Keyakinan itulah yang sampai sejauh ini mengantarkanku dengan selamat ke Pulau Lingga. Dan memang, di sepanjang perjalanan dari Jogja ke Kepulauan Riau, aku banyak berjumpa dengan orang-orang baik yang mengulurkan bantuan. Suatu hal yang sungguh nggak aku sangka-sangka dan amat sangat aku syukuri karena membuat perjalananku lebih berwarna. #senyum

 

 

Demikian pula saat di Pulau Lingga ini. Gusti Allah SWT sepertinya nggak rela aku blusukan seorang diri di tempat yang asing. Pertolongan-Nya itu pun hadir dengan segera di dermaga Tanjung Buton. Sesaat ketika melangkah menjauhi dermaga, aku mendengar seseorang memanggil-manggil seraya menarik tas backpack-ku.

 

“Bang! Bang!”, ujar seseorang di belakang

 

Aku pun memalingkan wajah ke arah sumber suara. Oh, rupanya itu si Een! Dirinya ini pemuda yang duduk di bangku sebelah saat kami menumpang kapal ferry dari Pulau Bintan ke Pulau Lingga.

 

“Ini kawanku Bang! Besok kalau mau keliling-keliling Lingga biar ditemani dia Bang!”, tawar Een sambil memperkenalkan kawan yang menjemputnya di pelabuhan

 

“Mawan”, pemuda di samping Een itu memperkenalkan diri sambil menjabat tanganku

 


Mawan, kawan baru di Pulau Lingga. #senyum.lebar

 

Di kapal ferry tadi, aku dan Een sempat ngobrol-ngobrol. Aku yang buta perihal seluk-beluk Pulau Lingga lantas mendapat tawaran dari Een. Dirinya menawarkan bantuan kawannya untuk menemaniku menjelajah Pulau Lingga.

 

Pikirku sih ya kenapa nggak? Een sendiri nggak bisa menemani karena esok hari dia ada keperluan. Jadilah kawannya yang bernama Mawan ini yang dipasrahi tugas. #senyum.lebar

 

Kebetulan bangetnya, Een dan Mawan ini sama-sama berasal dari Desa Resun, tempat di mana Air Terjun Resun yang menjadi tujuan utamaku berada! Alhamdulillah! Ternyata di Pulau Lingga sekalipun Gusti Allah SWT mboten sare! #senyum.lebar

 


Artikel tentang Air Terjun Resun terbitnya masih laamaaaaa. #senyum.lebar

 

Usai kami bertiga ngobrol-ngobrol, rencana pun disusun. Besok pagi, Mawan bakal menjemput aku di penginapan untuk berkeliling-keliling Pulau Lingga sekaligus ke Air Terjun Resun.

 

Een dan Mawan pun kemudian pulang ke desa mereka. Sedangkan aku naik ojek ke penginapan di Kota Daik. Tarif ojek dari Pelabuhan Tanjung Buton ke Kota Daik itu Rp20.000 dengan jarak tempuh sekitar 6 km.

 

Sesampainya di Kota Daik aku sempat keliling-keliling melihat suasana kota. Ceritaku pas keliling-keliling Kota Daik bisa Pembaca simak pada artikel di bawah ini.

 

 

Istana Peninggalan Kesultanan Melayu

Hari Sabtu (30/4/2016) pukul 8 pagi, Mawan dengan sepeda motornya menjemput aku di penginapan. Sebelum keluyuran di Pulau Lingga, aku mengajak Mawan sarapan dulu. Maklum, penginapan tempatku menginap kan yang kelas murah-meriah. Jadinya ya tanpa free breakfast. #hehehe

 

Mawan mengajak sarapan bubur kepurun yang merupakan kuliner khas Pulau Lingga. Tapi sayang, warungnya tutup! Jadinya ya sarapan lontong sayur saja di warung di dekat sana.

