HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Berujung di Pantai Trisik

Selasa, 16 Februari 2016, 13:02 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Hari Minggu (31/5/2015), sekitar pukul 7 pagi, di pinggir jalan raya di utaranya Tugu Pal Putih, aku dan Mbah Gundul berembuk perkara ke mana tujuan bersepeda kali ini. Mbah Gundul menyebut “pantai”. Sementara aku menyebut “Kulon Progo”. Klop lah bilamana keduanya dicampur aduk jadi satu. #senyum.lebar

 

Kulon Progo ke arah barat. Sedangkan pantai ke arah selatan. Diputuskanlah bersepeda mengambil rute ke arah selatan. Baru setelahnya bergerak ke arah barat.

 

Oke deh! Let’s go!

 

Mampir Sarapan Tongseng Ayam

Dari kota Jogja, kami bersepeda santai ke arah selatan lewat Jl. Bantul. Pas lewat di dekat Pasar Bantul, Mbah Gundul menawari sarapan tongseng ayam di RM Sudi Moro. Berhenti dulu lah kami di sana. Mumpung dapat traktiran gratis dari Mbah Gundul, hehehe. #hehehe

 


Mumpung bisa makan enak dibayarin, hahaha. #senyum.lebar

 

Beberapa pesepeda agaknya juga punya pemikiran serupa. Sama-sama pingin sarapan dengan tongseng ayam. Salah satunya adalah Pak Zakaria. Beliau cerita, habis pulang bersepeda dari Pantai Glagah. Beliau rumahnya di Godean, ke Pantai Glagah lewat Wates, baru pas pulangnya lewat Bantul. Berangkat dari rumah pukul 5 pagi dan sarapan tongseng ayam di Bantul ini jam 8 lebih sedikit. Waow! Cepet juga ya?

 

Pantai yang Ada Kincir Anginnya

Selesai tongseng ayam masuk perut, lanjut bersepeda ke arah selatan. Di tengah jalan, Mbah Gundul bilang ingin lihat pantai yang ada kincir anginnya. Seingatku, kalau nggak salah pantai yang dimaksud Mbah Gundul itu dekat sama Pantai Kuwaru. Tapi aku lupa nama pantainya apa. Maklum, akhir-akhir ini di Bantul banyak banget pantai-pantai yang "bermunculan". #hehehe

 

Ya pokoknya, dari kota Bantul ke selatan terus sajalah. Nanti sampai Pantai Samas, terus ke barat menyusuri garis pantai. Lak yo nanti kan ya ketemu toh?

 


Kalau belum nyasar, belum afdol! #senyum.lebar

 

Berhubung jalan raya kurang memberikan tantangan, kami mengambil rute blusukan. Sambil diiringi cerita konspirasi Kesultanan Ngayogyakarta (teorinya ora kalap! #hehehe), ujung-ujungnya kami sampai di Pantai Baru. Pantai yang termasuk "baru muncul" dan "baru" aku tahu #hehehe.

 

Eh nggak tahunya, ini toh pantai berkincir angin yang di-request Mbah Gundul itu. Ini kincir angin digunakan sebagai pembangkit listrik. Sayang, beberapa kincir angin ada yang macet dan nggak bisa berputar. Hmmm, kurang oli yak e...

 


Sebenernya sih lokasi ini bukan tempat yang cocok buat foto-foto. Kincir anginnya tinggi, manusianya pendek.

 

Memburu Sunyi di Kulon Progo

Pukul 11 siang kurang. Suasana di Pantai Baru ramai banget! Banyak wisatawan yang piknik di pinggir pantai.

 

Ngerti ramainya pantai seperti pasar, Mbah Gundul ngajak nyari pantai lain yang lebih sepi. Tujuan awalnya lak yo bersepeda ke pantai di Kulon Progo toh? Asal jangan Pantai Congot saja tapi. #hehehe

 


Beh! Sampai anak-anak pun nggak ambil peduli sama sepeda yang nyangsang di pohon. #maksud

 

Sebenarnya aku dari tadi ngiler, pingin minum kelapa muda di pinggir pantai. Tapi nggak jadi karena takutnya harga kelapa mudanya dimahalin. Maklum, namanya juga lokasi wisata ramai. #hehehe

 


Tambak-tambak udang di kaawasan Pantai Samas yang kontroversial itu.

