Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Hari Minggu (31/5/2015), sekitar pukul 7 pagi, di pinggir jalan raya di utaranya Tugu Pal Putih, aku dan Mbah Gundul berembuk perkara ke mana tujuan bersepeda kali ini. Mbah Gundul menyebut “pantai”. Sementara aku menyebut “Kulon Progo”. Klop lah bilamana keduanya dicampur aduk jadi satu. #senyum.lebar
Kulon Progo ke arah barat. Sedangkan pantai ke arah selatan. Diputuskanlah bersepeda mengambil rute ke arah selatan. Baru setelahnya bergerak ke arah barat.
Oke deh! Let’s go!
Mampir Sarapan Tongseng Ayam
Dari kota Jogja, kami bersepeda santai ke arah selatan lewat Jl. Bantul. Pas lewat di dekat Pasar Bantul, Mbah Gundul menawari sarapan tongseng ayam di RM Sudi Moro. Berhenti dulu lah kami di sana. Mumpung dapat traktiran gratis dari Mbah Gundul, hehehe. #hehehe
Beberapa pesepeda agaknya juga punya pemikiran serupa. Sama-sama pingin sarapan dengan tongseng ayam. Salah satunya adalah Pak Zakaria. Beliau cerita, habis pulang bersepeda dari Pantai Glagah. Beliau rumahnya di Godean, ke Pantai Glagah lewat Wates, baru pas pulangnya lewat Bantul. Berangkat dari rumah pukul 5 pagi dan sarapan tongseng ayam di Bantul ini jam 8 lebih sedikit. Waow! Cepet juga ya?
Pantai yang Ada Kincir Anginnya
Selesai tongseng ayam masuk perut, lanjut bersepeda ke arah selatan. Di tengah jalan, Mbah Gundul bilang ingin lihat pantai yang ada kincir anginnya. Seingatku, kalau nggak salah pantai yang dimaksud Mbah Gundul itu dekat sama Pantai Kuwaru. Tapi aku lupa nama pantainya apa. Maklum, akhir-akhir ini di Bantul banyak banget pantai-pantai yang "bermunculan". #hehehe
Ya pokoknya, dari kota Bantul ke selatan terus sajalah. Nanti sampai Pantai Samas, terus ke barat menyusuri garis pantai. Lak yo nanti kan ya ketemu toh?
Berhubung jalan raya kurang memberikan tantangan, kami mengambil rute blusukan. Sambil diiringi cerita konspirasi Kesultanan Ngayogyakarta (teorinya ora kalap! #hehehe), ujung-ujungnya kami sampai di Pantai Baru. Pantai yang termasuk "baru muncul" dan "baru" aku tahu #hehehe.
Eh nggak tahunya, ini toh pantai berkincir angin yang di-request Mbah Gundul itu. Ini kincir angin digunakan sebagai pembangkit listrik. Sayang, beberapa kincir angin ada yang macet dan nggak bisa berputar. Hmmm, kurang oli yak e...
Memburu Sunyi di Kulon Progo
Pukul 11 siang kurang. Suasana di Pantai Baru ramai banget! Banyak wisatawan yang piknik di pinggir pantai.
Ngerti ramainya pantai seperti pasar, Mbah Gundul ngajak nyari pantai lain yang lebih sepi. Tujuan awalnya lak yo bersepeda ke pantai di Kulon Progo toh? Asal jangan Pantai Congot saja tapi. #hehehe
Sebenarnya aku dari tadi ngiler, pingin minum kelapa muda di pinggir pantai. Tapi nggak jadi karena takutnya harga kelapa mudanya dimahalin. Maklum, namanya juga lokasi wisata ramai. #hehehe
Dari Pantai Baru kami bersepeda lagi nyari Jl. Raya Srandakan yang tembusnya nanti bakal di Kulon Progo. Nyebrang jembatan Srandakan dan tibalah kami di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo! Alhamdulillah.
Ini pertama kalinya aku sampai di Galur dan lewat jalur selatan. Kuper banget nggak sih? Hahaha. #senyum.lebar
Dari sini kami mengarah ke pantai terdekat yaitu Pantai Trisik. Suasana menuju Pantai Trisik beda banget sama pantai-pantai di Bantul barusan. Kanan-kirinya sawah-sawah yang luaaas banget.
Kebetulan juga baru musim panen. Jadinya banyak petani yang beraktivitas di sawah. Tapi ya agak miris juga melihat mereka. Para petani yang aku lihat itu usianya sudah tua-tua. Yang muda-muda kayaknya nggak ada ya yang minat jadi petani? Padahal sehari-hari, kita semua kan masih makan nasi toh? Hmmm, apa ya dewasa ini petani itu pekerjaan yang hanya pantas dilakukan oleh orang tua ya? Sedangkan yang muda-muda kerja kantoran?
Mendekati Pantai Trisik hamparan sawah berganti menjadi ladang buah. Buah apa? Semangka dan melon! Hohoho! Ndemenakke banget! #senyum.lebar
Pingin metik terus dimakan panas-panas kan segar, hahaha. #senyum.lebar Semangka dan melon ini siap dipanen di usia sekitar 50 hari. Sayangnya, semangka dan melon yang kami jumpai ini usianya masih 1 bulanan. Masih lama deh dipanennya.
Pas aku motret-motret buah semangka sama melon ini, Mbah Gundul rupanya asik menyibak semak-semak. Oh, ternyata dirinya sedang “memanen” akar tanaman sidaguri (Sida rhombifolia) yang dalam bahasa Jawa disebut otok-otok.