 

Wujud lontong sayurnya nggak jauh beda dengan yang biasa aku santap di Jogja. Jadi ya nggak aku foto deh, hehehe #hehehe. Seporsi lontong sayur dengan segelas teh manis panas dihargai Rp14.000. Ya lumayan mahal. Namanya juga di pulau. #hehehe

 


Siap keliling Lingga! #senyum.lebar

 

Usai sarapan, Mawan pun mengajak aku menuju ke salah satu tempat bersejarah di Lingga, yakni Istana Damnah.

 

Apa itu Istana Damnah?

 

Jadi ceritanya begini. Dahulu kala, Pulau Lingga ini merupakan pusat Kerajaan Melayu. Namanya adalah Kesultanan Lingga (1824 – 1911). Wilayah kekuasan Kesultanan Lingga meliputi Kepulauan Riau dan Johor (di Malaysia). Bahkan, menurut Tuhfat al-Nafis, Sultan Lingga merupakan pewaris dari Sultan Johor lho!

 

Nah, Istana Damnah ini adalah istananya Kesultanan Lingga. Istana Damnah dibangun pada tahun 1860 oleh Yang Dipertuan Muda Riau X, Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi. Beliau mendirikan Istana Damnah sebagai kediaman Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II. Sebelumnya, Sultan Lingga tinggal di Istana Kota Baru. Selain Istana Damnah adapula istana lain yakni Istana Kedaton dan Istana Kenanga.

 

Bedanya Sultan dan Raja Muda...

Sri Paduka Yang Dipertuan Muda atau Raja Muda adalah gelar yang diberikan oleh Kesultanan Lingga. Gelar ini semula diberikan oleh Raja Sulaiman (Sultan Johor) kepada orang Bugis yang telah membantu mengalahkan Raja Kecil (Raja Pagaruyung).

 

Nama Istana Damnah itu berasal dari bahasa Melayu lama, yaitu “dam” dan “nah”. Kata “dam” artinya jauh. Sedangkan “nah” itu penegas, misal “sulit nah!”, “berat nah!”, dsb. Jadi, Damnah itu artinya “jauh nah!” atau “jauh banget!”. Meskipun ya sebetulnya sih nggak jauh-jauh banget. Sekitar 4 km lah kalau dari Kota Daik.

 


Area parkir yang resmi. Tapi kami nggak parkir di sini. #hehehe

 


Serambi yang lumayan besar.

 

Mawan pun memarkirkan sepeda motornya di jalan aspal yang berhadapan dengan bangunan Istana Damnah. Oh iya, letak istana ini agak masuk gitu dari jalan raya. Jadi ya semacam kompleks gitu lah. Untuk masuk ke Istana Damnah nggak ditarik retribusi. Eh, jangankan retribusi, lha wong petugas yang jaga juga nggak kelihatan kok. #hehehe

 

Bangunan istana yang pertama kali terlihat adalah bangunan berwujud serambi seperti foto di atas itu. Bangunan ini nggak memiliki dinding akan tetapi disangga oleh tiang-tiang kayu (jadinya adem dong #senyum.lebar). Meski demikian, pondasinya nggak terbuat dari kayu. Kayaknya sih dari batu bata dengan adonan semen.

 

Menurut sumber yang aku baca, serambi ini digunakan sebagai tempat pertemuan umum. Misalnya Sultan atau pejabat mau memberi pengumuman ke rakyatnya tempatnya ya di sini ini.

 


Kalau dipandu warga setempat jadi makin pede blusukan ke tempat-tempat tak berpenjaga. #senyum.lebar

 

Mawan pun mengajak aku memasuki Istana Damnah lebih dalam lagi. Sayang, Mawan sendiri kurang begitu ngeh tentang seluk-beluk Istana Damnah, jadinya ya aku nggak banyak bertanya-tanya deh. #hehehe

 

Selanjutnya, bangunan kedua yang aku lihat adalah rumah panggung besar seperti foto yang di bawah ini. Sepertinya, di sinilah kediaman Sultan Lingga. Walaupun bentuknya rumah panggung, tapi pondasinya lebih kokoh karena terbuat dari adonan semen dan batu bata. Aku nggak sempat masuk, tapi sepertinya lantainya terbuat dari kayu sama seperti dindingnya.

