Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Awal mulanya, kami semua sepakat berangkat pada hari Minggu (23/3/2014) pukul setengah sembilan pagi. Akan tetapi, berhubung Pakdhe Timin bangunnya kesiangan, terpaksalah rencana molooor sampai satu setengah jam kemudian!
Hadeh.... #hehehe
Tapi ya nggak apa-apa telat. Yang penting, hari ini rencana C harus terlaksana!
Yang bener saja kalau harus gagal lagi! #hehehe
Ganti Strategi Demi Rencana C
Kalau rencana D itu untuk duren, maka sudah jelas, rencana C itu untuk curug alias air terjun! Hohoho. #senyum.lebar
Pada minggu lalu, rencana kami untuk bersepeda menuju curug yang ada di Kabupaten Kulon Progo terpaksa kandas di tengah tanjakan. Makanya, sekarang kami ganti strategi. Kami nggak mengayuh pedal sepeda, tapi menunggang sepeda motor. #senyum.lebar
Oleh sebab berganti strategi, maka personilnya pun ikut berganti. Yang tersisa dari minggu lalu hanya aku, Pakdhe Timin, dan Paklik Turtlix. Personil barunya hanya seorang. Siapa lagi kalau bukan istri tercintanya Paklik Turtlix. Istimewanya, sebelum berangkat dirinya minta kompensasi waktu molor berupa sebungkus Indomie goreng + telor ceplok. Haduh...
Tujuan kami masih ke arah barat walaupun nggak bablas sampai Ketep Pass #hehehe. Sesuai informasi dari Mas R. D. Saputro, tujuan persisnya adalah Air Terjun Grojogan Sewu. Letaknya di Dusun Beteng, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Aku baru tahu, ternyata di Kulon Progo ada air terjun yang nggak kalah cantik dari Curug Sidoharjo di Samigaluh.
Perjalananan dari Kota Jogja ke Grojogan Sewu Kulon Progo
Dari Tugu Pal Putih di Kota Jogja kami lurus saja ke arah barat mengikuti Jl. Godean sejauh 17 kilometer, menyebrang Kali Progo, hingga sampai di perempatan Kenteng, di Kecamatan Nanggulan. Di sini jalan bercabang empat. Kami mengambil jalan lurus ke arah barat. Titik pemberhentian berikutnya adalah Pasar Jonggrangan.
Nah, seminggu yang lalu, rute ini sukses memporak-porandakan semangat bersepeda kami. Jalan aspal menanjak sepanjang 7 kilometer ini nyaris sama jahanamnya dengan tanjakan Cinomati. Jangankan bersepeda, sepeda motor saja banyak kok yang nggak kuat nanjak. Trademark rute ini adalah “tikungan beringin” yang terkenal banyak memakan korban mesin. Siap-siap kalau busi motor meledak... #hehehe
Pas sampai di Pasar Jonggrangan, rasanya... LEGAAA! Soalnya, tanjakan jahanamnya sudah habis-bis-bis-bis. Yes! #senyum.lebar
Eh, kalau ke arah Goa Kiskendo ya masih penuh tanjakan. Tapi sekarang ini kami mau ke Dusun Beteng yang cabang jalannya berada di pertigaan dekat Pasar Jonggrangan. Kalau bingung tanya saja orang-orang di dekat pasar. Pasti ya pada ngerti kok.
Dari hasil ramah-tamah sama warga, kami diarahkan menuju Musala At-Taqwa. Itu semacam meeting point ke air terjun. Dari gapura Dusun Beteng kami mengikuti jalan aspal sampai ketemu SD. Di dekat SD itu ada pertigaan. Di pertigaan itu kami mengambil jalan yang menurun. Setelah itu jalan bakal menurun terus sampai ketemu dengan Musala At-Taqwa di pinggir jalan. Total jaraknya dari gapura dusun ya sekitar 2 kilometer lah.
Setelah minta izin untuk parkir di dekat musala, kami pun mulai jalan kaki ke air terjun. Panduan arahnya gampang kok! Tinggal ikuti saja papan petunjuk warna biru hasil karyanya mahasiswa yang pernah KKN di sini. Eh, namanya juga proyek mahasiswa KKN, jadinya beberapa papan sudah nggak jelas lagi tulisannya. Hehehe. #hehehe
Ditemani Dua Pemandu Cilik, Juan dan Oki
Tahu kalau ada penduduk asing datang, beberapa anak kecil lantas berkerubut di sekitar kami. Mirip sama gula yang dirubung semut. Untung ada tante Indomielezat. Dia memang nggak manis tapi berbakat buat jadi pawang anak-anak kecil. Berkat kelihaiannya, dua cowok kecil bernama Juan dan Oki ikut menemani kami trekking masuk hutan menuju Grojogan Sewu.
