Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Jawa Tengah, Oktober 2015.
Seharusnya, Oktober itu sudah masuk musim hujan. Akan tetapi, di tahun 2015 ini, Indonesia mengalami kemarau panjang. Alhasil, berbulan-bulan hujan nggak turun. Pulau Jawa pun tak terkecuali.
Tak hanya itu. Kemarau panjang ndilalah juga membawa nasib buruk. Pada Minggu siang (18/10/2015), aku dan Pakdhe Timin menghadapi kenyataan yang sangat pahit. Jauh-jauh bersepeda dari Jogja ke Klaten, tapi ternyata Sendang Mandong tujuan kami kering kerontang!
Hadeh....
Seakan tak terima dengan apa yang disaksikan mata, Pakdhe Timin pun berujar,
“Yuk, golek (sendang) liyane!” [1]
[1] Yuk, cari (sendang) lain!
Heh!? Nggak salah denger ini!? Yakin!?
Jarak dari Jogja ke Sendang Mandong ini saja sudah 20-an km lebih!
Yang bener masih mau dilanjut nyari sendang lain?
Di siang bolong yang panas kayak gini?
Ente bercanda kan Pakdhe?
“Mosok sendang ora ono banyune? Ora iso dinggo dolan nu?” [2]
[2] Masak sendang nggak ada airnya? Nggak bisa dibuat main dong?
Hmmm... tapi di mana kiranya ada sendang (mata air) yang masih ada airnya di Kabupaten Klaten sini?
SILAKAN DIBACA
Kebetulan, di dekat kami ada sekumpulan mas-mas yang sedang duduk kongkow-kongkow. Langsung saja aku tanya-tanya tentang keberadaan sendang lain di dekat sini. Salah seorang mas-mas itu pun menjawab,
“Nek nggolek sendang sing cetho ono banyune paling nang (Umbul) Cokro Mas!” [3]
[3] Kalau nyari sendang yang jelas ada airnya paling di (Umbul) Cokro Mas!
Waduh Mas! Ampun deh kalau ke Umbul Cokro! Lha wong Umbul Cokro kan nun jauh di utara. Sementara Sendang Mandong ini kan nun jauh di selatan. Lha ya perjuangan dong ke sananya! #hehehe
Eh, apalagi dahulu kala aku sama Pakdhe Timin juga sudah pernah bersepeda ke Umbul Cokro. Itu hitungannya masuk kategori PEKOK lho! Hahaha. #senyum.lebar
SILAKAN DIBACA
Karena aku tak puas dengan saran cetho ke Umbul Cokro, si mas-mas pun menawarkan opsi lain.
“Nek ora nang Ceper yo ono sendang Mas. Luwih ombo seko iki. Kerep dinggo cah-cah cilik njumping-njumpingan.” [4]
[4] Kalau nggak di Ceper ya ada sendang Mas. Lebih besar dari ini. Sering dipakai anak-anak kecil buat njumping-njumpingan.
W – O – W! Informasinya si mas-mas ini sepertinya menarik juga! Apalagi ada embel-embel kata “njumping”. Kayaknya bisa jadi obyek foto menarik tuh! #senyum.lebar
Tapi... kok ya lokasinya di Kecamatan Ceper ya? Sendang Mandong ini kan ada di Kecamatan Trucuk. Lha ya harus pindah kecamatan berapa kilometer ini?
Tanpa pikir panjang, usai aku menceritakan informasi perihal sendang di Ceper yang kuperoleh barusan, Pakdhe Timin pun berfatwa,
“Yoh rono! Wis tekan kene nanggung yo sisan nu!” [5]
[5] Yoh ke sana! Sudah sampai sini nanggung ya sekalian dong!
Hadeh... Padkhe Timin kok ya semangat sih? Padahal waktu itu sudah nyaris pukul 12 siang. Dan lagi, aku dan Pakdhe Timin selepas siang ini ya sama-sama ada keperluan. Kalau aku sih bisa diundur. Nggak tahu deh kalau Pakdhe.
“Lho? Jare awan iki kowe ono acara? Njuk piye Dhe?” [6], aku bingung
“Gampang. Mengko aku izin wae, hihihi.” [7], Pakdhe tertawa singkat
[6] Lho? Katanya siang ini dirimu ada acara? Lha gimana Dhe?
[7] Gampang. Nanti aku izin saja, hihihi.
Woalah Dhe... Dhe...