 

Menurut sumber yang aku baca, bangunan rumah panggung ini memiliki 2 ruang pertemuan. Yang pertama adalah Balai Rong Seri sebagai tempat audiensi Sultan dengan pejabat. Yang kedua adalah Balai Titah sebagai tempat audiensi Sultan dengan tamu asing atau rakyatnya.

 


Rumah panggung yang ukurannya juga besar.

 


Bangunan semacam tratag kalau di Jogja sini.

 

Eh eh eh, intermezzo sebentar!

 

Aku itu sebetulnya ngerasa agak gimanaaa gitu sama bangunan istana yang terbuat dari kayu. Kayaknya kok kurang pantas ya kalau disebut istana, gyahahaha. #senyum.lebar

 

Bukannya kenapa-kenapa sih. Istana dalam bayanganku itu wujudnya bangunan yang kokoh. Macamnya kastil zaman pertengahan di Eropa, atau paling ya kayak istana di Jepang lah.

 

Tapi ini kan bangunannya dari kayu dan terkesan sederhana banget sebagai kediaman Sultan. Ya, pantas saja lah kalau istana-istana (keraton-keraton) di Indonesia ini yang terbuat dari kayu sebagian besar sudah musnah. Lha ya kalau dibakar atau ditembak pakai meriam lak yo gampang hancur toh? #hehehe  

 

Pembaca sendiri merasa begitu juga nggak?
Kok orang kita di zaman dulu nggak kepikiran ya membuat istana yang lebih kokoh?
Mungkin Pembaca tahu jawabannya?

 


Bangsal yang besar dan luas.

 

Anyway, bangunan ketiga yang aku jumpai berbentuk serupa bangsal. Eh, pengertian bangsal kalau di Jawa itu semacam balai yang luas terbuka tanpa dinding. Mirip-mirip seperti yang ada di Keraton Yogyakarta gitu.

 

Berhubung bangsal ini tanpa pintu dan dinding yang melindunginya, jadinya aku enak-enak saja masuk ke sana, hahaha #senyum.lebar (padahal sebenarnya ya ngikutin ke mana Mawan melangkah #hehehe).   

 

Lantai bangsal ini terbuat dari keramik. Termasuk wow menurutku, karena di zaman dulu lantai keramik itu kan mewah bangeeet (apalagi granit #hehehe).  

 


Aku perhatikan tempat cuci kaki ini nggak ada lubang airnya.

 

Tapi yang menurutku unik dari bangsal ini adalah adanya semacam cekungan agak dalam berbentuk persegi dan dilengkapi tangga. Jelas ini menurutku adalah tempat untuk cuci kaki! Ya seperti yang ada di masjid-masjid gitu lah. Kan banyak toh masjid yang dilengkapi dengan tempat cuci kaki ketika masuk ke area toilet atau tempat berwudu?

 

Eh, apa mungkin bangsal ini dahulunya dipergunakan sebagai tempat salat ya? Yang jelas, keberadaan tempat cuci kaki ini menandakan adanya tempat yang suci dan bersih di Istana Damnah. Di mana, pengunjung yang memasukinya wajib “bersuci” terlebih dahulu.

 


Di belakang bangsal ada bangunan terakhir.

 


Bangunan apa ini? Kok wujudnya taman beratap terbuka macam ini?

 

Bangunan yang keempat dan yang terakhir di Istana Damnah hanya berjarak 2-3 langkah di belakang bangsal. Bangunan ini berdinding batu bata, beratap terbuka, dan memiliki satu pintu kayu.

