Halo Pembaca! Selamat datang kembali di laporan PEKOK! Pit-pitan Ekstrim Koyok Ora Kalap! Bersama personil yang nyaris sama dan hari yang sama pula, yaitu Rabu di hari kerja, hahaha.
Misi PEKOK di bulan September adalah main air. Berhubung air terjun dan pantai jaraknya jauh (banget), oleh sebab itu kami (sebenarnya aku ) mengusulkan ke Klaten saja. Tepatnya di Kecamatan Polanharjo katanya ada banyak umbul alias mata air alami. Umbul yang menjadi target operasi di hari Rabu (28/9/2011) itu adalah Umbul Ponggok yang deket dengan makam Eyangku.
Eh? Kok Umbul Ponggok? Bukannya judul artikel ini Umbul Cokro?
Mata air Umbul Cokro yang tertutup untuk umum.
Debit airnya besar dan beberapa perusahaan air minum dalam kemasan memanfaatkan Umbul Cokro sebagai sumber air mereka.
Untuk menuju Umbul Cokro pengunjung harus menyebrangi sungai. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan jembatan gantung ini.
Sensasi goyangannya bikin ketagihan, tapi hanya dapat memuat beban maksimal 10 orang dewasa saja.
Ponggok atau Cokro?
Hehehe, berhubung personil PEKOK di hari itu; Kang Supri Plat AB, Ari Susena, Mbak Ika Maria, dan Pakdhe Timin malu-malu untuk berenang di Umbul Ponggok yang lokasinya terbuka ke jalan raya, alhasil kami mengalihkan rute ke Umbul Cokro di Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Rute menuju Umbul Cokro sebenarnya cukup mudah:
- Dari Kota Jogja ikuti saja Jl. Solo hingga sampai di Kota Klaten (30-an km)
- Dari kota Klaten tetap ikuti Jl. Solo hingga sampai di Terminal Bus Penggung.
- Nah, di dekat Terminal Bus Penggung itu ada pertigaan yang ada lampu lalu lintasnya. Jadi, belok ke arah kiri (arah Jatinom), jangan ikuti Jl. Solo lagi.
- Ikuti terus ruas jalan itu hingga sampai di sebuah pertigaan yang mengarah ke Polanharjo.
- Ikuti ruas jalan ke Polanharjo dan perhatikan rambu-rambu arah menuju Umbul Cokro.
Dari Jl. Solo sebenarnya sudah banyak rambu-rambu arah menuju Umbul Cokro. Jadi, pengunjung yang baru pertama kali ke sana InsyaAllah nggak bakal kesasar. Kalau tetap tersasar ya silakan bertanya ke warga sekitar.
Umbul Cokro terlihat sepi pada hari itu (ya iyalah! Rabu kan masih hari kerja!). Tiket per orang Rp6.000. Sementara untuk parkir sepeda Rp1.000 (kalau nggak salah ingat).
Kesan pertama kami ketika tiba di Umbul Cokro adalah,
“Jadi kami harus berenang di selokan?”
Beberapa anak tengah menikmati sejuknya air Umbul Cokro yang dialirkan melalui selokan.
Airnya sangat jernih, hingga dasar selokan pun terlihat.
Air dari Umbul Cokro dialirkan melalui selokan. Di sepanjang selokan yang berair jernih ini, pengunjung bebas bermain air.
Selokan atau Kolam Renang?
Ketika kami masih sibuk berpikir iya-atau-tidak nyebur ke selokan yang airnya jernih itu, Kang Supri Plat AB mengajak untuk berkeliling dulu. Kami sempat melongok ke sumber mata air yang tertutup untuk umum, dan pada akhirnya ke kolam renang modern yang terletak di sisi selatan selokan.
Walau dalamnya hanya sekitar 1,5 meter, kami langsung memuaskan hasrat main air kami di sana. Sayangnya seluncur super panjang yang tampak ganas itu tidak difungsikan. Ya sudahlah, kami bermain saja dengan seluncur kecil yang ada. Berhubung sudah terlanjur basah, akhirnya kami nyebur juga ke selokan, hahahaha . Ternyata, air selokan lebih dingin dibanding air di kolam renang modern, brrrr. Pengunjung bisa menyewa ban seharga Rp3.000.
Beberapa wahana di Umbul Cokro yang lebih modern dari sekadar selokan.
Ndeso atau Praktis?
Pemandangan unik kami jumpai di sekitar selokan. Banyak para penjaja warung yang mengambil air langsung dari selokan. Ada juga pengunjung yang mandi dengan sabun, bahkan warga setempat pun mencuci di sana. Aku nggak habis pikir. Bukankah yang demikian itu akan merusak kualitas air jernih di selokan?
Bukan ingin menyudutkan warga setempat dan pengunjung, namun aku merasa ini resikonya obyek wisata yang ada di lingkup desa. Seperti yang kita tahu warga desa biasa memanfaatkan air yang mengalir dari sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Selokan Umbul Cokro itu aku pikir hampir sejenis dengan sungai, bahkan yang ini bisa dipastikan airnya lebih jernih. Jadi apa boleh buat kalau mereka langsung berinteraksi dengan air umbul sebagaimana mereka berinteraksi dengan air sungai. Weleh...
Mencuci karpet di selokan Umbul Cokro apa nggak mencemari airnya ya?
Di sini banyak ada karpet karena memang sering digunakan sebagai lokasi hajatan.
Cukup atau Kurang?
Fasilitas di Umbul Cokro sendiri terbilang cukup, dalam arti aku menuntut lebih tapi dengan yang ada saat ini ya tidak apa-apa. Eh, yang terpenting sebenarnya adalah ketersediaan air di kamar mandi. Ada banyak warung yang menjajakan gorengan, jagung bakar, serta makanan dan minuman ringan. Ada juga restoran di sini. Lokasi Umbul Cokro ini cocok juga untuk pacaran piknik lho.
Umbul Cokro juga digunakan sebagai lokasi muda-mudi untuk memadu kasih.
Berangkat pukul 7 pagi dan sampai lagi di rumah kembali pukul 7 malam. Lho kok lama? Ini karena ada insiden di perjalanan yakni robeknya ban sepeda Mbak Ika Maria hingga ban itu perlu diikat.
Jadi, pembaca jangan lupa cek ban kendaraan anda sebelum bepergian dan jangan lupa juga berkunjung ke Umbul Cokro.
Walaupun terlihat tidak masuk akal tapi berfungsi dengan baik.
Untuk yang ingin berwisata air yang sederhana, tempat ini direkomendasikan, tapi jangan datang di hari libur sebab pasti penuh sesak!
NIMBRUNG DI SINI
lebih oke kalau liat air selokanya yang bening menerawang - thnk infonya mas, salam kenal
liat foto pertama seperti ada sosok yg kukenal..mbak ika mariaaaa...salam ya..