Tujuan Berdosa ke Kecamatan Ceper
Jadi ya misi tambahan pun diketok palu. Tujuan berganti, dari Sendang Mandong menuju sendang di Kecamatan Ceper. Semoga saja ini nggak jadi misi PEKOK, hahaha. #senyum.lebar
Oleh sebab ini misi “tambahan”, tentunya kami juga butuh bahan bakar “tambahan” #hehehe. Alhasil, merapatlah kami di pendopo pemakaman yang ada di pinggir jalan raya. Kebetulan, di pendopo itu ada ibu-ibu yang jualan es dawet. Cocok buat jadi doping bersepeda di siang bolong yang terik, wekekeke. #senyum.lebar
Sembari Pakdhe Timin sibuk dengan smartphone-nya, aku nyari informasi perkara sendang yang ada di Kecamatan Ceper via internet. Oh! Ternyata di Ceper ada sendang yang lumayan terkenal. Namanya Sendang Tirto Sinongko. Letaknya di Desa Pokak. Bisa jadi, ini sendang yang dimaksud oleh mas-mas di Sendang Mandong tadi.
Kalau menurut aplikasi Google Maps, jarak Sendang Tirto Sinongko dari tempat kami ndawet ini sekitar 8 km. Nggak terlalu jauh juga rupanya. Mana ternyata dekat pula dengan Jl. Raya Solo! Jadi enak ini nanti balik ke Jogjanya. Nggak perlu blusukan lewat jalan-jalan desa yang kami lalui sewaktu pergi tadi, hahaha. #senyum.lebar
Sambil nunggu halaman web ter-load sempurna, iseng-iseng aku lirik layar aplikasi smartphone-nya Pakdhe. HADUH! Kok si Pakdhe malah lagi nge-chat pakai sebutan “sayang-sayang”-an?
WAAAAA... jadi Budhe Thimin ceritanya sudah ketemu ini? >.<
Haduh! Celakalah aku di siang hari ini sudah bikin Pakdhe membatalkan agenda kencan dengan Budhe. Kalau Budhe ngerti aku penyebabnya, bisa-bisa aku masuk blacklist nggak boleh bersepedaan bareng Pakdhe lagi. Hiii... sorry Dhe! #merasa.berdosa
Penampakan Sendang Tirto Sinongko yang Luar Bi(n)asa
Setelah dua gelas es dawet licin tandas, perjalanan pun berlanjut. Alhamdulillah nggak pakai acara nyasar, walau rute perjalanan kadang menyimpang dari arahan Google Maps. #senyum.lebar
Karena bersepedanya pas matahari ada di atas ubun-ubun, jadi ya dibawa santai saja lah. #hehehe Sempat mampir beli perbekalan. Sempat mampir beli pulsa. Sempat mampir salat Zuhur di masjid. Sekitar pukul 2 siang kurang 15 menit, akhirnya kami sampai juga di Kantor Desa Pokak. Yey! #senyum.lebar
Letak Sendang Tirto Sinongko ini nggak begitu jauh dari Kantor Desa Pokak. Saat bersepeda menuju kantor desa, kami sudah mengendus keberadaan sendang dari penampakan pohon-pohon besar yang tumbuh tinggi menjulang di tengah sawah.
Nah, begitu lokasi pohon-pohon tersebut didekati... kami dikagetkan oleh pemandangan yang sungguh LUAR BI(N)ASA...
Hiks...
Ternyata Sendang Mandong dan Sendang Tirto Sinongko di musim kemarau panjang ya SAMA SAJA!
KERING KERONTANG!
Piye perasaanmu jauh-jauh bersepeda 30-an km dari Jogja ke Klaten dan kemudian menjumpai pemandangan mengenaskan seperti ini? #sedih
Apa perlu punya kenalan orang Klaten yang tinggal di dekat sendang ya? Jadi, semisal mau ke sana, kan bisa terlebih dahulu menanyakan kabar.
“Hoi! Sendangnya ada airnya apa nggak?”
Atau mungkin malah bisa dibuat aplikasi sistem informasi sendang? Yang mana pengguna dapat memantau apakah suatu sendang ada airnya atau nggak lewat internet? #hehehe
Apa pun itu, yang jelas aku sedih... #sedih
Oh, kemarau panjang segeralah engkau berlalu....
Asal-Usul Sejarah Sendang Tirto Sinongko
Pas aku berselancar di jagat maya, ndilalah aku nemu situs resminya Sendang Tirto Sinongko (canggih amat ya sendang punya website #senyum.lebar). Akan tetapi, berhubung situsnya sedang nggak bisa diakses #kecewa, jadi aku terpaksa mencomot sejarah Sendang Tirto Sinongko dari situs lain deh. #hehehe
Kliping
Ceritanya, di Desa Pokak ini dahulu kala ada perdikan (desa merdeka). Pemimpin perdikan ini adalah seorang adipati sakti mandraguna bernama Ki Singodrono.
Suatu ketika, Kanjeng Ratu Kidul sang penguasa kerajaan Laut Selatan tertarik dengan perdikan ini. Ia meminta Ki Singodrono mempersembahkan upeti berupa hewan dan manusia setiap tahunnya.
Ki Singodrono nggak setuju dengan upeti manusia. Kanjeng Ratu Kidul pun marah. Akhirnya keduanya pun bertarung hebat.