 

Tanpa banyak ba-bi-bu, aku mengikuti Mawan masuk ke dalam bangunan terakhir ini. Hooooo! Rupanya di dalam bangunan ini ada semacam taman! Lengkap dengan gazebo dan batu pijakan.

 

Tapi... kok taman yang ini tertutup sih? Bukannya di sekeliling Istana Damnah sudah banyak taman ya? Buat apa ada satu taman lagi yang tertutup semacam ini?

 

Hmmm... kok ya penasaran?

 


Jadi Sultan dahulu kala berendamnya di sini.

 

Aku lihat itu ada semacam struktur berkeramik di dekat dinding. Karena penasaran, aku pun mendekat ke sana.

 

Oh! Rupanya ini kolam! Tapi bukan kolam ikan! Akan tetapi kolam buat orang berendam. Semacam bak mandi (bathtub) zaman dulu gitu. Besar kemungkinan, dahulu sang Sultan mandinya di sini.

 

Weh! Jadi, ini ceritanya bukan taman dong! Tapi kamar mandinya Sultan!?

 

Aku semakin yakin kalau bangunan ini adalah kamar mandi karena ada ruangan seukuran kamar kos-kosan mahasiswa di sebelah kolam mandi, yang isi di dalamnya seperti foto di bawah ini.

 


This is sanctuary! #senyum.lebar

 

YES! I LOVE IT VERY MUCH!

 

INI TEMPAT UNTUK MENCARI INSPIRASI!

 

TEMPAT NGENDOG-NYA SULTAN!

 

Khusus untuk “kamar ritual” yang satu ini aku nggak mau cerita berpanjang lebar. Untuk lebih jelasnya, ini foto close up kloset jongkoknya Sultan.

 


Satu foto ini sudah menjelaskan semua kan? #senyum.lebar

 

Sebetulnya aku ya penasaran buat “mencari inspirasi” di ruangan ini. Tapi ya sayangnya waktu itu lagi nggak kebelet ngendog. #hehehe

 

Tapi ya aku masih heran.
Kok bangunan kamar mandi plus toiletnya ini TANPA ATAP ya? Lha kalau HUJAN gimana?
Ngendog-nya payungan gitu?
Njuk ceboknya gimana? Kan satu tangannya megang gagang payung?
Mosok ngendog-nya ditemani orang?
Lha terus orangnya itu yang megangin gagang payung atau malah yang nyebokin?

 

Hiiii... mbayanginnya aku malah jadi merinding sendiri... #hehehe

 

Istana Damnah Versi Asli

Usai keluar dari kamar mandinya Sultan ini Mawan ujug-ujug memberikan pernyataan yang mencengangkan,

 

“Bang, ini hanya replikanya istana Sultan. Istananya yang asli sudah hancur.”

 

Heee? ...

WHAT!?

 

JADI SEMUA YANG AKU LIHAT INI BOHONGAN!?

 

TERMASUK TEMPAT NGENDOG-NYA SULTAN!?

 

 

“Weelha... terus di mana istananya yang asli?”, aku mencoba mencari tahu

“Dekat Bang, di sebelahnya sini.”, tunjuk Mawan

“Hoooo, yuk kita lihat Wan!”

 


Jadi ini Istana Damnah yang asli!?

 


Wew... nggak ada bangunannya sama sekali....

 

Jadi ceritanya, Istana Damnah yang asli ini memang sudah lama hancur. Yang tersisa sekarang ya hanya tinggal puing-puing dan pondasinya saja. Makanya, di atas tadi kan aku sudah bilang, bangunan dari kayu itu nggak awet. #hehehe

 

Jarak Istana Damnah yang versi asli ini hanya sepelemparan batu dari Istana Damnah versi replikanya. Di tahun 2002 sampai 2003, Pemerintah Lingga membangun replika Istana Damnah. Tujuannya sebagai daya tarik pariwisata dan juga melestarikan peninggalan Kesultanan Lingga.