Akar tanaman ini berkhasiat menyembuhkan penyakit asam urat. Khasiat lainnya, kalau diberikan ke kucing bakal bikin si kucing jadi “bergairah” (berdasarkan eksperimennya Mbah Gundul #hehehe).
Pembaca pernah mencoba minum ramuan tradisional dari akar otok-otok?
Penyu dan Pesanggrahan di Pantai Trisik
Setelah segala macam berhenti-berhenti nggak penting di sepanjang jalan, akhirnya kami sampai juga di Pantai Trisik sekitar pukul 12 siang lebih sedikit. Pantai Trisik ini terletak di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Suasana di Pantai Trisik sangat jauh berbeda bila dibandingkan Pantai Baru, Bantul yang beberapa jam lalu kami sambangi. Utamanya sih, karena Pantai Trisik ini sepiii. Yang bikin ramai Pantai Trisik hanyalah gemerisik suara angin dan gemuruh ombak laut selatan.
Pantai Trisik ini dikenal sebagai pantai penyu. Itu karena di Pantai Trisik terdapat rumah penangkaran penyu yang dikelola oleh kelompok warga bernama Konservasi Penyu Abadi. Berhubung waktu itu bukan masanya penyu untuk bertelur, alhasil penangkaran penyunya kosong.
Biasanya penyu-penyu bertelur di Pantai Trisik di malam hari sekitar bulan Mei hingga Agustus. Kemudian, telur-telur penyu itu diamankan dari tangan-tangan penjarah (katanya sih karena telur penyu enak dimakan) dan dirawat hingga menetas menjadi anak penyu (bahasa Jawanya tukik). Tukik-tukik itu pun kemudian dilepas kembali ke laut sekitar bulan Juli hingga November, bila sekiranya tukik-tukik itu sudah siap untuk menghadapi ganasnya laut.
Perlu Pembaca ketahui, penyu betina umumnya bertelur dalam rentang 2 hingga 8 tahun sekali. Sekalinya penyu betina bertelur, bisa menghasilkan ratusan butir telur. Tapi, dari ratusan butir telur itu, hanya belasan yang kemudian menetas dan bisa bertahan hidup di laut. Jadi, wajar dong kalau penyu ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi dan dikukuhkan oleh PP no. 7 tahun 1999.
Selain penyu, ternyata Pantai Trisik juga memiliki situs peninggalan bersejarah, yaitu pesanggrahan Paku Alam V. Yang disebut sebagai Paku Alam V adalah salah seorang raja Kadipaten Pakualaman yang daerah kekuasaannya meliputi wilayah Kulon Progo. Beliau memerintah dari tahun 1878 hingga 1900. Jadi, kemungkinan pesanggrahan ini didirikan di rentang tahun tersebut.
Sayangnya, saat ini kondisi pesanggrahan hanya tersisa bagian pondasinya saja. Itu pun dengan luas yang nggak seberapa. Ah, coba saja bangunan ini masih berdiri utuh. Sepertinya, indah menatap laut selatan dari pesanggrahan.
Nggak jauh dari situs pesanggrahan Paku Alam V itu ada masjid. Aku pun menunaikan ibadah salat Dzuhur di sana. Bersepeda ke mana-mana, jangan lupa buat senantiasa “laporan” ke Gusti Allah SWT, hahaha. #senyum.lebar
Selepas salat, aku menghampiri Mbah Gundul. Sebelum beranjak pulang, dirinya ngajak aku menyusuri bibir pantai. Mengorek-orek tumpukan kayu-kayu sampah laut. Bukan buat memunguti sampah sih. Melainkan mencari batang kayu atau bambu yang sekiranya pas digunakan buat terapi pijat. Duh!
Eh iya, ini ada foto-foto lain suasana di Pantai Trisik. Fasilitasnya ya masih ala kadarnya sih.
Barulah sekitar pukul 1 siang kami pulang dari Pantai Trisik. Eh iya, di Pantai Trisik yang sepi ini nggak ada warga yang berjualan kelapa muda (apalagi jualan semangka sama melon #hehehe). Akhirnya, minuman kelapa muda itu terlampiaskan di sekitar pinggir Jl. Bantul km 7.
Bersepeda jauh-jauh ke Kulon Progo nyari kelapa muda, eh nggak ketemu, malah ketemunya di Bantul, 7 km dari kota Jogja. Payah! #hehehe
Pembaca pernah main ke pantai-pantai yang ada di Kulon Progo? #senyum.lebar
Terima kasih Btw sudah masang foto Trisik tahun 2015. Ah aku jadi terinspirasi menulis area ini sebelum jalan barunya beroperasi dan suasana jadi berbeda. Akhir-akhir ini, jadi lebih curam. Lain kali kalau nyepeda ke Trisik mampir wkwk.
Wah masa kecilku kui Mas di jak mancing ning pinggir laut hehe...
Belum banyak berubah ya Pantai Trisik?
Btw, aku belum kesampaian ke Trisik lagi... wacana nyepeda ke sana masih berupa wacana..
Mbuh kapan terealisasi malah sekarang tambah nggak sempet.. :|
Btw, tongseng ayam sudimoro cen enak mas! Cocok di lidah. :D
Tak jauh-jauh ya Mas ke Belanda kalau ingin lihat kincir angin. Di Pantai Baru Bantul aja udah ada, hehehe.
Walaupun cantiknya dibandingkan dengan Gunungkidul, tapi bisalah buat ngademin pikiran yang dekat di Kota Jogja. :-)
Ke sini pas pagi hari dijamin syahdunya dapet. :D
Btw.. yang jadi petani memang kebanyakan orang tua.. yang mudanya sesepedahan mulu. :D