 

Dari Pantai Baru kami bersepeda lagi nyari Jl. Raya Srandakan yang tembusnya nanti bakal di Kulon Progo. Nyebrang jembatan Srandakan dan tibalah kami di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo! Alhamdulillah.

 

Ini pertama kalinya aku sampai di Galur dan lewat jalur selatan. Kuper banget nggak sih? Hahaha. #senyum.lebar

 


Nah! Bersepeda di antara sawah-sawah begini kan enak. Cuma kurang pohon peneduh aja sih. Panas... #hehehe

 

Dari sini kami mengarah ke pantai terdekat yaitu Pantai Trisik. Suasana menuju Pantai Trisik beda banget sama pantai-pantai di Bantul barusan. Kanan-kirinya sawah-sawah yang luaaas banget.

 

Kebetulan juga baru musim panen. Jadinya banyak petani yang beraktivitas di sawah. Tapi ya agak miris juga melihat mereka. Para petani yang aku lihat itu usianya sudah tua-tua. Yang muda-muda kayaknya nggak ada ya yang minat jadi petani? Padahal sehari-hari, kita semua kan masih makan nasi toh? Hmmm, apa ya dewasa ini petani itu pekerjaan yang hanya pantas dilakukan oleh orang tua ya? Sedangkan yang muda-muda kerja kantoran?

 


Semoga njenengan-njenengan ini tetap sehat ya Bu! Tetap bisa bertani yang membawa berkah.

 

Mendekati Pantai Trisik hamparan sawah berganti menjadi ladang buah. Buah apa? Semangka dan melon! Hohoho! Ndemenakke banget! #senyum.lebar

 

Pingin metik terus dimakan panas-panas kan segar, hahaha. #senyum.lebar Semangka dan melon ini siap dipanen di usia sekitar 50 hari. Sayangnya, semangka dan melon yang kami jumpai ini usianya masih 1 bulanan. Masih lama deh dipanennya.

 


Enak banget buat dibelah dan disantap dingin. Rasanya manis dan segar. #mengkhayal #halusinasi

 

Pas aku motret-motret buah semangka sama melon ini, Mbah Gundul rupanya asik menyibak semak-semak. Oh, ternyata dirinya sedang “memanen” akar tanaman sidaguri (Sida rhombifolia) yang dalam bahasa Jawa disebut otok-otok.

 


Baik dikonsumsi manusia tapi tidak disarankan untuk kucing. #hehehe

 

Akar tanaman ini berkhasiat menyembuhkan penyakit asam urat. Khasiat lainnya, kalau diberikan ke kucing bakal bikin si kucing jadi “bergairah” (berdasarkan eksperimennya Mbah Gundul #hehehe).

 

Pembaca pernah mencoba minum ramuan tradisional dari akar otok-otok?

 

Penyu dan Pesanggrahan di Pantai Trisik

Setelah segala macam berhenti-berhenti nggak penting di sepanjang jalan, akhirnya kami sampai juga di Pantai Trisik sekitar pukul 12 siang lebih sedikit. Pantai Trisik ini terletak di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.

 


Salah satu berhenti-berhenti yang nggak penting itu. Ceritanya bisa dibaca di sini.

 

Suasana di Pantai Trisik sangat jauh berbeda bila dibandingkan Pantai Baru, Bantul yang beberapa jam lalu kami sambangi. Utamanya sih, karena Pantai Trisik ini sepiii. Yang bikin ramai Pantai Trisik hanyalah gemerisik suara angin dan gemuruh ombak laut selatan.

 


Pemandangan Pantai Trisik di Kulon Progo yang... euh... 11-12 lah sama pantai-pantai di dekat sana. #hehehe

 


Ketika hobi memancing dan mengajak dolan anak-bojo dijadikan satu.

 


Dirimu mikir merenungi apa toh mbak? Jangan galau lho....

 

Pantai Trisik ini dikenal sebagai pantai penyu. Itu karena di Pantai Trisik terdapat rumah penangkaran penyu yang dikelola oleh kelompok warga bernama Konservasi Penyu Abadi. Berhubung waktu itu bukan masanya penyu untuk bertelur, alhasil penangkaran penyunya kosong.