Dua bocah kelas empat SD ini seperti sudah terbiasa menemani pengunjung masuk hutan. Kalau nggak salah, pas mas R. D. Saputro ke Grojogan Sewu ini dia juga ditemani oleh mereka berdua. Selain paham sama jalan hutan yang mesti dilalui, mereka juga fasih menjelaskan isi hutan. Macamnya menunjukkan apa itu kapulaga, gula kelapa, hingga tonggret yang ganti kulit. Di kota besar nggak ada yang seperti itu.
Akses jalan hutan menuju Grojogan Sewu adalah jalan tanah yang lumayan licin pas musim hujan. Aku saja sempat terpeleset. Jadi, sewaktu lewat sini harap berhati-hati ya! #senyum
Waktu tempuh menuju Grojogan Sewu sih nggak terlalu lama. Hanya sekitar 30 menit jalan kaki santai dari Musala At-Taqwa.
Panorama Grojogan Sewu dan Sekitarnya di Musim Hujan
Karena kami datang pas musim hujan jadi aliran air dari Grojogan Sewu masih cukup deras. Walau deras, percikan airnya nggak berterbangan membasahi kamera.
Di dasar air terjun ada kedung yang katanya Juan dalamnya puluhan meter (masak iya sih?). Dia hobi berenang, tapi nggak berani berenang di situ. Katanya Juan, tempat ini ada “penunggunya”, hiii…
Seperti biasa, kami pun foto-foto dengan latar Grojogan Sewu. Tentu saja bareng sama Juan dan Oki. Ah, untung ada tante Indomielezat yang jadi pawangnya Juan dan Oki supaya mereka jadi anteng pas difoto.
Selain motret Grojogan Sewu, sepanjang sungai juga banyak objek foto yang menarik lho! Tapi ya mesti hati-hati banget, karena sungainya ini bertingkat-tingkat dan dasar batu-batuannya lumayan licin.
Ternyata, air dari Grojogan Sewu ini juga dialirkan untuk memenuhi kebutuhan air warga. Tapi pakai batang bambu, bukan selang seperti pada umumnya.
Pamit Pulang Dulu!
Selesai berkunjung ke Grojogan Sewu kami disodori buku tamu oleh Juan. Dari buku tamu itu, terlihat sudah banyak pengunjung yang singgah di sini. Pas ditanya apa harus bayar uang untuk ngisi kas desa, Juan bilang nggak usah. Masih gratis rupanya.
Tante Indomielezat sebenarnya udah nyiapin uang buat Juan dan Oki. Tapi menariknya, mereka nggak mau nerima! Takut gitu menerima uang dari orang asing. Artinya didikannya mereka bagus. Anti suap! Hehehe.
Tapi, bukan Tante Indomielezat namanya kalau nggak sukses membujuk mereka untuk menerima lembar lima ribuan itu. Hadeh...
Jam hampir menunjukkan pukul satu siang. Saatnya kami berempat cabut dari lokasi. Kebetulan, perut juga sudah bergejolak minta diisi. Hmmm, ngisi perut di mana ya di Kulon Progo ini? Enaknya geblek atau durian ya? Hahaha. #senyum.lebar
Nah, sekarang sebelum Pembaca ke Gua Kiskendo, udah tahu kan mesti mampir mana dulu? #senyum
kesana, tapi sampe tanjakan di watu murah,
motor sudah gak kuat .. ada bau sangit
(kayaknya kampas kopling hangus) padahal
pake motor 2014 ... mungkin karena beban
berat ... karena boncengan ama istri ...
akhirnya puter balik ... batal deh ....
tourist sek gelem rono,well very well
kasih denah matur nuwuuuuuunnnnnn.
pancen keren mas.
tempat juga ono aliran sungaine to?tapi yang tok maksud air terjun beda ndeso po nggak?
po masih sealiran?
sih.. hehe..
tangan saya jadi tumbal mergo kepleset
Aq ra tekan ngisor je, lha wis awan tur yo wis ngelih, hahaha. Lewat dalan ndi ng ngisor? Ng ngisor ono sing luwih gedhi ra? Dirimu yo dikancani cah cilik 2 kae?
Rutenya gampang kayaknya.
Aku ngga tau kapulaga. Baru tau pas liat foto itu. Hebat juga ya Juan dan Oki. Pengetahuan alamnya luas :D
Cakep lah air terjunnya.... Dan di tempat yg sepi gitu sih memang biasanya ada yg nunggu.... lagi-lagi mistis :p
betewe di Jogja ada komunitas backpacker ato apa gitu ndak ya?
wiiissss keren amat tuh grojogan sewu nya. tp koq ke barat barat mulu sih mas. jaooooh dari akuuu (kotagede)
ngerasake motorku mati nang kono dan nyurung tekan bengkel nang prapatan kenteng -
_-
kalau hujan aku tak ke ni curug, well iki
kalo musim kemarau ada aiernya juga g ya mas??
blencong trus desa wisata sokomoyo
si Yuan dan Oki meneh, tapi kaose sing dipake Oki sama pada saat nganter aku ke situ
haha. Masih malu-malu mereka, dipoto saja angel banget, hihi.. Kemajuan, pas aku
kesana belum disuruh ngisi buku tamu seperti itu,hehe..