Yang memenangkan pertarungan ini adalah Kanjeng Ratu Kidul. Sedangkan Ki Singodrono sendiri meninggal. Uniknya, ia meninggal dengan cara moksa (hilang jasad) di lokasi yang kini berupa Sendang Tirto Sinongko.
Nama Sendang Tirto Sinongko sendiri diberikan oleh Sri Susuhunan Pakubuwana VII. Kala itu beliau sedang dalam perjalanan ke Yogyakarta dan istirahat di sendang ini sembari menyantap buah nangka.
Beliau kemudian berpesan, bilamana biji buah nangka yang dibuangnya di sendang ini tumbuh kelak akan membawa kesejahteraan bagi penduduk di sekitarnya. Sendang ini pun diberi nama Sendang Sinongko.
Saat ini setiap setahun sekali, warga setempat melangsungkan acara adat Tasyakuran Bersih Sendang Sinongko. Tujuannya agar warga di sekitar sendang turut menjaga keseimbangan lingkungan agar Sendang Sinongko dapat senantiasa memberikan manfaat.
Sumber:
http://galihpoenyacerita.blogspot.co.id/2010/09/legenda-sendang-sinongko.html
Walaupun Sendangnya Kering ya Dinikmati Saja
Dari sekilas pengamatanku, Sendang Tirto Sinongko ini cocok sebagai tempat bersantai. Di sekelilingnya banyak pohon-pohon teduh. Warung-warung juga ada banyak. Terlebih lagi karena bisa sambil main air! (Eh, kalau pas ada airnya ya! #hehehe)
Jadinya aku nggak heran. Meskipun air sendang sedang kering kerontang, sejumlah warga masih memanfaatkan tempat ini untuk bercengkrama. Ah, coba air sendang melimpah ruah, pasti suasana di sana bakal lebih meriah.
Di lokasi Sendang Tirto Sinongko kita juga dapat menjumpai semacam embung dan juga semacam kolam mungil. Kondisi air embung juga kering, walau tidak sekering air di sendang. Sedangkan air di kolam mungil masih ada, tapi kotornya bukan main!
Wew....
Waktu menunjukkan pukul 2 siang lewat sedikit. Yah, berhubung tidak ada lagi yang menarik dari Sendang Tirto Sinongko, kami pun balik bersepeda pulang ke Jogja lewat Jl. Raya Solo.
Sayang sekali ya Pakdhe? Misi main air di sendang kali ini GAGAL TOTAL!
Beda Penampakan di Tahun 2016
Berbulan-bulan kemudian, tepatnya pada hari Minggu pagi (5/6/2016), iseng-iseng aku bersepeda lagi ke Sendang Tirto Sinongko. Kali ini aku bersepeda sendirian tanpa ditemani Pakdhe Timin.
Berhubung esok hari sudah bulan Ramadhan, jadi inilah kesempatan terakhirku untuk bisa bersepeda pagi, hehehe #senyum.lebar. Sekaligus juga untuk memuaskan rasa penasaran, seperti apa gerangan wujud Sendang Tirto Sinongko saat bukan musim kemarau panjang.
Ternyata, pemandangan Sendang Tirto Sinongko di pagi hari itu SANGAT BERBEDA JAUH dengan pemandangan yang tersaji pada foto-foto di atas. Benar-benar pemandangan yang sangat asri dan alami!
Pemandangan embung di dekatnya juga nggak kalah cantik! Aku bilang cantik karena di tengah embung banyak tumbuh bunga teratai yang mekar merah merona.
Subhanallah!
Oh iya! Bonus yang terakhir! #senyum.lebar
Di bawah ini adalah penampakan Sendang Mandong (yang fotonya ada di awal artikel ini) ketika airnya penuh. Menurutku lebih cocok untuk main airnya di Sendang Tirto Sinongko ya?
Semoga Pembaca mendapat gambaran, seperti apa kondisi kemarau panjang di Jawa pada tahun 2015 yang sampai bisa membuat sendang-sendang kering kerontang. Kalau sendang saja kering kerontang, apalagi air terjun ya? #hehehe
Alhamdulillah ya, di tahun 2016 ini Pulau Jawa lumayan sering diguyur hujan yang cukup deras. Semoga hujan membawa berkah bagi kita semua. Aamiin... #senyum
Pembaca sendiri pernah ke mata air yang kering kerontang juga?
KATA KUNCI
- alam
- asal-usul sendang sinongko
- ceper
- jawa tengah
- kemarau
- ki singodrono
- klaten
- mata air
- mata air ceper
- mata air jawa tengah
- mata air klaten
- mata air trucuk
- nyai roro kidul
- pakdhe timin
- sejarah sendang sinongko
- sendang ceper
- sendang klaten
- sendang mandong
- sendang pokok
- sendang sinongko
- sendang tirto sinongko
- sendang trucuk
- sepeda
- trucuk
Salam kenal Mas Mawi..
Salam kenal juga dari Jogja. :D
Pelajaran lain, jangan tinggi harapan saat ke sendang dan curug dikala kemarau. :p