 


Belum musim penyu bertelur, jadinya nggak bisa melihat anak tukik.

 

Biasanya penyu-penyu bertelur di Pantai Trisik di malam hari sekitar bulan Mei hingga Agustus. Kemudian, telur-telur penyu itu diamankan dari tangan-tangan penjarah (katanya sih karena telur penyu enak dimakan) dan dirawat hingga menetas menjadi anak penyu (bahasa Jawanya tukik). Tukik-tukik itu pun kemudian dilepas kembali ke laut sekitar bulan Juli hingga November, bila sekiranya tukik-tukik itu sudah siap untuk menghadapi ganasnya laut.

 


Mari Pembaca kita turut menyelamatkan penyu!

 

Perlu Pembaca ketahui, penyu betina umumnya bertelur dalam rentang 2 hingga 8 tahun sekali. Sekalinya penyu betina bertelur, bisa menghasilkan ratusan butir telur. Tapi, dari ratusan butir telur itu, hanya belasan yang kemudian menetas dan bisa bertahan hidup di laut. Jadi, wajar dong kalau penyu ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi dan dikukuhkan oleh PP no. 7 tahun 1999.

 

Selain penyu, ternyata Pantai Trisik juga memiliki situs peninggalan bersejarah, yaitu pesanggrahan Paku Alam V. Yang disebut sebagai Paku Alam V adalah salah seorang raja Kadipaten Pakualaman yang daerah kekuasaannya meliputi wilayah Kulon Progo. Beliau memerintah dari tahun 1878 hingga 1900. Jadi, kemungkinan pesanggrahan ini didirikan di rentang tahun tersebut.

 


Pesanggrahan Paku Alam V yang rata dengan tanah. Coba masih ada bangunannya.

 

Sayangnya, saat ini kondisi pesanggrahan hanya tersisa bagian pondasinya saja. Itu pun dengan luas yang nggak seberapa. Ah, coba saja bangunan ini masih berdiri utuh. Sepertinya, indah menatap laut selatan dari pesanggrahan.

 

Nggak jauh dari situs pesanggrahan Paku Alam V itu ada masjid. Aku pun menunaikan ibadah salat Dzuhur di sana. Bersepeda ke mana-mana, jangan lupa buat senantiasa “laporan” ke Gusti Allah SWT, hahaha. #senyum.lebar

 


Selain salat, numpang ngadem di sini enak juga. #senyum.lebar

 

Selepas salat, aku menghampiri Mbah Gundul. Sebelum beranjak pulang, dirinya ngajak aku menyusuri bibir pantai. Mengorek-orek tumpukan kayu-kayu sampah laut. Bukan buat memunguti sampah sih. Melainkan mencari batang kayu atau bambu yang sekiranya pas digunakan buat terapi pijat. Duh!

 


Daripada nyari kayu, mending nyari jodoh saja Mbah... #eh

 

Eh iya, ini ada foto-foto lain suasana di Pantai Trisik. Fasilitasnya ya masih ala kadarnya sih.

 


Belakangan ini di pantai-pantai banyak kolam renang mungil semacam ini. Aman lah ya buat anak-anak.

 


Enak sih, tapi kurang mengenyangkan. Kalau kebanyakan malah bahaya, hahaha. #senyum.lebar

 


Satu-satunya warung yang menyediakan bahan bakar perut.

 


Tempat merenung bagi para... ah sudahlah. #hehehe

 


 

Barulah sekitar pukul 1 siang kami pulang dari Pantai Trisik. Eh iya, di Pantai Trisik yang sepi ini nggak ada warga yang berjualan kelapa muda (apalagi jualan semangka sama melon #hehehe). Akhirnya, minuman kelapa muda itu terlampiaskan di sekitar pinggir Jl. Bantul km 7.

 

Bersepeda jauh-jauh ke Kulon Progo nyari kelapa muda, eh nggak ketemu, malah ketemunya di Bantul, 7 km dari kota Jogja. Payah! #hehehe

 

Pembaca pernah main ke pantai-pantai yang ada di Kulon Progo? #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI