HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Mengejar Senja di Bukit Mangunan

Rabu, 6 Januari 2016, 05:11 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Seporsi sate kambing yang belum sepenuhnya tercerna perut, agaknya membuat sang pengemudi motor terlena pada Sabtu sore (2/1/2016) yang cerah itu. Sepeda motor pun melaju santai tanpa beban di Jl. Imogiri Timur.

 

Suasana damai. Tak ada satu pun pengguna jalan yang protes. Sampai suatu ketika, ada seorang pemuda yang tiba-tiba memepet sepeda motornya di samping sepeda motor kami dan kemudian berseru,

 

“Ayo buruan! Sebelum mataharinya hilang!”

 

Mendengar instruksi dari Major Tom, kesadaran Sho-Kun mendadak pulih. Darah Sukoharjonya mendidih. Laju motornya pun meliar layaknya bus Sumber Slamet yang sedang adu balap dengan bus Mira di Jl. Raya Yogyakarta – Solo.

 

 

Dua sepeda motor lantas berpacu dengan jarum jam yang tinggal sedikit lagi bakal membentuk garis lurus. Untungnya tak ada adegan nyasar. Sehingga perjalanan menuju Mangunan pun berlangsung mulus di aspal yang halus.

 

Sepeda motor pun berhenti di gazebo tertinggi di jalur Mangunan – Terong. Niatnya ingin menyaksikan matahari terbenam alias sunset dari sana. Tapi kenyatannya malah tertutup oleh rimbunnya pohon pinus yang menjulang tinggi.

 

Oh iya, jangan lupakan juga kalau di gazebo itu sedang dipakai pasangan untuk memadu kasih. #hehehe

 

 

“Kamu sebenarnya mencari apa toh? Hutan pinusnya atau sunset-nya?” tanyaku.

“Bukan hutan pinusnya. Tapi yang seperti di foto-foto itu lho. Yang pemandangannya sungai dari puncak bukit,” jawab Major Tom

Kebun Buah Mangunan maksudmu? Kalau itu sih sebelum hutan pinus ini harusnya kita tadi belok kanan…”

 

Aku belum selesai menyelesaikan kalimatku tapi aku terdiam. Berpikir.

 

Saat melaju ke arah hutan pinus Mangunan tadi, bukannya matahari ada di sisi kiri ya?
Sedangkan kebun buah Mangunan ada di sisi kanan.
Lha, kalau ke kebun buah Mangunan ya sama saja tidak bisa melihat matahari terbenam toh?

 

 

Lha terus mencari sunset di mana ini? Di dalam hutan pinus yang ramainya mirip pasar malam sekaten itu jelas nggak mungkin.

 

“Kalau nggak salah tadi ada jalan masuk hutan. Arahnya ke matahari. Siapa tahu di sana bisa melihat sunset?,” Sho-Kun angkat suara.

 

Ah, cerdas sekali ustaz lokal ini! Sepeda motor pun dipacu berbalik arah. Da-dah hutan pinus Mangunan yang ramai banget! #hehehe

 

Karena tergesa-gesa, sempat terlewat juga itu jalan hutan yang Sho-Kun omongkan. Kalau dilihat orang, mungkin kami dikiranya wisatawan galau yang bingung mau ke hutan pinus atau ke kebun buah. #hehehe

 

“Cepat! Cepat! Cepat!”

 

 

Pemandangan dua pemuda yang setengah berlari menyibak hutan demi menggapai secercah cahaya senja sungguh menggetarkan hati. Bagaimana tidak? Kedua kaki kami arahkan berdasarkan insting. Tidak ada yang tahu jalan setapak mana yang kelak berujung ke pemandangan senja di bukit Mangunan. Apalagi suasana waktu itu nyaris gelap.

 

Adegan yang seperti ini kadang mengingatkanku untuk tetap berjuang, menggapai apa yang kita cita-citakan, walaupun hasil akhirnya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

 

Singkat kata, terus berjuang dan jangan pernah menyerah!

 

 

Mungkin lain kali aku harus kemari lagi motret pakai DSLR. Soalnya motret senja pakai kamera poket Nikon Coolpix S3500 ini kurang bertenaga. Dynamic range-nya amburadul. Nggak ada format RAW pula. Jadinya foto-foto senjanya harus dipermak lagi pakai Photoshop.

 

 

 

Oh iya, selamat tahun baru buat Pembaca semua.
Semoga di tahun 2016 ini Pembaca senantiasa diberikan yang terbaik oleh Tuhan. #senyum
Berhubung ini kejadian bukan pas tahun baru jadi fotonya sunset, bukan sunrise. #senyum.lebar

 

Pembaca yang ke Mangunan lihat senja nggak?

NIMBRUNG DI SINI