 

Tapi ingat! Wujud Istana Damnah versi replika ini TIDAK 100% SAMA seperti versi aslinya lho!

 


Bekas tangga naik ke rumah panggung.

 


Sepintas mirip jejeran nisan ya? Tapi ini bekas pondasi kaki rumah panggung.

 

Aku merasakan suasana yang berbeda di lokasi Istana Damnah versi asli. Sepertinya memang betul, meskipun bangunannya sudah musnah, tapi “aura”-nya masih terasa memancar. Walaupun demikian, sisa-sisa istana yang nyaris berwujud lapangan luas ini tidak memancarkan kesan suram nan angker.

 

Di lokasi kami bersua dengan seorang bapak yang sedang menyiangi rumput dengan mesin pemotong. Kami sempat berlempar sapa, kemudian si bapak kembali melanjutkan tugasnya. Boleh jadi, berkat kerja si bapak ini, sisa-sisa peninggalan Istana Damnah nggak terlantar. Paling nggak ya lumayan bersih dari lebatnya rumput liar serta ilalang.

 


Batu bata tua Istana Damnah ini terasa lebih berat dari batu bata candi.

 


Cagak bendera yang sudah berkarat. Dahulu, mungkin bendera Belanda pernah berkibar di sini.

 


Semacam bekas gapura.

 

 

Omong-omong, tujuanku di Istana Damnah versi asli ini jelas satu!

 

MELIHAT TEMPAT NGENDOG-NYA SULTAN YANG ASLI!

 

Ternyata, tempat ngendog-nya yang asli masih utuh! Bentuknya pun serupa dengan replikanya. Demikian pula dengan kolam tempat berendam. Hanya saja, untuk kolam bentuknya sedikit berbeda.

 


Sisa-sisa kamar mandinya ternyata masih ada! #senyum.lebar

 


Bentuk kolam buat berendamnya agak sedikit beda. Nggak ada tangganya.

 


Yang jelas sih wujud klosetnya masih sama. #senyum.lebar

 


Sumber air kamar mandi asalnya dari sini kah?

 

Di dekat bekas kamar mandi ini aku lihat ada genangan air. Entah apakah itu genangan air hujan, rawa, ataukah memang sumber mata air.

 

Terus terang aku ya bingung dengan kamar mandinya Sultan ini. Di mana sumber airnya? Seperti apa jalur pembuangan airnya? Dan yang jelas, apakah klosetnya ini pakai septitank atau nggak?

 

Kalau ada septitank, jangan-jangan bisa nemu fosil endog-nya Sultan lagi? Wakakakak #senyum.lebar.

 

Akhir Peninggalan Bersejarah

Istana Damnah merupakan salah satu tempat bersejarah di Pulau Lingga yang mengingatkan kita pada kebesaran Kesultanan Lingga. Walaupun ya sayang, nasib Istana Damnah ini tidak begitu beruntung karena hanya meninggalkan pondasi serta puingnya saja.

 

Sekadar mengulang apa yang termuat di Wikipedia, Kesultanan Lingga berakhir pada tahun 1911 setelah dibubarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sultan Lingga terakhir, Sultan Abdul-rahman Muazzam Syah wafat pada tahun 1930 dan dimakamkan di Singapura.

 

Dari Istana Damnah, perjalanan blusukan peninggalan Kesultanan Lingga masih berlanjut....

 

Sumber pelengkap:

http://mohddwinanto.blogspot.co.id/2009/10/istana-damnah-puing-kejayaan-kesultanan.html

http://www.tanjungpinangpos.co.id/2014/106592/istana-damnah-lambang-kebesaran-riau-lingga/

http://melayuonline.com/ind/history/dig/231/istana-damnah

http://www.haluankepri.com/lingga/48033-istana-damnah-tapak-yang-tersisa.html

http://muizzuddinlingga.blogspot.co.id/2010/10/daik-lingga-sebagai-pusat-kerajaan.html

NIMBRUNG DI SINI